Pukul tujuh pagi. [Name] terbangun karena suara jam weker yang terlalu berisik. Ia mematikan benda itu dan langsung menegakkan tubuhnya. Selama beberapa saat ia hanya diam di atas kasurnya, berusaha mengumpulkan kesadarannya yang masih di alam mimpi.
Setelah rasa kantuknya hilang, ia langsung turun dari ranjangnya. Kakinya memakai sandal tidur merah muda dengan motif kelinci. Ia berjalan masuk ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mandi.
Gadis itu memandangi pantulan dirinya di cermin. Seragam sekolah yang ia kenakan sedikit kekecilan, membuatnya ketat di beberapa bagian. [Name] mendengus pelan. Dia akan minta dibelikan seragam baru nanti.
[Name] melangkah kecil menuruni tangga. Dapat ia lihat kedua orang tuanya yang sudah duduk santai di ruang makan. Gadis itu menghampiri mereka dan menyapa keduanya.
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, Putriku. Ayo cepat duduk, hari ini ibu masak sarapan kesukaanmu." [Name] tersenyum mendengarnya. Ia menarik kursi di samping sang ayah sementara sang ibu menyajikan sarapan untuknya.
[Name] sedikit menunduk dengan tangan yang bergerak menyentuh beberapa bagian tubuhnya. Setelah itu ia menyatukan kedua tangannya dan berdoa. Kedua orang tuanya juga melakukan hal yang sama.
"Amen" lirihnya pelan. Ia meraih sumpit miliknya dan mulai menyantap sarapannya.
* * *
Suasana di sekolah pagi ini begitu cerah. Mungkin karena mentari bersinar terang tanpa membuat kulit terasa tersengat. Mungkin juga karena kehadiran seorang gadis yang sudah lama dikira tiada.
Hari pertama [Name] di sekolah disambut dengan baik. Para guru juga beberapa murid menyampaikan rasa syukur mereka padanya. [Name] merasa gembira karenanya. Namun itu berubah ketika ia diberitahu mengenai kelas barunya. Semua teman sekelasnya yang lama menjadi korban dari kecelakaan tragis beberapa bulan yang lalu. Memang ada tiga siswa yang selamat termasuk dirinya, tetapi dua lainnya dalam keadaan kritis dan masih di rawat di rumah sakit.
[Name] merasa iba pada mereka, juga sedikit rasa bersalah karena hanya dirinya yang selamat dari kecelakaan itu. Ia berpikir bagaimana seandainya jika ia ikut mati seperti teman-temannya, mungkin [Name] tidak akan pernah bertemu dengan sosok seperti Geto Suguru.
Lagi, ia memikirkan pria itu. Rasa cemas sering kali menghampirinya ketika mengingat ancaman Geto padanya. Sekarang ia bersama dengan keluarganya, tetapi tidak ada yang menjamin hal itu akan bertahan lama. Geto bisa muncul kapan saja dan melakukan apa saja.
Dia duluan yang mengusirku, berarti aku tidak melakukan kesalahan, aku bukan pelayan si kembar lagi, batinnya. Selalu ia sebutkan di dalam hati untuk menenangkan perasaannya.
Bel jam istirahat berbunyi. Dalam sekejap bangkunya sudah penuh dengan murid yang berkerumun. Mereka semua mengajak [Name] berkenalan dan mengajaknya makan siang bersama. Gadis itu menyambut mereka semua dengan senang hati. Tak menyadari ada sepasang mata yang sejak tadi memandangnya dari balik jendela kelas.
Surai hitam legam itu seketika menghilang saat [Name] melontarkan pandangan ke arahnya.
* * *
Siang yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Rutinitas menjemput si kembar tak pernah Geto lewatkan. Seperti biasa ia akan menunggu di depan gerbang dan kedua gadis kecil itu akan berlari ke pelukannya.
Namun, ada yang berbeda ketika ia melihat wajah Nanako dan Mimiko. Kedua gadis kecil itu terlihat sedih. Geto berpikir itu mungkin karena bukan [Name] lagi yang menjemput mereka. Ia sudah mempersiapkan berbagai alasan ketidakhadiran si gadis pada Nanako dan Mimiko.
KAMU SEDANG MEMBACA
<HIATUS> Come With Me || Geto Suguru
FanfictionAku tak pernah menyangka akan terlibat dengan orang seperti dirinya. Aku tak pernah menyangka bahwa tindakanku menyelematkan anak-anak itu akan membawaku padanya. Orang paling keji yang pernah kutemui. Dia menganggap manusia yang berbeda dengan dir...