Ingin bersikap sok gak peduli, tapi tetep aja kepikiran
- Nadiv Dirgantara
***
Keadaan kafe yang bernuansa out door ini sangat ramai. Mengingat kafe ini baru beberapa hari yang lalu di buka. Dekorasi nya sederhana namun menarik. Dengan beberapa lampion yang di gantung di masing-masing sudutnya. Ada juga beberapa tanaman bunga yang tertata rapi disana. Dengan kursi yang terbuat dari kayu gelondongan yang di potong bulat. Menambah kesan alami di kafe ini. Juga banyaknya pohon-pohon yang cukup rindang membuat kafe ini teduh tanpa adanya atap buatan. Namun jika kondisi hujan, kafe ini juga menyiapkan tempat in door. Jadi para pengunjung tidak perlu khawatir.
Tepat di meja nomor 28, ada dua pasang remaja dengan seragam putih abu-abu nya tengah sibuk membolak-balik kertas buku pelajaran. Sesekali diantara mereka menyesap minuman atau memakan kentang goreng sebagai teman belajar.
Tampak seorang gadis mengerutkan keningnya ketika menemukan sebuah soal yang menurutnya rumit. "Ini maksudnya gimana, kak?" tanyanya seraya menyodorkan buku paket ke arah lelaki di depannya.
Lelaki itu langsung mengalihkan perhatiannya kepada buku yang di sodorkan gadis didepannya ini. Membacanya sebentar. Lalu matanya menerawang ke atas seolah tengah mengingat sesuatu. "Oh, ini gue pernah belajar dulu. Emang agak sulit, sih," ucapnya lalu mengambil buku kosong untuk mengerjakan soal matematika itu.
Beberapa kali lelaki itu mencoret angka yang menurutnya kurang tepat. Sampai beberapa lembar kertas terbuang karena belum juga menemukan jawaban. Gadis didepannya tidak tinggal diam. Ia ikut membantu mencari jawaban. Mengingat peran mereka disini adalah partner.
Gadis itu tersenyum sumringah. "Kayak gini bukan?" tanyanya sambil memperlihatkan hasil jawabannya.
Lelaki itu mengangguk senang. "Nah, iya. Gini yang bener," ucapnya.
Gadis bername-tag Rallin Natasha itu terkekeh. Kemudian menyesap jus mangga kesukaannya. Matanya menatap sekeliling kafe. "Padahal tadi kakak ngajak nya ke perpus, eh gak taunya malah kesini," ucapnya mengingat kalau partnernya ini tiba-tiba berubah pikiran dan mengajaknya belajar diluar.
Astan, lelaki itu pun terkekeh. "Sesekali lah belajar diluar. Biar gak suntuk. Biar keliatan lagi nge-date juga," selorohnya yang ditanggapi tawa renyah oleh Rallin.
"Kayak orang pacaran aja, sih," kata Rallin tertawa pelan. Kemudian melanjutkan membaca beberapa materi untuk olimpiade yang sebentar lagi akan di mulai.
Astan berdehem sebentar. "Gimana sama Nadiv?" tanyanya hati-hati.
Rallin menghentikan gerakan tangannya yang ingin membuka lembar kertas buku itu. Kemudian menaikkan pandangan menatap Astan lalu tersenyum. "Gimana apanya, kak?" tanyanya balik.
Astan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Tampak kikuk. "Ya, lo masih suka sama dia?" tanya Astan.
Rallin tersenyum tipis. "Masih," jawabnya singkat. Memang ia masih menyukai Nadiv. Ralat, bahkan mencintai lelaki itu pun masih. Nyatanya berhenti mengejar bukan berarti berhenti mencintai. Hanya saja berusaha merelakan.
Astan menganggukkan kepalanya paham. "Lo mau move on?" tanya Astan.
Rallin mengerutkan keningnya dalam kemudian tertawa. "Ya, mau lah, kak. Biar gak kebanyakan sakit hatinya," ucapnya sedikit becanda.
"Gue bantuin mau gak?" tanya Astan.
Rallin sedikit terkejut mendengar penuturan Astan. "Bantuin apa?" tanya Rallin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drowning In The Pain
Teen FictionBagaimana rasanya dibenci keluarga karena sebuah kesalahan yang tidak pernah kau lakukan? Bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang paling berarti untukmu? Dan... Bagaimana rasanya mengejar seseorang yang hatinya bukan untukmu? Ingin tahu rasanya...