Bab 3

22.9K 865 9
                                    

Berapa kalipun Clarissa berkedip tapi sosok pria dingin itu tidak menghilang dari pandangannya. Ini bukan mimpi. Ini nyata. Oliver mencium pipinya tanpa paksaan. Clarissa mengernyit. Mereka tidak memiliki hubungan apapun. Selama bekerja 4 tahun ini, Oliver tidak pernah melewati batas. Jika bukan karena tidak sengaja, mereka tidak pernah bersentuhan. Pertama kali adalah kejadian di lift siang ini dan sekarang Oliver sudah mengecup pipinya.

Clarissa menggeleng tak percaya. Oliver pasti kerasukan setan. Matanya membulat memandang pria yang terlihat normal seperti biasa. Seutas senyum miring juga terbit di bibirnya.

"Pak, saya__"

Ponsel Oliver berdering pertanda pesan masuk. Dia menoleh pada ponselnya beberapa detik lalu mengembalikan fokus mata itu padanya. "Kau boleh keluar."

Clarissa tersentak bingung dengan cepatnya perubahan sikap pria ini. Sekejap dia menciumnya, dan sekejap kemudian dia menendangnya keluar. Oliver menjauh darinya lalu mengambil ponselnya dan berfokus hanya pada pesan itu.

Habis manis sepah dibuang. Inilah nasib yang dideritanya. Clarissa sangat malu dan ingin menuntut bahwa yang dilakukan Oliver adalah pelecehan seksual di tempat kerja. Tindakan itu tampaknya sangat tepat sebagai balas dendam. Namun kenapa ia tidak melawan sejak awal? Dirinya tak memberontak dan malah terpaku penasaran pada rencana iblis ini.
Clarissa menarik napas mencoba santai dan menenangkan diri. Dia berdiri dari kursi itu dengan tegar demi menjaga harga dirinya kemudian merapikan diri agar terlihat professional. Meski merasa sangat malu, ia tetap permisi keluar walau tak digubris sama sekali oleh pria dingin itu.

Sesampainya di meja kerjanya, Clarissa masih kaku bak sebatang pohon. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi hari ini. Pagi tadi Oliver tampak biasa saja. Dia masihlah pria gila yang dihujatnya habis habisan di dalam hati. Namun setelah bertemu Hana, dia berubah menjadi sosok berbeda seolah memiliki kepribadian ganda.

Oliver berhasil membuatnya lengah lalu mencampakkannya dalam sekejap. Dia kembali menjadi pria berhati batu seperti yang ia temui pagi ini. Tangannya tanpa sadar menyentuh pipi kiri yang dikecup singkat oleh bos gilanya itu. Ia terlalu lama melamunkan kejadian demi kejadian sampai tersentak sangat terkejut saat menerima satu pesan masuk dari Nica.

(Aku lebih baik mati daripada menghadapi situasi seperti tadi lagi. OMG! Apa yang dilakukannya? Dia memotong gajimu lagi?)

Bagaimana jika ia mengatakan kalau kali ini hukuman dari Oliver jauh lebih menyiksa dari sebelumnya. Nica adalah sahabat terbaiknya di kantor tapi ia tak yakin ingin berbagi pengalaman mengerikan ini padanya. Bertingkahlah seolah tidak ada hal buruk yang terjadi.

Tidak. Syukurlah dia hanya menegurku.

(Dia mengatakan sesuatu tentangku?)

Tidak. Tenanglah. Dia berpikir normal hari ini.

Clarissa meringis. Hari ini adalah hari paling tidak normalnya seorang Oliver. Otaknya mungkin tergeser setelah bersentuhan dengan Hana.
Ia kembali terpikir kalimat Oliver yang mengatakan tidak akan sakit jika bersentuhan dengan wanita jika dia menginginkannya. Sebenarnya wanita-wanita kalangan bisnis sudah cukup banyak yang mengetahui kalau pria itu tidak senang disentuh atau menyentuh wanita sembarangan. Beberapa kejadian membuat Oliver sempat emosional berhari-hari, terkadang membisu, pusing bahkan demam. Sekarang dia menyangkal semuanya?

"Clarissa, Pak Oliver ada di ruangannya?"

Suara seseorang kembali membuatnya terkejut. Clarissa bahkan memegang dadanya untuk menenangkan diri. Ada apa dengannya? Kenapa menjadi begitu memilukan setelah berinteraksi dengan Oliver.

"Kau baik-baik saja?" tanya orang yang ia kenali berasal dari suara manajer pembelian.

Clarissa mendongak. "Ya, tentu. Saya baik-baik saja. Pak Oliver ada di ruangannya."

My Untouchable Boss (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang