7.

154 29 3
                                    

Cheryl menghabiskan pentolnya dibantu oleh Fariza. Sampai piringnya bersih, yang tersisa hanya remah-remah daging pentolnya. Fariza beranjak untuk membeli pentol lagi.

"Eh itu salah satu temennya gebetannya Fahri juga," ujar Emil seraya menunjuk Irene.

"Berarti dua orang itu temennya si gebetan Fahri, kan? Samperin yuk," Awan beranjak menuju meja Irene dan kawan-kawan di susul yang lain.

"Eh bentar, kalian tau namanya si gebetannya Fahri gak sih? Bilang apa coba ke sana, nanti dikata sokab!" ujar Gilang.

"Widihh pagi-pagi udah ke kantin aja!" celetuk Gavin dari pintu masuk kantin, ia datang bersama ke empat temannya.

Aarav langsung memakan nasi goreng di atas meja yang entah punya siapa, yang jelas punya temannya jadi tak masalah.

"Anjir nasi goreng gue! Gue lapar gak mau dibantu!" kesal Daffa. Awan yang berada di sampingnya menyenggol Daffa untuk diam dan membiarkan Aarav.

"Gue laper, pesen ulang gih," ucap Aarav seraya mengeluarkan uang merah dari kantongnya.

"Mulut gak sempat di kasih makan tapi lengan gak lupa," sahut Evans melihat kondisi temannya.

"Hahaha mana sempat keburu melayang tongkat bisbolnya," balas Aarav santai.

"Kenapa paksain ke sekolah sih, Rav?" tanya Marvin prihatin.

"Males banget di rumah, mending ke sekolah, main bareng kalian," jawab Aarav. Bagi Aarav, ngapain lama-lama di rumah yang gak nyaman itu. Kalau bisa Aarav ingin meninggalkan rumah itu seandainya uang yang ia dapat setelah menjadi selebgram sudah cukup untuk membeli satu unit apartemen dan cukup membiayai hidupnya. Tapi setahun menjadi selebgram belum cukup untuk semua itu, bisa-bisa Aarav jadi gelandangan jika berani meninggalkan rumah orang tuanya. Tadi Aarav juga ingin berangkat pagi ke sekolah, bukan untuk mengincar perempuan, tetapi untuk menghindari orang tua toxic-nya. Tetapi Aarav terhalang beberapa kendala, yang pertama, orang tuanya sudah bertengkar hebat padahal masih pagi membuat Aarav malas keluar kamar, cowok itu sudah capek melerai mereka, mereka juga tak pernah mendengarkan Aarav dan terus bertengkar. Kedua, Aarav ketahuan pulang malam kemarin, Aarav mengira papa dan mamanya masih sibuk kerja seperti hari biasanya, tapi siapa sangka kemarin malam papa Aarav pulang cepat yakni pukul 22.02, di jam itu Aarav masih asik nongkrong. Aarav kesal karena itu melawan, kemarin-kemarin mereka pulang telat bahkan tidak pulang selama seminggu, Aarav tidak mengamuk, kenapa saat Aarav yang tak pulang ia jadi dipukuli begini? Pukulannya makin banyak karena Aarav melawan, tapi Aarav tak peduli yang penting ia sudah mengeluarkan unek-uneknya.

"Lo berusaha lerai mereka lagi?" tanya Emil.

"Nggak, udah bodoamat gue, mau mereka saling serang, saling jotos, saling bunuh, terserah," jawab Aarav. Teman-temannya bergidik ngeri mendengar omongan sarkas Aarav.

"Terus kenapa Lo tetap babak belur?"

"Ketahuan pulang malam. Gak adil banget kan?" Aarav menyeringai.

"Lo dilarang pulang malam, sedangkan mereka bahkan gak pulang? Ck ck ck," Gilang menggeleng-geleng seraya berdecak.

"Gue punya ide, Lo suruh ortu Lo isi banyak-banyak blackcard Lo, abis itu Lo lari. Bebas deh,"

Ide Awan malah membuat ia mendapat banyak pukulan dari teman-temannya.

"Gak semudah itu, ogeb! Bokap Aarav dengan mudah memblokir blackcard Aarav," ujar Evans dengan kesal menempeleng Awan.

"Capek-capek Aarav sembunyiin blackcard-nya, Lo dengan gobloknya kasih ide kek gitu!" Timpal Gavin. Semua mengangguk menyetujui, sedangkan Aarav hanya terkekeh kecil.

"Ya terus gimana dong?!" seru Awan.

"Selama Lo gak ngusik atau larang ortu Lo gitu-gini, Lo aman kan, bro?" tanya Marvin.

"Aman," jawab Aarav seraya mengangguk.

"Yaudah, kalo mereka lagi berantem, Lo pake earphone aja terus push rank, gak usah capek-capek ke sana lerai mereka, yang ada Lo dapat pukulan lagi dari bokap Lo!" usul Marvin kemudian.

"Terus supaya gak ketahuan pulang malam, Lo kerja sama aja sama bodyguard yang Lo percaya banget, bodyguard yang selalu ngikutin bokap Lo. Lo bisa tau bokap Lo udah pulang atau nginap dari dia," Nathan ikut memberi usul.

"Anjay, Nathan bijak!" seru Gavin mengundang gelak tawa di meja itu. Kalau Marvin mah udah dari setelan pabrik, bijaksana banget. Tapi kalau Nathan, isi pikiran cowok itu cuma mikirin gimana supaya cewek-cewek makin terpesona sama dia.

"Gue bakal coba usulan kalian, thank you, guys, gue sayang banget sama kalian!" ujar Aarav seraya memeluk Daffa dan Fahri yang ada di sampingnya.

"Iww, bahasa Lo, Rav, geli gue!" tukas Fahri seraya menggeliat untuk melepaskan rangkulan Aarav. Semua setuju dengan Fahri, beberapa sudah berlagak sok ingin muntah mendengar kata manis Aarav. Aarav hanya tertawa karena berhasil menggoda teman-temannya. Tapi pernyataannya bukan bualan semata, ia sungguh-sungguh mengucapkannya. Ke-12 temannya adalah penolong bagi kesehatan mental Aarav. Masih SMP, cowok itu sudah ada niatan ingin bunuh diri karena merasa sudah tidak ada yang sayang padanya. Tetapi karena kehadiran dua belas orang itu, Aarav jadi punya semangat hidup lagi karena tidak ingin berpisah dengan teman-temannya.

Sekadar informasi, mereka tidak jadi menghampiri teman Vira. Saat sadar, teman Vira sudah tidak ada di tempat. Mereka memilih nongkrong di pinggir lapangan, menonton kelas Emil melawan kelas Faizal di lapangan voli putra. Sekaligus mengganggu Rivaldi yang menjadi wasit. Karena terlalu heboh, mereka sampai ditegur guru yang mengawas.

🌳

TBC

Jangan males vote dong! Kalo readernya males vote dan komen, authornya juga jadi males up!

Written by Oktavi

25 April 2023

PLAYER \ VSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang