Bab 5

22.4K 734 3
                                    

Menjadi seorang wanita bukanlah perkara mudah. Hati terlalu lemah dan pikiran terlalu detail. Clarissa merasa cepat tergoda dan terlalu rumit menjelaskan pada diri sendiri tentang perbuatan apa yang sudah dilakukannya. Intinya ia hanya kecewa bukan hanya pada Oliver tapi juga diri sendiri.

Clarissa berharap dirinya sanggup meninju wajah si es batu itu sesaat setelah dia melewati batas. Clarissa menepuk keningnya sendiri sambil merutuki kebodohannya. Bagaimana cara menghadapi Oliver mulai sekarang? Bagaimana harus bersikap saat mereka telah melakukan hal yang tidak sepantasnya?

Oliver jelas tidak mengakui apa yang terjadi diantara mereka. Bukan hanya itu, dia juga tidak akan memberi solusi, tidak akan membantu dan akan selalu menghindar. Clarissa merasa sedih karena menerima dengan senang hati pelecehan itu.

Apakah ini bisa disebut pelecehan saat ia juga menikmatinya? Lagi lagi Clarissa memukul kepalanya.

Jam menunjukkan pukul 9 pagi. Masih tersisa maksimum 10 jam kerja sebelum ia meninggalkan tempat ini. Tangannya mendadak dingin. Tindakannya terlalu agresif dan terlalu berharap seorang Oliver akan mengakuinya di depan umum padahal jelas jelas itu sangat mustahil. Oliver bahkan tidak keluar ruangan untuk menenangkannya. Hati Clarissa semakin tidak nyaman dan sedikit sedih karena merajukpun ia tidak berhak.

Setelah ia memutuskan untuk melanjutkan kekesalannya, Oliver keluar ruangan. Clarissa begitu terkejut sebab dirinya belum tenang dengan pikirannya sendiri. Ia melirik sedikit dan mendapati Oliver berjalan cepat, terlihat buru-buru dan pergi begitu saja tanpa menyapa atau memberi informasi padanya. Clarissa mengepalkan tangan melihat punggung Oliver yang perlahan menghilang dari pandangan.

Pria sialan!

Jika tidak mengakui apa yang terjadi, setidaknya dia memberi kejelasan kemana dia akan pergi. Clarissa berharap tersisa sedikit saja jiwa professional yang selalu pria itu banggakan untuk mengatakan pada sekretarisnya sendiri bahwa dia akan pergi kemana dan berapa lama. Bagaimana jika ada petinggi yang bertanya?

Clarissa merengut semakin kesal. Seharusnya ia yang marah, tapi pria itu malah memutar-balikkan keadaan. Oliver berkata dia sangat mengenalnya sampai tahu pikirannya bahkan dari hentakan kaki. Omong kosong! Dia pasti mengatakan itu untuk menggoda setiap wanita.

Selepas makan siang, Clarissa masih belum mengetahui keberadaan bosnya. Dia tidak memberi kabar dan Clarissa juga tidak berniat menghubungi. Ia bahkan sangat bersyukur jika pria itu benar-benar tidak kembali bekerja.

Tanpa sadar Clarissa mulai hanyut dalam pekerjaannya sampai tidak menyadari Oliver yang sudah tiba di depan ruangannya. Dia sudah berdiri lebih dari satu menit sampai akhirnya Clarissa menyadarinya. Secara otomatis dia berdiri dan memberi salam yang cukup kaku.

“Saya akan menyiapkan minuman anda, Pak,” ucapnya tanpa takut menatap langsung mata yang begitu tenang di depannya.

Oliver mengangguk satu kali dan Clarissa terlihat sangat professional bahkan lebih kaku dari mereka yang biasanya. Sesungguhnya ia tidak berharap permintaan maaf di sana, ia juga tidak ingin penjelasan atau bujuk rayu bosnya itu. Clarissa hanya ingin mereka kembali seperti semula agar tidak ada kecanggungan.

Pria itu akhirnya masuk ke ruangannya tanpa sepatah katapun sementara Clarissa menutup mata sambil mengetatkan bibirnya. Pria ini benar-benar tahu cara merusak pikiran dan menghancurkan hati wanita. Setelah ia pikir-pikir, Hana sangat beruntung tidak berurusan dengan Oliver.

Clarissa menarik napas panjang sebelum membuka pintu mengantarkan minuman Oliver. Ia bisa melihat pria ini begitu sibuk dengan segudang dokumen dan kertas bertebaran di mejanya. Dia pergi lebih dari 5 jam. Ekspresinya juga tidak menunjukkan ada masalah di sana. Dia terlihat dingin seperti biasa.

My Untouchable Boss (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang