lima belas

553 99 5
                                    

"Haerin harusnya juga tau, pacaran sama Hanni nggak gampang."

|

Isa hanya bisa diam esok paginya.

Setelah Hanni usai menceritakan kejadian yang sukses membuat pribadi sedingin kutub Haerin sepanas sahara setelah bertemu dengan seseorang, Isa tak mampu mengatakan apapun.

"Tapi kalian aman, 'kan?" adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir perempuan itu.

Hanni terlihat bingung sesaat, memperhatikan arah dagu Isa yang menunjuk pada Haerin yang duduk di kursi halaman belakang rumah ditemani Hyein yang mengoceh bebas.

Hanni menghela napas.

"Aman sih, 'kan ada aku."

Isa terkekeh dan menggelengkan kepala sontsk membuat Hanni menggantung kalimatnya.

"Kamu lupa kalo tujuan Haerin keluar itu buat nyari kamu?"

Hanni melongo lucu, "maksud kakak?"

Isa menghela napas, "iya pastilah ada kamu di situ. Haerin bisa sampai parkiran karena cari kamu juga, kalo nggak pasti di Haerin udah babak belur kayak dulu lagi."

Hanni mengernyit, baru kali ini ia dengar cerita asing dan baru soal sang kekasih yang belum pernah didengarnya sampai sekarang.

"Babak belur? As if.. berantem sama orang?"

Isa diam sejenak, memperhatikan Hanni dengan seksama.

Isa akhirnya mengangguk, "iya. Aku lupa kalo kamu sempat pisah dari Haerin juga, pantes nggak tau Haerin yang nggak karuan. Tapi iya, Haerin sempat jadi tukang berantem yang bikin papi harus ambil cuti buat ngurusin kasus dia yang sempet dibawa ke ranah hukum."

Hanni terhenyak, "Haerin itu? Haerin pacarku?"

Isa terkekeh geli, mengangguk.

"Iya, pacarmu. Wajar kalo kamu kaget, aku sendiri juga kaget waktu tau adikku yang anteng dan diem itu bisa berubah drastis cuma karena orang yang dia sayang jadian sama orang lain sebelum dia sempet ungkapin perasaan."

Hanni terdiam, mendadak merasa bersalah.

"Berapa lama dia kayak gitu?"

Isa terlihat berpikir, "cukup lama sih, mungkin ada sekitar tiga bulan sebelum keributan dia jadi pecah banget waktu ngehajar orang sampai orangnya kritis."

Hanni menghela napas, ia tatap Haerin yang sama sekali tak beranjak sementara Hyein senantiasa duduk di sampingnya, masih asyik berceloteh ria.

Hanni hanya tak menyangka bahwa kehadirannya begitu berarti bagi Haerin.

|

Hyein sesekali melirik Haerin.

Perempuan bermata kucing itu tak membuka mulutnya sedari tadi, bahkan Hyein yakin bahwa kakaknya itu tak benar-benar mendengarkannya bercerita.

"Kakak kok diem aja kenapa sih? Ada masalah?"

Haerin bergeming, netra menatap lurus ke depan tiada bosan-bosannya. Hyein cemberut lalu mendengus kesal dan membuang wajahnya dari Haerin.

"Sejak kemarin kakak aneh tau. Hyein 'kan bingung.." lanjut Hyein, mencoba mengetahui isi pikiran kakaknya dengan pancingan kecil.

Haerin membuang napas kecil, tak kunjung ia sahut pertanyaan demi pertanyaan dari adiknya.

"Kakak berantem lagi sama kak Hanni?"

Hyein tahu jika ia bisa mendapatkan perhatian kakaknya itu hanya dengan menyebut nama Hanni dan memang benar, Haerin kali ini melirik Hyein yang menatapnya dengan binar harap, Haerin membuang napas berat, "kamu dapet kesimpulan dari mana sampai ngomong gitu?"

Haerin justru terkesan marah, Hyein menelan ludahnya sebelum mengedikkan bahu.

"Ya.. cuma asal tebak! Kakak 'kan selain masalah yang ada hubungannya sama kak Hanni biasanya juga cuek-cuek aja."

Haerin masih tetap menatap Hyein, kemudian netra gelap itu bergulir ke depan lagi.

"Kamu tau Danielle?"

Mendengar nama yang sudah bertahun-tahun terkubur dalam rekam memori, Hyein terlihat berpikir sejenak.

"Danielle.. Danielle... temen kakak, ya? Yang kayak bule itu?"

Haerin menatap Hyein lagi, terlihat tak yakin untuk mengiyakan.

"Iya, tapi dia bukan temen kakak. Danielle itu mantan pacarnya kak Hanni. Kamu inget?"

Seolah mengingat kejadian penting yang nyaris terkubur dalam masa lalunya, Hyein melotot dan mengangguk antusias.

"Hyein inget! Kenapa dia?"

Haerin menggeleng.

"Kemarin kakak ketemu dia lagi. Dia dateng ke kak Hanni, minta kesempatan supaya bisa balikan lagi. Padahal dia tau kalau kak Hanni itu pacar kakak sekarang."

Baru kali ini, Hyein mendengar nada bicara kakaknya terdengar begitu lemah; tak ia sangka bahwa sifat rapuh itu terdapat dalam diri Haerin yang dingin dan tertutup selama ini.

Hyein menghela napas, "kakak jangan khawatir, Hyein percaya kalo kak Hanni nggak akan ninggalin kakak cuma karena mantan pacar-"

"Kamu nggak tau, Hyein."

Hyein terdiam, memperhatikan lekuk dalam pada kening Haerin yang kini menatap ke depan dengan kilat emosional.

"Danielle itu sempurna. Dia cantik. Dia baik. Dia sabar. Dia rasional dan yang pasti, nggak pernah ninggalin Hanni cuma karena hal kecil. Dia selalu ada buat Hanni, setiap hari. Setiap waktu. Dia punya segalanya yang kakak nggak punya, Hyein."

Hyein merapatkan bibirnya. Apakah sungguh, Haerin pikir dirinya serendah itu?

"Dia juga nggak punya apa yang kakak punya, kok."

Kali ini, pernyataan Hyein berhasil menarik perhatian Haerin dan membuatnya menatap adiknya.

"Apa?"

Hyein tersenyum.

"Pengorbanan kakak. Hyein yakin dia nggak punya itu. Nggak akan sebanding sama kakak yang ngerelain kebahagiaan kakak demi kak Hanni yang kakak sayang."

Haerin diam, ia tatap manik teduh adiknya dalam-dalam.

"Hyein cuma pengen kakak tau kalau manusia itu nggak sempurna, kak, dan itu nggak masalah."

Hyein mengulurkan tangannya, meraih dan menggenggam tangan Haerin yang terkulai lemah di atas meja yang memisahkan keduanya.

Hyein hanya ingin Haerin tahu betapa berharga Haerin baginya.

|

2023, written by applefalls.

Asmalibrasi • Kittyz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang