Ameera menatap nanar sebuah kartu berlapis emas di atas mejanya. Nama Richard dan Riska tercetak besar di atas kartu tersebut. Melihat nama Richard mengembalikkan ingatan Ameera pada saat mereka pertama kali bertemu lima tahun yang lalu.
Richard Pangaribuan. Seorang pengacara handal berparas tampan, berkulit sawo matang, tubuhnya tinggi tegap. Wajahnya memiliki alis lebat yang menampakan kejantanannya. Iris mata cokelat yang tajam, hidung lurus tidak mancung maupun pesek. Bibir tebal yang menggoda wanita mana pun untuk mengecupnya. Dengan paras tampan dan karir yang baik, wanita mana yang tidak tertarik kepadanya?
Begitu juga dengan Ameera. Pertemuan pertama mereka di sebuah kafe berlambang putri duyung berhasil menyatukan mereka. Kesalahan yang dibuat Ameera karena tanpa sengaja menumpahkan sebagian minumannya pada kemeja Richard berlanjut dari pertemuan pertama pada pertemuan selanjutnya.
"Maaf atas kejadian sebelumnya. Dan ini sebagai permintaan maafku atas kesalahanku," kata Ameera sembari menyodorkan sebuah paper bag putih di atas meja ke arah Richard.
Pria tampan itu tersenyum. "Aku sudah mengatakan jika itu bukan salahmu. Jadi, kamu tidak perlu repot-repot seperti ini."
Ameera menggelengkan kepalanya. "Salahku. Aku yang tidak hati-hati dan tidak melihat sekelilingku saat itu sehingga ketika aku membalikkan tubuhku, aku yang tidak tahu ada kamu berdiri di belakangku sukses menumpahkan kopiku ke dadamu."
"Hm.. Baiklah. Akan aku terima ini untuk melegakan hatimu," ujar Richard.
"Thank's..." balas Ameera sumringah. Hatinya benar-benar lega sekarang.
"Jadi, apakah aku boleh tahu namamu?" tanya Richard membuka percakapan lagi setelah untuk beberapa menit mereka terdiam. "Begini, setidaknya kamu sudah tahu namaku dari kartu nama yang aku berikan kepadamu saat itu. Sedangkan hingga saat ini aku masih belum tahu namamu. Jadi, bolehkah aku tahu namamu?"
"Ah... Boleh. Tentu saja boleh. Namaku Ameera Diana."
"Ameera... Nama yang cantik seperti pemiliknya," puji Richard tulus. Karena sejak pertemuan pertama mereka, dia memang menunggu perempuan ini menghubunginya. Terutama setelah Ameera meminta kartu namanya untuk mengganti kemejanya. Padahal saat itu Richard sudah mengatakan bukan salahnya. Tapi, Ameera bersikukuh jika itu salahnya. Sehingga, Richard pun memberikan kartu namanya. Dan siapa sangka Richard menantikan wanita berwajah mungil ini menghubunginya.
"Terima kasih. Nama itu pemberian mendiang ibuku."
Merasa tidak enak Ricard memberikan rasa bela sungkawanya dan mengalihkan pembicaraan mereka ke hal lain yang berlanjut lama kepada pertemuan berikutnya. Lagi dan lagi. Hingga ketika Richard yakin jika Ameera yang memiliki wajah mungil, alis tipis , bibir tipis, hidung bergaris lurus dan mata yang tidak besar tapi indah karena dihiasi bulu mata yang panjang adalah untuknya. Tanpa ragu dia meminta Ameera menjadi kekasihnya setelah tiga bulan mereka berteman. Hubungan mereka semakin hari semakin dekat. Richard yang meski sibuk di tengah karirnya sebagai pengacara para artis papan atas, tetap menyempatkan diri untuk bertemu dan memberi waktu untuk Ameera. Bahkan mereka pun sempat merayakan hari jadi mereka dari yang pertama sampai yang ke empat tahun.
Namun, siapa sangka setelah tiga bulan merayakan hari jadi mereka, saat itulah hubungan mereka harus berakhir. Perselingkuhan yang dilakukan Richard seperti menumpahkan tinta merah ke atas kertas putih bersih. Tak bisa dihapus dan hanya bisa dibuang.
Kala itu Ameera hendak mengantarkan makan siang ke kantor Richard. Sebagai kejutan ia sengaja tidak menghubungi kekasihnya itu. Hanya saja seharusnya momen itu menjadi hal yang indah, mengingat kebersamaan yang selama ini selalu mereka lakukan dan sudah dua minggu mereka tidak bertemu akibat kesibukan Richard dan Ameera yang sedang memiliki banyak permintaan dari para customer langganannya, maka ia pun berinisiatif untuk menghampiri kekasihnya. Siang itu, seakan takdir sedang berpihak kepadanya, kebetulan meja asisten Richard yang terletak di depan ruangannya kosong. Maka Ameera langsung membuka pintu ruangan kekasihnya dan detik itu juga matanya terbuka lebar. Kotak makanan yang dibelinya untuk Richard jatuh ke lantai. Mengejutkan pasangan sejoli yang sedang asik bercumbu di siang hari. Dan yang lebih mengejutkan lagi ketika Ameera melihat wajah perempuan yang sedang duduk nyaman di atas pangkuan kekasihnya adalah sepupunya sendiri. Sepupu yang selama ini selalu bersamanya. Sepupu yang selama ini menjadi teman terdekatnya. Tempat curhat sekaligus orang yang dia percaya dari siapapun!
Saat itulah Ameera merasa dunianya runtuh. Pengkhiantan yang dilakukan pasangan itu sukses membuat ia kehilangan arah. Selama satu minggu lamanya ia mengurung diri di dalam apartemennya. Sudah tiga kali juga Richard mengunjungi apartemennya yang tidak sekalipun dibukakan pintunya oleh Ameera. Ia menangis, memukul, bahkan menampar pipinya untuk meyakinkan dirinya jika semua ini adalah mimpi. Sayangnya harapannya tidak terkabul. Pengkhianatan yang dilakukan Richard dan Riska adalah nyata. Rasa putus asa dan ingin mengakhiri hidup kerap kali muncul di dalam benaknya. Tapi, Ameera berusaha untuk bertahan. Ia mencoba menguatkan diri dengan mengunjungi salah satu teman sekolahnya yang sekarang telah menjadi psikolog. Untunglah beberapa kali pertemuan berhasil menenangkan hati Ameera dan setelah empat belas berlalu hari barulah ia berani melakukan aktifitas seperti yang biasa ia lakukan. Juga berani bertemu dengan Richard untuk berbicara secara empat mata dengannya.
Di tempat ini, sekali lagi mereka duduk berhadapan sama seperti ketika untuk pertama kalinya mereka duduk berhadapan. Hanya saja kali ini suasana di antara mereka berbeda. Tidak ada kehangatan. Tidak ada keramahan. Dan juga tidak ada senyum yang menghiasi bibir mereka.
"Apa kabarmu?" tanya Richard memulai percakapan.
Butuh waktu beberapa detik bagi Ameera sebelum akhirnya menjawab, "As you can see, aku baik-baik aja. Dan terima kasih sudah mau datang."
Richard tidak menjawab. Ia hanya memandang wajah Ameera dengan rasa bersalah yang memenuhi hati dan benaknya. Ingin rasanya ia memeluk tubuh rapuh Ameera. Tapi ia sadar bahwa itu sangatlah mustahil. Dan semua itu karena kesalahannya. Kesalahan yang tak layak untuk dimaafkan. "Maafkan aku, Ameera," ucap Richard tulus.
Ameera memandang Richard nanar. Pandangan matanya penuh dengan luka dan pertanyaan. Namun, bibirnya terkatup rapat. Meski begitu tidak dengan hatinya. Hatinya terus bertanya-tanya. Mengapa kamu tega melakukan hal itu kepadaku? Apa salahku sampai kamu tega melakukannya kepadaku? Ke mana rasa cinta yang kamu ucapkan kepadaku selama ini? Apakah semua itu kebohongan ataukah memang kebenaran?
"Tak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah terjadi. Layaknya nasi yang telah berubah menjadi bubur. Tak ada yang akan berubah meskipun kamu minta maaf sekalipun," sanggah Ameera dingin. Di hadapannya Richard memandang wajah Ameera dengan raut terkejut. Tidak menyangka jika suara dan kata-kata Ameera akan sedingin itu. Yang berarti tidak ada pintu maaf baginya. "Hanya ada satu hal yang ingin aku tanyakan kepadamu."
"Katakan saja," sahut Richard cepat.
Ameera menelan salivanya dengan sulit sebelum membuka suaranya. "Apakah kamu mencintaiku?"
Richard terperangah. Ia memandang Ameera dengan hati hancur lalu mengangguk pelan. "Ya Ameera. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Tapi..."
"Cukup," potong Ameera cepat. "Aku sudah mendapatkan jawaban yang aku tanyakan. Selebihnya aku tidak peduli dan tidak membutuhkannya. Termasuk penjelasanmu dan kisah cintamu dengan perempuan itu. Kamu tau kenapa? Karena lagu yang kita putar telah berakhir. Dan kamu lah yang menghentikannya. Jadi, aku harap kamu mengerti."
"Baiklah," jawab Richard dengan bahu lunglai. Kekecewaan tersirat jelas di dalam manik cokelatnya. Padahal ia berharap Ameera memberinya kesempatan untul menjelaskannya. Di sisi lain ia pun mengerti alasan wanita itu menolak untuk mendengarnya. Ia telah melukai wanita yang dicintainya. Masih layakkah bagi dirinya untuk mengecap kebahagiaan? Dan masih adakah pintu maaf juga kesempatan kedua baginya?
"Aku rasa pertemuan ini telah selesai. Aku telah mendapatkan jawaban yang aku cari. Selain itu aku ada janji lain. Jadi, aku undur diri." Ameera meraih handbag-nya dan bangkit berdiri. Namun, panggilan Richard menghentikan gerakannya.
"Ameera... Sekali lagi maafkan aku dan aku harap kamu bahagia," ucap Richard tulus.
Ameera memandang iris Richard lekat-lekat. Dari balik bulu matanya dia bisa melihat dengan jelas mata pria itu sudah memerah. Kesedihan tersirat jelas di dalam sana. "Terima kasih. Kamu juga."
Selesai mengatakannya Ameera melangkahkan kakinya dari situ dengan bahu tegak. Meninggalkan pria yang dicintainya di belakang sana. Menutup lembaran halaman terakhir dari kisah cintanya dengan Richard. Segala kenangan di antara mereka berputar bak kaset film yang menampilkan setiap kenangan demi kenangan mereka selama empat tahun ini. Tanpa bisa menahan emosi dan kesedihannya lagi, sebulir bening kristal mengalir di atas pipinya. Ameera meraih kacamat hitam dari dalam handbag-nya dan mengenakannya. Ia masuk ke dalam mobil dan membawa mobilnya berlalu dari situ dan menutup buku asmara dirinya dan Richard untuk selama-lamanya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Ring
RomantizmMengenakan sebuah cincin emas pemberian mantan kekasihnya sukses mengubah kehidupan Ameera Diana. Di mana cincin tersebut memiliki sihir yang membuat Ameera harus menjalani kehidupan baru sebagai seorang istri dari Anthony Bragantara. Seorang dokter...