# 00.06

18 2 0
                                    

"ayah, putri kecilmu tidak tumbuh dengan sempurna. banyak luka didalamnya."

️☁️☁️

aku menangis lagi, aku masih menjadi anak kecil, ternyata tak cukup dewasa aku mewajarkan segalanya.

kenapa dengan diamku? diamku selalu saja membuat kalian terusik. tapi aku lebih nyaman dengan diam jika dengan kalian, setidaknya aku tidak terlalu berpura-pura dihadapan kalian? apa aku harus selalu sulam senyum agar kalian terus menerus bisa melihat bahagiaku yang palsu?

aku melakukan kesalahan. kubuat seisi rumah marah dan kesal dengan sifat kekanakanku yang suka diam. hingga aku melakukan kesalahan yang menjadi celah mereka untuk menghujaniku dengan makian.

"tolong bukakan bungkus nasinya, kami mau makan malam, udah mau Maghrib ini," ucap ayah di dalam kamar mandi.

aku yang sedari tadi diam memainkan ponsel, dengan sedikit tidak bersemangat aku menghampiri meja makan untuk membuka tiga  bungkus nasi kuning untuk mereka makan, soal makan malam ku? aku lagi-lagi tidak makan, alasan klise nya malas makan, alasan yang sesungguhnya takut pengeluaran ayah terlalu banyak kalau beli nasi bungkus terlalu banyak. setidaknya aku tidak terlalu merepotkan buat mereka?

"capek banget, tinggal buka bungkus nya aja terus makan udah beres, kenapa sih minta tolong juga!" dumel kecilku yang di dengar mama.

mama langsung menyambar menjawab, "aduh segitunya!" seru mamaku dengan suara melengking.

jleb.

deg.

aku merasakan firasat buruk. aku berkata salah. aku blunder.

ayah keluar dari kamar mandi bertanya pada mama, "kenapa?"

"buka sendiri aja jah katanya nasi bungkusnya! segitunya banget!"seru mamaku.

"mama! nih Maghrib jangan mancing!" seru ku cepat berharap ini berhenti sampai sini. tapi aku salah.

"aih kenapa gitu kamu!? kalau gak mau gak usah bantu! kasar bangat kata-kata nya gitu, udah ayah bilang kan ayah tawarin buat beli juga tapi gak mau kan! kenapa kamu gini kasar banget kata-kata nya, gak mau banget buat saling bantu! kita ini keluarga!" seru ayahku dengan emosi nya meledak.

ayah berjalan membanting pintu, aku terdiam. "ber iblis di rumah ini, mau dekat Maghrib ada aja masalahnya, berhantu semuanya disini! gak ngerti lagi aku deh!" emosi ayah, "kamu pikir ayah gak stress disini? ayah juga stress kali! mau kabur dari rumah ini, pergi kemana aja! capek tahu ayah! bangsat banget!"

"heran, kalau dekat Maghrib ada aja masalah, mau kamu itu apa sih? ayah gak ngerti." emosi ayah masih meledak-ledak.

"cuman buka bungkus nasi ini ayah juga bisa!" ucap ayah sambil membuka bungkus nasi dengan kasar "tapi kita ini keluarga saling bantu dong! kamu ini dasar! kasar banget tadi kata-kata nya. Pemalas banget sampai gak mau bantu gini doang!"

aku diam. meski isi kepalaku sudah berisik ingin memberontak.

aku yang salah.

aku yang jahat.

aku yang paling gagal.

ayah kenapa begitu mudah melontarkan kata kata kasar? aku sakit.

anakmu terluka, karena omongan ayah.

aku berjalan mengambil wudhu berniat sholat Maghrib, bahkan sholat kurasa sekarang sudah menjadi formalitas saja, aku penuh dosa sekali, ku masuk kamar ku tatap pakaian yang tidak kering tertumpuk padahal awalnya ter-jemur rapi, karena adikku yang main bola dikamar itu jadi berantakan lagi, aku lelah, aku menghela napas kasar.

"sepeda motor gak ayah masukin, kalau mau belanja ambil aja uangnya." ucap ayahku dengan santai padaku. seakan tak terjadi apa-apa sebelumnya.

kenapa susah sekali si untuk bilang maaf. terkadang bukan uang yang aku inginkan dari ayah, tapi kata maaf yang tak pernah kudengar dari ayah selama aku menjadi anak ayah.

aku diam tak menjawab. aku memilih sholat. baru takbir aku sudah menangis.

cengeng sekali aku. benar aku masih anak kecil, hatinya masih saja mudah menangis. dan aku tidak suka ini. sekuat usahaku membentuk diriku yang tangguh dan angkuh di hadapan keluargaku, tapi kalau dihadapkan posisi seperti ini aku selalu tak bisa menahan sakitnya.

semakin di pendam semakin sakit.

ketika usai sholat aku buru-buru menghampiri adikku yang baru selesai mandi, kutarik lengannya untuk masuk kamar, tanganku menunjuk jemuran yang ditumpuknya, "benerin ke semula!" ketusku dingin.

setelah mengucapkan itu aku pergi, meski aku tahu adikku pasti sedang berada di perasaan kesal sekaligus iba padaku.

maaf adik, aku jadi kakak yang jahat dalam ingatanmu.

kita sama-sama terluka.

☁️☁️☁️
02.03.23

Dongeng 00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang