BAB 8

3 1 0
                                    

"Maaf, jam segini baru pulang." kata Mayra saat Raka sudah berada di hadapannya. Lelaki itu menatapnya dalam, seperti ada harapan yang sempat surut terpancar di wajahnya. Tanpa pikir panjang, Raka menarik pinggang Mayra dan memeluknya erat – erat. Mayra yang tidak siap dengan situasi itu hanya pasrah berada di pelukan Raka yang sungguh hangat.

"Aku kira kamu nggak bakalan ke sini," kata Raka, suaranya terdengar parau.

"Sekarang kan aku sudah jadi istri sah kamu, aku juga punya kewajiban untuk menjalankan peranku sebagai istri" perkataan Mayra membuat hati lelaki itu luluh seketika. Raka melepas pelukannya lalu mengelus rambut Mayra yang sudah lama ia kagumi. Ia memandang lekat wajah ayu itu. Meskipun begitu, Mayra masih saja menolak fakta bahwa Raka mempunyai perasaan padanya.

"Ayo masuk.." ajak Raka yang langsung diiringi anggukan Mayra.

"Kok kamu masih pake baju itu?" tanya Mayra sembari berjalan menuju pintu masuk.

"Males ganti baju," jawabnya asal. Bukannya tidak mau jujur, tapi ia tidak mau Mayra tahu betapa galaunya dia seharian menunggunya yang tidak kunjung membalas chatnya.

Diraihnya daun pintu sesaat setelah langkahnya mendekati pintu bercat putih. Raka mempersilahkan Mayra masuk terlebih dahulu.

"Di mana kamarmu? Aku mau ambil baju untukmu" tanya Mayra sembari meletakkan tasnya di sofa ruang tengah. Lama ia menunggu jawaban dari Raka. Ternyata lelaki itu terdiam memandang Mayra yang menoleh ke arahnya. Rambutnya yang terkibas pelan dan menampakkan lehernya yang jenjang mampu mencundangi jiwanya. Lututnya bergetar, sepertinya ia sudah tidak sanggup menahan cinta yang segera ingin diluapkan. Sayangnya, ia tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan cinta dalam bahasa tubuh. Ia takut Mayra menolak untuk disentuh atau bahkan melakukan hubungan intim. Tapi, bagaimanapun juga, wanita di hadapannya itu sudah menjadi istrinya. Ia berhak atas itu semua.

"Kenapa kamu diem aja, Raka? Kamu marah sama aku karena aku pulang malam – malam begini?" Mayra berjalan keluar kamar Raka dengan membawa baju ganti untuknya.

"Iya aku salah, seharusnya aku nggak usah datang ke studio tadi siang," tukas Mayra dengan nada bawel khasnya. Mulutnya yang manyun membuat lelaki itu tambah gemas. Perlahan Mayra meraih kancing baju Raka paling atas. Dibukanya kancing itu satu per satu, membuat jiwanya semakin menggelora. Tanpa aba – aba, Raka meraih kedua tangan Mayra, membuat wanita itu sedikit terkejut. Kemudian mata mereka saling bertemu. Jantung lelaki itu berdebar begitu hebat, bahkan Mayra pun bisa merasakannya. Dengan mencoba meyakinkan diri dalam hati, Raka meraih tubuh Mayra dan menggendongnya ke kamar. Tentu saja ia tidak siap.

"Raka?!" seru Mayra. Wajahnya memerah, sementara tangannya sedikit berontak karena merasa tidak nyaman. Namun apa daya, lengan kekar Raka yang mendekap erat tubuhnya sama sekali tak terpengaruh oleh tangan kecil wanita itu yang mencoba melawan.

Raka menurunkan Mayra di atas king bed kamarnya dengan sangat hati – hati. Tubuh Mayra terlihat kecil saat terkungkung oleh dada Raka yang bidang dan lebar. Mata mereka kembali bertemu, terutama Raka, yang melekatkan kedua bola matanya pada mata syahdu Mayra. Jantungnya semakin berdegup kencang saat pandangannya jatuh pada bibir basah Mayra yang begitu menggoda. Perlahan, Raka mendekatkan kepalanya. Waktu terasa berhenti saat bibir lelaki itu mendarat pada bibir basah Mayra. Ahh.. ternyata bibirnya lebih lembut dari dugaannya. Tubuhnya bergetar merasakan bahasa cinta yang tak pernah ia lakukan. Lalu, tanpa ragu ia mengulum bibir Mayra yang ternyata disambut oleh lidah lembut wanita pujaannya. Seperti dialiri listrik bertegangan tinggi, tubuh lelaki itu menggeliat merasakan kenikmatan tiada tara. Jantungnya berdetak luar biasa cepat, membuatnya hampir tidak kuat melanjutkan babak selanjutnya. Namun, di lain sisi, ia juga tidak sanggup menahan hasratnya yang semakin menggelora. Di tengah perasaan yang makin menggebu, tangan kekarnya dengan pelan membuka kancing atas dress Mayra. Tidak disangka, Mayra dengan sigap menahan tangannya lalu melepas ciumannya.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang