9. Dikurung

1.1K 74 0
                                    

Pernyataan bahwa Cia dilarang sekolah memang benar adanya. Kini, gadis yang terlihat acak-acakan itu hanya merenungi nasibnya di dalam kamar. Setelah tadi pagi menangis keras, hingga berniat kabur namun alhasil Edna menangkapnya dan langsung saja membawa Cia ke kamar, lalu menguncinya.

Masih mengenakan seragam yang sudah awut-awutan tidak jelas, sepatu yang terlepas sebelah saja, rambut yang tidak tertata rapi, dan tak lupa mata yang sembab menjadikan Cia terlihat seperti orang yang begitu depresi.

"Anjing banget tuh manusia fiksi. Nyesel banget gue udah ciptain orang kayak mereka," dengusnya masih dengan sesenggukan.

Ia menatap keluar jendela. Suasana yang menyenangkan untuk dirinya mencuri buah jambu biji di samping sekolah barunya itu. Namun, rencana yang sudah lama ia susun kini harus dihempas begitu saja karena hukuman ini.

"Keluarga monyet."

Cia masih ingat bagaimana Edna menggendongnya layaknya karung beras. Bahkan menusia es itu sama sekali tidak mengasihani Cia yang saat itu sudah sangat meronta-ronta.

"Edna bangsat."

"Huwaaaaaa," gadis itu kembali menangis, membuat para maid yang berlalu-lalang menggedor panik pintu kamar Cia.

"Nona, apa yang terjadi?" Tanya salah satu maid dari luar. Cia sama sekali tidak merespon, bahkan ia semakin menangis membuat orang-orang yang ada diluar kelimpungan.

"Hubungi Tuan Algar! Sepertinya Nona sedang tidak baik-baik saja! Cepat!" Sentak salah satu Maid.

Hingga tak lama pintu terbuka menampilkan sosok Han yang berlari tergesa mendekati Cia.

"Nona Cia, apa terjadi sesuatu?" Tanya Han panik. Pria itu kembali karena hendak mengambil berkas milik Algar yang tertinggal. Tapi, ketika melihat para Maid yang terlihat panik didepan kamar Nona Mudanya itu membuat Han juga ikut panik. Apalagi setelah mendengar penjelasan dari salah satu Maid.

Cia tidak merubah posisinya. Gadis itu mengguling bahkan menghentakkan kakinya ke lantai. Seperti anak kecil yang tidak di perbolehkan oleh orang tuanya.

"Nona, berhentilah. Itu akan menyakiti dirimu," ucap Han khawatir.

"Om Han tolongin Cia, hiks," lirih Cia menatap Han sayu.

Han mengangguk, "bangunlah Nona, lantainya dingin. Anda baru saja sembuh dari demam."

Cia akhirnya bangkit. Ia dituntun oleh Han menuju ranjang.

Ceklek!

"Apa yang terjadi?"

Keduanya menoleh ketika Algar dan Edna muncul dari balik pintu dengan wajah khawatir. Han mengangguk sopan, lalu bergeser memberi ruang pada Algar.

"Huwaaaaaa, Papa. Cia gamau dikurung. Kenapa pintunya dikunci, hiks. Cia pengen keluar, pengen sekolah," ujar Cia sambil menangis. Ia dengan sengaja mengelap ingusnya menggunakan tangan Algar.

Algar menghela nafas panjang. Ia sudah melihat apa saja yang dilakukan gadis itu lewat CCTV yang sengaja dipasang dikamar Cia. Ia juga mendengar apa yang Cia ucapkan.

"Sudah jangan menangis lagi. Papa takut kau demam lagi," ucap Algar lembut.

Algar dan semua anaknya juga menyadari perubahan drastis Cia semenjak gadis itu sadar dari komanya minggu lalu.

"Hukumanmu padahal belum jalan satu hari. Tapi kau sudah melakukan kesalahan lagi," Celetuk Edna menatap Cia datar. Membuat adiknya itu kembali menangis dipelukan sang Papa.

"Abang fitnah banget. Dosa tau gak!" Seru Cia garang. Mana ada ia buat kesalahan, sedangkan daritadi saja dirinya dikurung.

Edna berusaha menahan tawanya agar tidak pecah. Ekspresi Cia sungguh lucu sekali. Ia masih marah perihal Cia yang mengumpatinya. Sejak kapan adiknya itu bisa berkata kasar seperti itu?

"Mulutmu itu memang benar-benar harus Abang jahit," balas Edna.

"Huwaaaaaa, Papa. Abang jahat banget dari pagi tadi," Cia kembali menangis. Membuat Algar memijit keningnya pusing.

"Ssssttt, diamlah. Jangan menangis seperti ini, tenggorokanmu akan sakit nantinya."

"Punya Abang gak ada akhlak," gumam Cia yang tidak didengar siapapun.

***

Tidak dikunci didalam kamar, belum tentu bisa keluar bahkan berkeliaran diluar mansion. Cia sudah berganti pakaian, sudah tidak menangis tapi rautnya tidak bisa disembunyikan bahwa ia terlihat sangat kesal.

Ditinggal berdua hanya dengan Edna saja. Algar kembali ke kantor karena ada urusan yang mendesak. Jika saja itu bersama Jhadra atau Air, Cia masih biasa-biasa saja. Tapi, jika dengan manusia kutub ini, mohon maaf kawan, Cia pengin tenggelam aja rasanya.

"Kau terlalu banyak berubah semenjak sadar dari koma waktu lalu," ucap Edna memulai pembicaraan.

Mereka berada di ruang keluarga. Cia yang sedari tadi hanya menonton TV sambil memakan camilan di pangkuannya, sedangkan Edna hanya memperhatikan adiknya itu.

Mendengar ucapan Edna, Cia mengerutkan keningnya bingung.

"Sejak kapan kau sering mengumpat, hmm?" Lanjut Edna.

"Abang ngomong apa sih? Cia ga ngerti," tukas Cia.

Pria itu menghela nafas panjang.

"Abang peringatkan. Jangan mengulangi kesalahan-kesalahan kecil yang akan membuat semuanya menyesal nantinya. Seperti dulu."

"Maksudnya?"

Edna meninggalkan Cia yang dilanda kebingungan.

***

Mnml ak bs update lh, yaa meski sdkt (◡ ω ◡) mklm, ak org sbk soalny. sbk g ngpa²in mweheheheh

TRANSMIGRASI; Possessive BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang