03. Ini Gak Baik Buat Jantungku

80 86 44
                                    

Masa orientasi telah berakhir. Hari ini, kembali ku jejakkan kaki untuk memasuki gerbang sekolah tercinta, SMA Negeri 5.

Udara pagi yang dingin pun ku hirup dengan hati yang tenang. Oh iya, setelah hari MOS terakhir kemarin, aku ditempatkan di kelas X-9 dan rencananya nanti kelas ini akan dipencar kembali saat pemilihan kelas IPA dan IPS.

Bunda dari awal sudah bilang kepadaku, bahwa putri pertamanya ini harus bisa masuk ke kelas IPA, karena ia sudah termakan mitos belaka. Kalian tahu kan, mitosnya anak-anak yang masuk ke kelas IPS adalah anak-anak kurang pintar alias buangan dan anak-anak yang masuk kelas IPA rata-rata pada pintar dan setelah lulus tidak akan sulit mencari kerja, katanya sih. 

Nah, makanya Bundaku berkeras hati ingin aku masuk IPA. Padahal, aku saja berpikiran mau masuk kelas manapun sama saja dan bodoh atau pintarnya anak tergantung dari pendirian masing-masing.

Hari pertama masuk sekolah setelah MOS, ternyata aku duduk semeja dengan Shakayla, si gadis pelit senyum itu. Ini bukan suatu kebetulan sih kalau menurutku, karena kami sudah merencanakannya di hari terakhir MOS. 

Mengapa aku mau saja diajak semeja dengannya?. Yaps, karena menurutku diriku dan dia itu punya kesamaan, sama-sama anak yang kalem dan agak pendiam. Jadi, cocok kan?.

Setelah melewati beberapa  pengenalan Guru beserta mata pelajarannya di hari ini, aku dan Kayla bergegas ke Mushola untuk menunaikan kewajiban kami sebagai Umat Muslim. 

Selesai beribadah, Kami berdua pun mulai melangkahkan kaki menuju kantin. Kantin pusat ini sudah terlihat penuh dengan banyaknya siswa-siswi yang berjajan ria. Aku menghela nafas lesu, "Gue gak suka nih suasana yang begini." Gumamku.

"Kayaknya_" Belum sempat aku ucapkan sepatah kata, si Kayla sudah lebih dulu menimpal.

"Kayaknya aku gak jadi ke kantin. Aku gak suka ramai-ramai orang, bikin aku sumpek." Ucapnya.

Nampaknya kita memang sehati ya. Aku merasa bersyukur karena mempunyai teman baru yang ternyata sama sepertiku, tidak suka keramaian dan bising.

"Iya, aku juga gak suka. Seketika aku jadi gak nafsu makan liat pemandangan kayak gini." Ujarku.

"Yaudah, gimana kalau kita ke Koperasi aja, yuk!. Di sana tempatnya kan gak seluas ini dan pastinya orangnya gak akan sebanyak kayak di Kantin." Tuturnya memberikan solusi. Ku jawab dengan anggukan yang berarti sependapat dengannya.

Setelah membeli beberapa jajanan di Koperasi, kami pun menyantapnya di dalam kelas dengan suasana yang terbilang cukup tenang, karena kebanyakan dari mereka lebih memilih makan di luar kelas. Mengunyah sambil bercengkrama berdua seperti ini membuat kami terlihat lebih akrab.

Di luar ekspektasiku, Kayla orang yang banyak berbicara dan sesekali melemparkan candaan yang membuat kami saling tertawa. Ternyata, orang Introvert itu akan cepat akrab jika terus didekati, diajak ngobrol, apalagi jika temannya sudah faham sifatnya.

Di sela-sela obrolan, tiba-tiba ada seorang perempuan tak berhijab berkuncir kuda yang menghampiri kami.

"Hai, kamu Haura, kan?. Di depan kelas ada kak Dean tuh. Kamu disuruh ke sana." Ucapnya, kalau tidak salah ia bernama Gwen.

Aku terdiam sejenak, karena merasakan keanehan. Padahal kan MOS sudah berakhir dan untuk apa dia mencariku. "Apa dia mau bahas soal surat gue itu? duh, jangan sampe deh. Gue malu banget kalau ingat itu." gumamku dalam hati.

"Ra, kok bengong sih? kasian tuh kak Dean udah nungguin." Ujar Kayla.

Aku pun bergegas ke luar kelas untuk menemui lelaki jangkung tersebut. Sepanjang kaki ini melagkah, aku terus merapalkan doa, agar dia tidak membahas surat itu.

I Wanna Tell HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang