6. Berharap Ini yang Terakhir

445 101 50
                                    

Sejak kejadian kunjung mengunjungi, Wahyudi jadi lebih banyak menghabiskan waktu bersama Leticia. Bukan setiap hari, tapi terhitung cukup sering untuk dua manusia berbeda jenis yang tidak terikat hubungan apapun selain berteman saja.

Wahyudi sudah berusaha menghindar, tapi tak pernah tega kalau Leticia sudah mengeluh kesepian, sementara dia tahu harapan gadis bule itu ikut ke Indonesia selain bertemu saudara yang lama menghilang tentu saja juga sekalian liburan.

Biasanya, pekerjaan di proyek yang paling sering dijadikan alasan untuk menolak secara halus permintaan Leticia, meski terkadang Wahyudi harus rela mengerjakan sesuatu di luar jobdesk-nya, tapi dia menikmati. Kalimat yang pernah dia dengar dari bos besar —Antariksa— masih terngiang dan benar-benar memotivasi dirinya.

Di mana pun kalian berada, di bidang apa pun kalian belajar dan nantinya bekerja, mengerahkan kemampuan terbaik adalah wajib hukumnya. Memberikan lebih dari tanggung jawab pekerjaan yang kalian punya membuat kalian akan selangkah lebih maju, sebab orang luar biasa tak pernah mengerjakan sesuatu yang biasa saja.

Di proyek, Wahyudi selalu siap jika dibutuhkan di mana saja. Tujuan utamanya memang belajar, mencari pengalaman agar kelak ketika lulus kuliah dia memiliki kesiapan yang lebih untuk memasuki dunia profesional di bidang yang sangat dia cintai. Tugas apapun dia lakukan dengan senang hati. Mempelajari gambar kerja, mempelajari metode pekerjaan, mengawasi jalannya proyek, mempelajari keadaan di lapangan, juga belajar bagaimana mengatasi permasalahan yang seringkali terjadi di lapangan.

Beberapa kali ia diajak menemani Pak Dimas mengunjungi proyek di luar Surabaya. Gresik, Sidoarjo, dan sekali ke Malang. Pernah pula diminta ikut mengawasi pengecoran sampai harus menginap di lokasi. Semua dia jalani dengan gembira. Selain memperoleh pengalaman dan teman-teman baru, kesibukan-kesibukan itu juga menjadi alasan yang paling bisa diterima untuk menghindar dari berdua-duaan dengan Leticia.

Wahyudi tak ingin menampik, nyatanya dia menyukai kebersamaan mereka. Tapi ia sadar, kebersamaan yang nyaman itu tidak baik untuk hatinya.

Ting! Gawainya berbunyi. Sebuah pesan terbaca di notifikasi, dari gadis yang sedang ada di pikirannya sekarang ini.

[Bagaimana Yudi? Bisa kan? Please. Sebentar lagi aku pulang. Less than a week. Please.]

Handphone berlogo apel tergigit lungsuran sahabatnya itu dipandangi dengan galau. Sudah tiga hari tak bertemu Leticia, dia senang karena tak harus berusaha menjaga sikap agar tetap terlihat netral setiap kali berhadapan dengan gadis itu.

Semalam, Leticia memintanya untuk menemani jalan-jalan. Ke mana saja, yang penting bersama. Dari bisikan Andro dan Salma, juga dari gesture si gadis keriwil, Yudi bukan tak tahu kalau gadis itu menyimpan sesuatu untuknya. Sesuatu yang tak berwujud, namun bisa membuat banyak hal —terutama hati— menjadi tak keruan.

[Maaf, Leti. Aku belum bisa memutuskan. Lihat besok pagi ya. Insya Allah kukabari kamu lagi]

Itu jawabannya semalam. Pikirnya masih bisa mencari alasan lain sampai pagi tiba.

Tapi... ini bahkan belum pagi. Subuh saja belum sepenuhnya pergi. Pesan dari Leti sudah menyapa kembali.

Ini akhir pekan, tentu saja dia libur. Keluarga Antariksa sedang ada acara keluarga di Malang, termasuk Andro dan Salma, juga keluarga Pak Dimas. Praktis tak ada satu pun yang bisa dia jadikan alasan untuk menolak permintaan gadis hispanik itu.

Diletakkan kembali gawainya. Wahyudi memutuskan untuk mandi. Setelahnya ia mengganti kaus rumahannya dengan yang lebih baru, dan mengganti celana pendek dengan blue jeans yang warnanya sudah berubah jadi lebih muda. Pudar. Seput. Belel.

Por Tu AmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang