BAB 4

15 8 40
                                    

"Mengajariku TOEFL.." Mayra tertawa lepas mendengar jawaban polos itu. Raka termangu, bukan karena menyadari jawaban polosnya, namun pancaran wajah ayu Mayra terlihat bahagia, membuatnya tak ingin kelihangan momen itu.

"Itu cuma TOEFL, Rakaa.."

Nyess! Sejuk hati lelaki itu saat Mayra menyebut namanya.

"Tapi itu sangat berarti bagiku.."

"Nilai bahasa inggris kita cuma terpaut 0.5 poin, yang artinya kamu memang sudah menguasai bahasa inggris sebelumnya," Raka tersipu malu, berharap Mayra tidak mengetahui bahwa memintanya mengajari TOEFL hanyalah alasan belaka agar bisa dekat dengannya.

"Lagipula yang bikin kamu sukses seperti sekarang kan bukan nilai TOEFL, tapi kerja kerasmu," Mayra tersenyum sembari bertopang dagu.

"Ya.. kerja keras yang bikin aku nggak punya waktu dengan keluarga, sahabat dan.." ucapannya tercekat di tenggorokan.

"Pasanganmu?", Mayra kembali meminum air putih.

"Aku masih single..", Raka mulai berani menatap wajah ayu itu lebih lama, berusaha meyakinkan Mayra bahwa yang dikatakannya benar.

"Nggak mungkin.. kamu sukses, menarik, kurang apalagi coba?" suaranya meninggi. Raka hanya menatapnya penuh keyakinan. Hening sejenak.

"Oke.. mungkin seleramu tinggi.." Mayra mengangkat bahunya.

"Aku.. aku nggak bisa melupakan seseorang" jawab Raka. Rona merah dipipinya kembali tampak. Hatinya lega karena kali ini ia mengatakan hal yang benar. Meskipun belum cukup.

Mayra menatap Raka lamat – lamat, mencoba menebak – nebak isi hati lelaki itu.

"Dia mantanmu?.." Mayra mengangkat alisnya.

Raka tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya perlahan.

"Aku nggak pernah pacaran.."

"Nggak.. nggak mungkin.." tukas Mayra spontan, ditariknya tubuhnya ke belakang sembari melipat tangannya.

"Terus siapa seseorang itu? Kenapa kalian nggak sempet pacaran?" Mayra mulai kesal.

"Aku nggak pernah mendapati dirinya single," Raka menatapnya yakin. Sementara Mayra masih termangu. Kedua bola matanya bergulir melihat lelaki itu. Harapan yang terkubur sepuluh tahun lalu mulai muncul kembali. Mungkinkah memang dia yang menulis kata – kata indah itu?

Tiba – tiba ponselnya berdering tanda ada pesan masuk. Dibukanya chat terbaru lalu lambat laun sinar wajahnya yang bahagia pun lenyap seketika.

"Maaf, Ka.. aku harus pamit dulu, ada pekerjaan mendadak, nih.." raut wajah lelaki itu pun tak kalah kecewa.

"Iya, nggak apa – apa, May.." jawabnya sembari tersenyum tipis, berharap senyum itu bisa menyembunyikan kekecewaannya.

"Makasih ya, udah nemenin ngobrol malam ini, sampai ketemu lagi" Mayra beranjak dari kursinya, sesaat kemudian wanita itu lenyap dari pandangannya.

***

Biipp.. biiipp.. biippp..

"Ya, Ris, ada apa?", Mayra yang baru bangun tidur segera mengangkat telepon asistennya.

"Mbaakk.. buka IG Mbak sekarang, ada komentar netizen yang bilang dia lihat Mbak Mayra dan Mas Rio di pengadilan agama. Duhh... gawat ini, udah banyak netizen yang percaya sama omongan netizen satu itu. Gimana nih mbak?" terdengar suara khawatir Aris yang menggema di seluruh studio foto. Mayra yang belum sepenuhnya sadar mencoba mencerna ucapan Aris.

"Tenang.. tenang, Ris.. Mbak akan cari solusi, tenang yaa.. nanti Mbak telpon lagi" sesaat setelah menutup telepon, Mayra bergegas ambil jaket di gantungan baju, meraih kunci mobilnya dan sesegera mungkin menyalakan mobilnya. Mobilnya melesat terburu – buru menuju rumah mantan ibu mertuanya untuk menemui Rio. Hari masih pagi, ia berpikir secepat kilat bagaimana mengatasi masalah ini. Mungkin memposting kegiatannya di esok hari bersama Rio adalah hal paling tepat. Menipu publik memang. Tapi ia tidak punya pilihan lain karena ia juga ingin mempertahankan profesinya.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang