"Sel, kau ingin ikut minum bersamaku?" Panggilan itu langsung diawali dengan ajakan Clarissa untuk pergi ke bar bersama sahabatnya.
"Wait! Kenapa tiba-tiba? Aku masih di kantor," jawab Selvy terdengar sedikit sibuk.
"Kau lembur?" tanya Clarissa dengan nada tidak sabaran.
"Ya, tapI mungkin hanya setengah jam."
"Jadi kau ikut atau tidak?" Sambung Clarissa dengan nada jengkel.
"Wait...wait...wait. Ada apa dengan nada kesal ini?" jawab Selvy dengan tawa kecil.
Clarissa menghembuskan napas panjang. "Aku ingin melepas stress."
"Well, aku yakin ini ada hubungannya dengan Bossmu yang tampan."
Clarissa memutar bola matanya. "Kau bisa bergabung jika ada waktu. Aku akan minum duluan."
"Wait___"
Clarissa langsung memutus panggilan telponnya. Hari ini berubah menjadi hari paling meresahkan untuknya. Bagaimana tidak? Sejak pagi ia dihantui bayang-bayang sepupu Oliver yang sangat istimewa itu.
Rasanya seperti ingin meninju seseorang hingga babak belur. Siang tadi kekacauan harus kembali terjadi karena Oliver dengan cerobohnya terlambat meeting hingga kolega kerja harus menunggu lebih dari setengah jam. Ini adalah keteledoran pertama yang Clarissa dapati setelah lama bekerja dengan atasannya itu.
Oliver selalu menjadi pria disiplin, tetapi ketika sepupunya datang, pria ini terasa berbeda. Clarissa merasa Yola sangat mempengaruhi Oliver hingga dia berubah. Pria itu juga tidak mengatakan apapun padanya, entah itu mengenai keterlambatannya atau masalah pribadi diantara mereka.
Clarissa berjanji untuk tidak mengemis cinta terutama pada pria yang ia yakini tidak memiliki hal-hal romantis di hatinya. Namun jika ditanya apakah ini menyakitkan? Jawabannya adalah tentu saja. Sebab seketika Oliver terasa jauh darinya, sama seperti ketika mereka pertama kali bekerjasama.
Clarissa mencoba menjadi wanita yang lebih rasional. Ia mencoba melerai diri sendiri dengan memikirkan hal positif. Yola baru saja kembali dari Swiss. Wajar saja jika Oliver memiliki banyak kegiatan keluarga, akan tetapi jiwa tenang itu hanya bertahan beberapa jam, sebab sebelum jam kerja berakhir, Oliver keluar ruangannya dan berkata memiliki urusan pribadi yang Clarissa percaya adalah pertemuan lainnya dengan Yola.
Situasi ini sangat menjengkelkan. Ia merasa sakit hati dan kini hanya segelas bir yang menemani kesepiannya. Clarissa berharap minuman keras mampu menghapus pikirannya tentang Oliver.
Mungkinkah ini saat yang tepat untuk mundur? Ia tidak tahu mengarah kemana hubungan mereka dan mungkin ini pertanda untuk mengakhiri semua sebelum perasaannya terlalu dalam.
Ia tidak bisa memiliki Oliver dan memutuskan hubungan ini akan menyelamatkan hati dan kantongnya. Sebab jika mereka menjalin hubungan tanpa status dan tiba-tiba Oliver mengakhiri semua, bukan hanya hatinya yang terluka tapi juga dompetnya karena ia tak mungkin bertahan di satu area kerja dengan mantannya.
Seharusnya ini adalah pertanda untuk mundur. Clarissa memutar kursinya hendak turun tapi gerakan itu malah mengakibatkan gelas birnya menabrak dada seseorang di belakangnya hingga membasahi pakaian orang itu.
"Astaga!" Clarissa yang panik langsung meletakkan gelasnya lalu mengambil beberapa lembar tisu dan mengarahkan pada baju pria itu. "Maaf-maaf, saya tidak sengaja. Maaf."
"Tidak, tidak masalah," kata pria itu dengan suara lembut.
Mereka mengangkat kepala masing-masing lalu saling bertatap dan mengenali satu sama lain. "Kamu pegawai The Leese, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Untouchable Boss (SUDAH TERBIT)
Любовные романыWarning 18+ Bekerja sebagai sekretaris selama 4 tahun membuat Clarissa menjadi salah satu orang yang paling mengerti karakter Oliver, si pria dingin dan kaku yang tidak senang berbasa-basi. Kebenciannya bersentuhan dengan wanita menyebabkan Clarissa...