Kesalahan terbesar dalam hidup adalah melakukan kebohongan untuk menutupi kesalahan yang kita perbuat. Begitulah yang terjadi pada Clarissa pagi ini. Saat ini ia tengah disidak oleh atasannya karena 20 menit keterlambatannya. Semua ini terjadi karena mobil tuanya yang tidak bisa diajak kerjasama di hari senin.
Sebenarnya pagi ini ia berangkat tepat waktu, hanya saja mobilnya memutuskan untuk mogok di tengah jalan dan betapa tidak beruntungnya harus terjadi tepat di titik macet. Klakson berbunyi dari mobil mobil di belakangnya.
Clarissa berusaha memanggil montir langganan, tetapi sungguh disayangkan kemacetan menyulitkan montir menemuinya dengan cepat sehingga kemacetan semakin menjadi-jadi. Akibatnya ia sukses menimbulkan kekacauan di tengah jalan.
"Saya terjebak macet karena mobil mogok di depan saya, Pak."
Tanpa rasa bersalah Clarissa mengucapkan alasan itu selembut dan semeyakinkan mungkin. Gestur penuh keputus-asaan juga sudah ia tampilkan untuk menegaskan kalau semua ini berada di luar kendalinya. Namun kesalahan terbesarnya adalah lupa siapa yang sedang dihadapinya.
Oliver Marthin Lester, pria berusia 29 tahun yang menjabat sebagai wakil direktur perusahaan properti The Leese Estate. Ayahnya bernama Darren Lester yang merupakan pemilik saham terbesar the Leese Estate. Oliver telah menyelesaikan studi Magister Management setelah mendapat gelar sarjana di bidang Psikologi. Dia pria yang haus akan pengetahuan.
Hidupnya yang terlalu serius itu tentu berbanding lurus dengan ekspresi wajahnya yang selalu datar. Dia selalu memiliki banyak strategi brilian untuk memecah masalah dan seolah selalu mampu membaca pikiran setiap orang apalagi bawahannya. Dia adalah pimpinan yang disegani sekaligus dihindari karyawan.
Oliver memiliki struktur wajah yang mampu membuat wanita tak berpaling jika belum mengetahui sifat dan karakteristiknya. Rahang kokoh nan tegas itu mengeluarkan aura maskulin. Bola mata hitam gelap itu menghanyutkan dan dada bidang serta tinggi badannya yang sangat proporsional membuat wanita takluk. Sayang sekali pria ini adalah iblis yang terjebak dalam tubuh menarik dan tampan.
Kini Oliver tidak menatapnya. Pria itu malah berfokus pada selembar kertas di atas meja, memberi tanda tangan dan stempel sebelum menyodorkan surat itu pada Clarissa yang sudah tahu apa yang akan diterimanya. Pasrah dengan apa yang telah atasannya putuskan, ia melangkah sedikit lemas mengambil kertas itu.
"Terlambat 20 menit dan menghabiskan lebih dari 8 menit untuk menjelaskan sebuah kebohongan."
Mulut Clarissa terbuka lalu tertutup lagi. Pria ini selalu bisa menebak kapanpun ia berbohong. Mungkinkah karena ia sudah bekerja selama 4 tahun sebagai sekretarisnya hingga dia dapat membaca setiap detail perbuatannya?
Kertas yang ada di genggamannya adalah salah satu bukti kegilaan pria ini. Dia bisa saja menghubungi HRD dan langsung memotong gajinya tapi tidak. Dia sengaja membuatnya mengantar sendiri kertas perintah ini kepada HRD agar ia terluka mengetahui bahwa dirinya lagi lagi mendapat hukuman. Kebiasaan pria ini semakin lama semakin menjengkelkan hingga ingin rasanya Clarissa mencekiknya sampai dia memohon ampun.
"Kelalaian adalah kelalaian, Clarissa. Kebohongan hanya membuatnya semakin buruk."
"Maafkan saya, Pak."
Bagaimana dia bisa tahu?
"Kau tidak membawa mobilmu."
Bagaimana dia tahu?
"Uh..."
"Dan kau terlihat begitu santai sebagai seseorang yang mungkin meninggalkan mobil di tengah kemacetan, walaupun kau mungkin menitipkannya pada seseorang."
"Saya___"
"Dan kau mengalami banyak kerusakan mobil belakangan ini."
Damn! He knows everything.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Untouchable Boss (SUDAH TERBIT)
RomanceWarning 18+ Bekerja sebagai sekretaris selama 4 tahun membuat Clarissa menjadi salah satu orang yang paling mengerti karakter Oliver, si pria dingin dan kaku yang tidak senang berbasa-basi. Kebenciannya bersentuhan dengan wanita menyebabkan Clarissa...