He's Mine-17

773 59 0
                                    

"Kau tahu bukan tujuan ayah menyekolahkanmu di sini?" Pundakku dicengkram olehnya saat itu, berada di depan gerbang sekolah dasar, aku siswa pindahan kelas empat, bukan tanpa alasan dia memindahkanku untuk sekolah di sini.

"Aku mengerti, ayah." Aku tak bisa menolaknya meski aku tidak mau, matanya sangat mengerikan ketika menatapku dengan serius.

"Bagus! Pastikan kau berteman dengannya, tidak, maksut ayah, pastikan kau berpura-pura menjadi teman untuknya, untuk misi balas dendam kita." Misi balas dendam? Tidak, dia tidak sedang bercanda atau mengajakku menyelesaikan misi dalam permainan. Ini sungguhan, ya, aku benar-benar harus melakukannya, namun yang tidak aku mengerti, kenapa target ayah seorang anak kecil? Dan menjadikanku sebagai umpan?

"Pete!"

"Ya? Ayah?" 

"Ingat apa yang sudah mereka lakukan pada keluarga kita?" Setiap aku diam tidak memperhatikannya, dia akan meninggikan suaranya menyebut namaku, suaranya begitu lantang sampai membuat tubuhku gemetar karena terkejut.

"M-mereka.. penyebab kematian i-ibu.." Aku tidak mengerti cara berpikir orang dewasa saat itu, kenapa mereka sangat pendendam? Mereka selalu mengatakan, nyawa dibayar nyawa, seakan nyawa manusia ada di tangan mereka masing-masing? Semua manusia pasti akan mati, apa pun penyebabnya.

"Bagus, jadilah anak baik! Ayo, masuk." Bayangkan saja, anak usia sepuluh tahun, harus ikut serta dalam misi balas dendam ayahnya? Lebih lagi, anak kecil seusiaku juga ikut menjadi target.

Another Pov

Kilasan tentang masalalu tiba-tiba muncul di kepala, dimana terdapat seorang pria remaja yang sedang menangis di balik pintu kamarnya, mengurung diri karena takut akan teriakan di balik pintu itu. Orang dewasa di sana terus meninggikan suara. Bahkan beberapa perkataan kasar dan suara bantingan barang yang membuat ia semakin meringkuk.

Mencoba untuk menutup telinga dengan kedua telapak tangan, berharap tak lagi terdengar suara mengerikan, nyatanya hanya sia-sia. Hingga akhirnya hening yang tersisa, setelah pria dewasa di luar sana selesai melepas amarahnya.

Pria remaja itu memilih untuk merebahkan diri di atas kasur, sambil meringkuk, memeluk tubuhnya sendiri. Menutup mata dan berharap bahwa apa yang dia lihat dan dengar hanya sebuah mimpi buruk, berharap esok saat terbangun semuanya akan kembali baik-baik saja.

Sambil menatap diri dari pantulan sebuah cermin yang sudah tak berbentuk, dengan tubuhnya yang dipaksakan untuk berdiri tegak dan berwajah tegas. Ia bertanya kepada sosok di balik cermin itu, menanyakan, kapan semuanya akan berakhir? Aku sudah berusaha sekeras mungkin untuk melakukan yang terbaik, tapi kenaoa dia tidak bisa bangga padaku? Kenapa selalu buruk di matanya? Kenapa dia tidak pernah melihat usahaku? Lelah jika selalu mengingat kejadian mengerikan itu, kejadian yang sudah sejak lama ingin dilupakan.

Kamar itu menjadi saksi bisu, dimana mereka harus mengurung dan menangis sendirian ketika hal serupa terjadi, tanpa bisa melakukan apa-apa. Mengutuk diri karena terlahir menjadi manusia yang tak berguna, dan tidak pernah dibanggakan, bahkan saat sudah berhasil melakukan yang diperintahkan.

Mungkin untuk saat ini hal seperti itu tidak akan terulang kembali, karena masing-masing sudah tidak lagi bersama mereka.

Namun entah mengapa, kini terasa ada yang kurang dari hidupnya? Seperti merasa.. kosong? Karena sudah terlalu terbiasa dengan hal seperti itu, atau memang merindukan pria dewasa tersebut? Yang kini berhasil menjadikannya sosok pria tangguh dan kuat, layaknya keinginan sang pria dewasa yang mendidiknya dengan keras dan tegas itu.

He's Mine [VegasPete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang