"Sudut pandang yang beda,
beda pula penyelesaiannya."|
Hanni menatap Haerin dari ujung kepala hingga ujung kaki, berkali-kali hingga membuat perempuan bermata kucing itu bergerak gelisah.
"Kita cuma temen ngobrol."
Hanni mendengus, merasa lucu.
"Aku nggak tau kamu kerja kayak gitu. Apalagi? Kamu juga tau kalo dia mantannya Dani?"
Haerin mengerutkan kening, mulai tak suka akan nada bicara kekasihnya yang kini menatap Haerin dengan begitu sinis.
"Kamu ngomong apa? Aku sama sekali nggak tau soal mantannya. Yeseo nggak pernah nyebut nama Dani, yang aku tau cuma mantan pacarnya itu nggak selesai sama masa lalunya. Siapa sangka masa lalunya itu kamu."
Sekarang, Hanni balas mengernyit tak suka — kenapa malah dia yang kesannya ikut terseret dan disalahkan di sini?
"Kok jadi aku? Masalah kita itu selalu ada di kamu, Haerin! Kamu tinggalin Bandung buat kerja di sini, taunya sekalian nemuin cewek lain."
Hanni menggertak, rasanya makin gerah ketika Haerin hanya diam tanpa membalas tuduhannya — seakan kekasihnya itu membenarkan tuduhan yang ia lontarkan.
Haerin memalingkan wajah, enggan menatap Hanni yang makin berang.
"Kenapa buang muka? Kamu sadar kamu salah? Hey, look at me!" Hanni maju, mendekatkan wajahnya dengan Haerin yang terpaksa menatapnya lagi.
Keduanya saling berpandangan, Hanni membelalak ketika netra kucing Haerin yang selalu tenang, sekarang tak kalah sengit.
"Aku nggak pernah salah, Hanni. Asal kamu ingat, semua masalah ini terjadi karena kamu dan masa lalu kamu itu," tuding Haerin dengan telunjuknya di depan wajah Hanni, jelas mulai terbawa suasana.
Hanni tercenung sementara napas Haerin menderu, pertanda bahwa emosi Haerin tak dalam kondisi stabil untuk Hanni terus beradu argumen dengannya.
"Oh, jadi ini semua salahku? Iya?"
Tapi, bagaimana pun juga — ego Hanni jauh lebih besar daripada simpatinya. Haerin bergeming, membiarkan Hanni menuduhnya sebagaimana ia kehendaki.
Setelah berhasil menenangkan dirinya, Hanni mundur beberapa langkah untuk menghindari kontak apapun dengan Haerin yang masih menatapnya marah.
"Kamu bener. I'm the one to blame."
Hanni menunduk, memperhatikan jari-jari tangannya sendiri; Haerin benar, dia adalah akar permasalahan dalam hubungan mereka.
Hanni yang mudah cemburu, Hanni yang mempermasalahkan hal-hal kecil yang seharusnya tak perlu dipermasalahkan, Hanni dengan masa lalu yang belum selesai, Hanni yang membuntuti Haerin sejauh ini hanya karena keraguan besar dalam hatinya.
Bagaimana kalau Haerin tak lagi mencintainya?
"Terserah mau berapa kali lagi kamu raguin cintaku, Hanni."
Hanni memejamkan matanya.
"Aku bakal selalu ada buat kamu. Aku bakal selalu cinta sama kamu, meskipun aku harus melawan dunia ini demi dapetin cinta kamu seutuhnya, aku bakal lakuin itu."
Haerin menghela napas, menarik bahu Hanni untuk dibawanya dalam pelukan hangat — Hanni merasa bodoh.
Haerin diam, jari jemarinya menelisik surai gelap Hanni dan mengelusnya begitu lembut seperti Hanni adalah barang yang mudah pecah.
![](https://img.wattpad.com/cover/332992109-288-k794323.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmalibrasi • Kittyz ✓
FanfictionHaerin, Hanni, dan kalibrasi asmara yang menggandeng liku roman beranjak dewasa. copyright: February 2023, written by applefalls.