Home 4

491 85 12
                                    

Aku tak pernah menyangka semuanya akan jadi seperti ini. Pertemuanku dengan Beomgyu menjadi berlanjut, bukan hanya di rumah sakit tapi di luar juga. Aku kini jadi punya pekerjaan tambahan sebagai dokter pisikologis pribadinya. Nyonya itu padahal baru bertemu denganku sekali namun begitu mempercayakan anaknya padaku.

"Dokter, ada berkas yang harus anda tandatangani." Suster itu memberikan sebuah berkas bersampul hijau padaku yang isinya cukup tebal.

Aku sejenak melirik ke arahnya merasa belum pernah melihatnya sebelumnya, mungkin dia suster baru. Langsung saja aku mengambilnya, kemudian memeriksa isi dari map tersebut. "Choi Yeonjun? Aku rasa aku tidak menangani pasien ini. Apa ini berkas rujukan rumah rehab?"

"Iya dokter, saya disuruh mengantarkan berkas ini sekarang juga pada dokter." Suster itu nampak cemas saat aku berkata begitu, aku menutup berkas itu lagi kemudian menyimpannya di samping mejaku.

"Harusnya suster memberikan ini kemarin pada dokter Soobin. Dia yang menanganinya." ucap ku. "Apa ini tertinggal atau memang lupa terbawa saat itu?"

Suster itu semakin gugup, dia sepertinya suster baru yang belum begitu paham. Jadi aku mencoba untuk memakluminya.

"Baiklah, suster boleh pergi sekarang tapi sebelum itu tolong panggilkan suster arin kemari ya. Ada yang ingin aku bicarakan dengannya." Setelah aku berkata begitu, suster itu pamit pergi dari ruanganku, aku kembali mengurusi berkas pasien ku lagi sebelum ketukan terdengar dan menampakan Soobin yang kini sudah terengah.

Aku meliriknya, seakan sudah tau dengan maksud kedatangannya aku langsung mengambil map itu kemudian menyodorkannya padanya.  "Kau kemari mencari ini kan dokter? Sepertinya suster mu itu teledor karena meninggalkannya kemarin."

Soobin hanya terkekeh, dia mengambil map itu dan menyambar pena milikku begitu saja. Dengan cepat Soobin membubuhkan tanda tangan dan setelahnya dia bisa sedikit bernafas lega.

"Padahal aku sudah sampai di rumah rehab tadi, aku kira berkasnya sudah disana. Menyebalka sekali. Untung saja rsj itu --- maksudku rumah rehab itu bisa menerima pasienku meskipun berkasnya menyusul." Soobin bicara masih dengan nafas terengah, aku yang prihatin langsung memberikan minum ku padanya.

Omong-omong kami memang sengaja mengganti sebutan rumah sakit jiwa dengan rumah rehabilitasi, karena kami tak ingin orang awam menganggap semua yang masuk ke rumah sakit jiwa itu orang gila. Dan rumah rehabilitasi terdengar lebih bersahabat dari pada sebutan sebelumnya.

"Aku tadi sedikit melihat data pasienmu. Yang kau kirim ke sana itu Choi Yeonjun? Dia sakit apa?"

Soobin berdehem sejenak sebelum menjawab, dia menaruh gelasku lagi di atas meja. "Dia seumuran dengan kita, dia pengidap skizofrenia."

Aku hanya mengangguk paham, itu lebih parah dari bipolar dan memang harus dirujuk ke rumah rehabilitasi secepatnya. Skizofrenia terlalu berbahaya, mereka bisa membunuh orang tanpa sadar karena tak bisa membedakan kenyataan dan halusinasi. Mereka bisa mendengar dan merasakan apapun yang otak mereka pikirkan, dan semua itu tak selalu baik.

Skizofrenia memang tidak begitu berhaya kalau pengidapnya dalam kesadaran penuh, namun saat kesadaran mereka terbagi dengan halusinasinya. Mereka akan nekat dan lebih berani. Aku sudah banyak melihat berita tentang pengidap skizofrenia yang membunuh tanpa sadar, mereka mengira apa yang mereka lakukan tidak salah sama sekali.

Terlepas dari itu, semua penyakit mental akan berbahaya bila pengidapnya berada di lingkungan yang tidak sportif. Keadaan mereka akan semakin parah karena lingkungannya sendiri. Dikucilkan, diolok dan di remehkan atau bahkan di anggap gila bisa semakin memicu luka batinnya dan pada akhirnya mereka akan lebih berani dalam melukai orang lain ataupun dirinya sendiri.

TAEGYU UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang