Baru saja berikrar untuk tak berurusan dengan perempuan sebelum berhasil menjadi pria mapan, Wahyudi justru dipertemukan dengan Leticia, gadis blasteran Indonesia-Spanyol yang jatuh cinta kepadanya.
Diam-diam Wahyudi menyimpan rasa yang sama. Alih-a...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MPV abu-abu tua memasuki area drop off point di terminal keberangkatan domestik bandara internasional Juanda. Dimas duduk di salah satu bangku besi, tangannya merangkul bahu Rea yang sedang berbicara panjang lebar dengan wajah penuh binar.
Wahyudi jadi ingat cerita Andro tentang kakak semata wayangnya, Rea. Ceriwis, suka asal kalau ngomong, semangatnya menyala-nyala kalau sedang bicara tentang sesuatu yang disukai, dan dia sangat bucin pada suaminya, Dimas.
Perjalanan cinta Dimas dan Rea juga sudah dia dengar dari sahabatnya sehari menjelang pernikahan Dimas dengan Rea, sekaligus pernikahan Andro dengan Salma.
Dimas bukan dari kalangan berada, bahkan bisa dikatakan pas-pasan, sama seperti Wahyudi. Kuliah dengan beasiswa, lulus tepat waktu dengan nilai mendekati sempurna, punya kecerdasan di atas rata-rata, kemudian the power of orang dalam —ayahnya Dimas masih terhitung saudara dekat dengan mamanya Rea— menariknya untuk bisa mendapatkan satu posisi di perusahaan keluarga Antariksa.
Performa yang luar biasa dan sifatnya yang tidak neko-neko membuat Antariksa tertarik untuk mengenalnya lebih lanjut. Begitu tahu Dimas juga alim dan pandai dalam agama, Antariksa menaikkan level niatnya. Menjodohkan Dimas dengan putri sulungnya, Rea, yang sedang berproses mengenal lebih dalam tentang agama.
Yudi tak tahu lanjutannya, bagaimana akhirnya Dimas bersedia dan Rea menerima. Andro suka nanggung kalau bercerita, dan dia sungkan untuk bertanya. Tapi....
Kisah cinta orang-orang pada mulus-mulus amat, yak. Indah kayak di sinetron. Kira-kira aku nanti gitu nggak ya? Pak Dimas sama Mbak Rea kan agak mirip aku sama Leticia, bedanya Pak Dimas sama Mbak Rea udah satu keyakinan.
Diiin diiinn.... Suara klakson dari mobil belakangnya menyalak galak, Wahyudi terhenyak. Bukannya segera menghampiri atau menghubungi atasannya, dia malah melamun yang tidak-tidak. Sempat-sempatnya pula menyamakan nasib dirinya dengan Dimas.
"Nggak tahu diri banget!" gumamnya sambil tersenyum tipis. Malu pada diri sendiri.
Dia terpaksa memutar sekali lagi. Lalu sebelum sampai area drop off, dihubunginya Dimas untuk menginformasikan posisi. Tiba di sana, Dimas sudah berdiri di samping pilar beton, tangannya bertaut erat dengan jemari istrinya.
"Pasangan serasi," gumam Wahyudi lagi, sedetik sebelum bayangan Leticia kembali menghantui.
Tok tok tok. Kali ini kaca mobil diketuk dari luar. Wahyudi geragapan. Merutuki dirinya yang bisa-bisanya melamun —lagi— di saat yang kurang tepat. Istighfar terlantun bersama kaca mobil yang bergerak turun.
"Kunci," kata Dimas singkat.
Wahyudi memutar kunci mobil ke arah kiri. Mesin mati. Dia cabut kunci dan menyodorkan pada Dimas. Rea tertawa keras sekali, memegangi perut sambil terbungkuk-bungkuk.
"Maksudnya ini pintu mobilnya masih terkunci. Saya sama Rea nggak bisa masuk." Dimas menahan tawa.
Yudi mendadak cengo Sungguh, rasanya ingin ditelan bumi saja saking malunya.