tujuh

614 109 5
                                    

"Haerin itu tempat singgah,
bukan untuk tinggal."

|

Haerin berdiri kaku di depan kamar Hyein, bingung harus mengambil tindakan macam apa.

Reaksi si bungsu sama sekali tak disangka-sangkanya.

Hanni, sang saksi mata keributan memilih tutup suara, tak mau ikut campur urusan keluarga Haerin.

Hyein, yang Hanni kenal sebagai gadis tenang dan menerima keadaan, justru kali ini paling terpukul kendati ini bukan kali pertama Haerin pergi.

Bukan hanya Hyein, namun Haerin lagi-lagi meninggalkan Hanni.

Haerin bungkam soal alasan kembali ke luar kota, hanya "kerja kok, nanti juga balik sini," dan tak acuh bahwa hal itu jelas mendadak bagi orang-orang yang dikasihinya.

Hanni tahu, Haerin punya cukup uang untuk hidup sehingga segala bentuk usaha yang Haerin geluti untuk mendapatkan dana jelas tak masuk akal.

"Hyein, ngertiin kakak dong.."

Belum ada sahutan, Hyein benar-benar cuek padanya.

Haerin menghela napas, berbalik menatap Hanni yang tersenyum pilu.

"It's okay, sayang."

Hanni membawa kekasihnya ke dalam pelukan hangat.

Seandainya Haerin tahu bahwa tak hanya Hyein yang terluka jika ia harus pergi lagi.

|

"Hyein.."

Hanni menutup pintu kamar Hyein dengan perlahan, melihat adik dari kekasihnya itu tengah terduduk lesu di atas ranjangnya.

"Kak Hanni tau?" tanya perempuan muda itu tiba-tiba tepat ketika Hanni duduk di kursi belajar Hyein.

Hanni mengernyit.

"Of course not, kakak sendiri juga kaget waktu kakakmu itu bilang mau balik ke luar kota besok pagi."

Hyein melirik Hanni melalui pundaknya; sembab pula mata perempuan jangkung itu dilihat Hanni.

Hanni paham betul perasaan itu.

"Aku nggak mau kak Haerin pergi lagi, kak. Aku pikir ini cuma sekali-"

Hanni menghela napasnya ketika tangis Hyein kembali pecah hingga menjeda kalimatnya.

"Haerin itu perlu kerja, Hyein."

Tapi, Hyein menggeleng.

"Kak Haerin udah punya segalanya, kak! Uang, rumah, harta! Buat apa dia cari lagi?"

Hanni tak membalas, kenyataannya memang benar; Haerin punya segalanya, bukan seperti Hanni yang sederhana dan harus memperjuangkan hidupnya.

Hanni menatap Hyein yang masih menatapnya, menuntut kejelasan.

Lagi, Hanni menghela napas.

"Kakak juga nggak tau, In."

Hyein terdiam sejenak, menarik napas dalam dan mengangguk sambil membuang tatapnya dari Hanni.

Keduanya bersatu dalam hening, hanya menggema denting jam yang memenuhi ruang senyap itu.

"Besok, Hyein ikut anterin kak Haerin ke bandara."

Hanni sontak mendongak, melihat Hyein yang menatap kosong ke arah pintu.

Hyein tersenyum getir.

"Hyein nggak tau kapan kak Haerin bakal pulang lagi, jadi Hyein harus lihat kak Haerin sebelum dia pergi."

Hanni terhenyak.

|

Hyein menatap Haerin dengan kilau sungkawa itu lagi dan lagi, tangannya menggenggam erat lengan jaket yang Haerin kenakan.

"Kakak janji kakak bakal pulang, Hyein jaga diri ya? Jaga kak Hanni juga."

Hyein mengangguk lemah, sementara Hanni menatap kakak beradik itu sendu.

"Gimana sama kak Isa?"

Kali ini, Haerin mengalihkan fokusnya dari Hyein untuk melihat keadaan Hanni yang berdiri dengan netra teduhnya; tak lebih baik dari kondisi Hyein.

"Aku nggak tau, tapi aku yakin dia bakal pulang. Paling nggak, kalo aku nggak pulang-"

"Jangan bilang gitu! Kakak nggak peduli sama Hyein?"

Tersentak, Haerin menoleh mendapati Hyein yang kembali berkaca-kaca.

Haerin buru-buru menggeleng.

"Bukan gitu, dek. Maksud kakak, mungkin kak Isa bakal lebih cepet pulangnya daripada kakak.."

Hyein tak mau mendengarnya, perempuan muda itu memeluk Haerin erat-erat karena takutnya kehilangan sang kakak.

Haerin menggenggam lengan Hyein yang melingkari lehernya, menghirup aroma manis adiknya.

Lalu, dilihatnya netra Hanni yang sendu; Haerin nyaris melupakan kekasihnya sendiri, ia terlalu fokus dengan orientasinya.

Haerin menghela napas, menarik Hyein dari pelukannya dan menatapnya sendu.

"Kakak bakal pulang, Hyein."

Hyein mengerjap, jelas tak mempercayainya.

Namun, Haerin berpaling kepada Hanni dan menghampirinya.

Hanni tersenyum, "it's okay. I love you so much, Rin. Aku percaya sama kamu, aku bakal jaga Hyein buat kita."

Anehnya, Haerin hanya bisa menatap sang kekasih tanpa rasa.

Seolah, Haerin tak pernah berdiri di hadapan Hanni sebelumnya.

|

Haerin hanya tahu seperti apa rasanya hadir di tengah lingkup manusia baru, yang memberinya secercah warna kehidupan.

"Haerin! Yaelah, betah amat sih di Bandung!"

Haerin menoleh, mendapati rekan kerjanya, Kyujin tengah berjalan dengan wajah sumringah.

"Yuk, udah ditungguin anak-anak!"

Kyujin merangkul pundaknya dengan akrab, tak peduli bagaimana wajah Haerin yang memerah dan kedua matanya yang cukup membengkak setelah menangis selama penerbangan.

Haerin hanya bisa diam.

Tanpa tahu bagaimana ia bisa berakhir di tempat ini.

Tak tahu bagaimana akhir dari cerita ini.

Haerin hanya bisa berharap-harap.

Semoga, Tuhan mendengarnya.

Haerin hanya ingin bersama Hanni.

|

2023, written by applefalls.

Asmalibrasi • Kittyz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang