6. Lalat Pengganggu

1.4K 92 0
                                    

Suasana meja makan pagi ini ntah mengapa terasa hening. Setelah keluar dari kamar, Algar juga hanya terdiam, membuat suasana begitu canggung.

"Ekhem," Cia berdehem berpura-pura tenggorokannya terasa seret. Gadis itu mengambil segelas susu lalu meminumnya hingga setengah.

Atensi semuanya kini beralih pada Cia. Membuat Cia heran, ia mengernyitkan dahinya, "kenapa?"

Air yang duduk di sebelahnya mendengus geli, "masih seperti anak kecil rupanya."

Pria yang memakai seragam yang sama dengan Cia itu mengusap sekitaran mulut Cia yang terdapat bercak susu tanpa rasa jijik.

"Dia memang anak kecil," timpal Edna menyeringai. Anj! Keren lo begitu bang? Kalau saja Cia tidak ingat bahwa keempat pria di dekatnya ini adalah Abangnya, sudah pasti Cia bisa baper. Tak terkecuali Papa-nya yang seksi itu.

Cia menggeleng pelan. Mengusir pemikirannya yang diluar nalar.

"Ada apa? Apa kepala nya sakit lagi?" Tanya Jhadra khawatir. Semakin berpusat, lah, tatapan-tatapan itu membuat Cia gugup.

"N-nggak kok. Cia gapapa."

"Kau yakin? Jika sakit, tidak perlu sekolah dulu hari ini," sahut Algar.

Cia melotot. Rencana yang sudah ia sususn di kepalanya tidak mungkin dihancurkan begitu saja karena perkataan Papa-nya itu.

"Ihh, Cia kan udah bilang gapapa," rajuknya dengan bibir yang maju. Pipinya yang berisi bergetar karena ia menggeleng ribut. Hal itu menambah kadar gemasnya meningkat.

Semua yang melihat itu mengalihkan pandangannya sembari menggigit pipi dalamnya gemas. Mengapa adik nya itu begitu lucu, pikir mereka.

Air tak tahan, tangannya yang gatal kini bertengger di pipi Cia untuk mencubitnya.

"Aww, sakit Abang, ishh."

Pelan tapi menimbulkan kemerahan di pipi putih Cia.

"Kau menyakitinya, Air," decak Edna tidak suka. Ia menatap tajam sang pelaku.

"Lucu," katanya setelah melepaskan cubitannya.

Bibir Cia bergerak julid. Tidak sakit, hanya saja ia kesal. Dikira pipinya itu squishy apa ya? Main cubit-cubit saja.

Algar terkekeh. Mengusap gemas kepala Cia yang masih melotot garang kepada Air.

"Lanjutkan makanmu, setelah itu berangkat bersama Air."

"Papa!" Serentak yang namanya tidak di sebutkan oleh Algar berteriak. Algar menatap ketiga anaknya heran.

"Cia berangkat bersamaku!" Ucap Edna galak.

"Tidak! Cia berangkat bersamaku," sahut Sky tidak terima.

"Aku bagian menjemputnya saja," timpal Jhadra yang di pelototi oleh Air. Apa-apaan mereka ini!

"Kalian tidak dengar ucapan Papa? Cia berangkat bersamaku. Kita satu sekolah, dan pulang pun akan tetap bersamaku!" Ujar Air tak mau terbantahkan.

Cia hanya mengerjap. Bingung harus merespon apa. Jika sudah berebut begini, lebih baik ia naik taksi saja. Jadi tidak ada yang di rugikan maupun di untungkan.

"Ayo!"

"H-hah?" Gadis itu terbengong. Air tiba-tiba mencekal tangannya.

"Kita berangkat sekarang. Nanti terlambat," jelas Air lembut.

"O-oh, tapi sarapan Cia?"

"Kita bisa sarapan di kantin."

Cia mengangguk, setelah itu ia berpamitan kepada Papa dan ketiga Abangnya. Mengecup satu persatu pipi mereka yang sudah menjadi kebiasaan Cia asli. Lalu keduanya pergi, sebelum itu mereka masih bisa melihat senyum kemenangan Air yang terkesan mengejek.

TRANSMIGRASI; Possessive BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang