11. Salah Lagi

898 65 10
                                    

"Papa Cia mau ponsel, dong."

"Papa kenapa Abang punya ponsel tapi Cia ngga?"

"Papa Cia kan udah gede, Cia pengen punya ponsel sendiri."

"Papa nanti Cia ajarin pargoy kalo Papa beliin Cia ponsel."

Sedari tadi gadis itu terus merengek pada Papa-nya meminta dibelikan ponsel. Namun jawaban pria itu tetap sama, tidak.

"Papa miskin, ya? Makanya gamau beliin Cia ponsel?" Tanyanya sembari memicing kepada Algar.

Jhadra dan yang lainnya tertawa mendengar ucapan Cia. Mengapa Cia semakin hari semakin menggemaskan saja. Algar meletakkan tab yang sedari tadi ia pegang, kemudian membawa Cia kedalam pangkuannya. Tak kuasa menahan gemas, pria paruh baya itu mencium pipi Cia berkali-kali.

"Stop, Papa! Papa beneran miskin keknya, beliin ponsel baru buat Cia aja gak mampu!" Ucap Cia sinis.

"Kau ini bicara apa, hm? Mana ada Papa miskin," katanya. Ia memandang putri satu-satunya itu dari samping. Wajahnya yang begitu mirip dengan mendiang istrinya itu terlihat masam.

"Buktinya Papa gak mau beliin Cia ponsel," balas Cia lalu tangannya bersedekap.

"Kau mengucapkan hal yang begitu mustahil, Queen. Bahkan untuk membelikanmu sebuah pulau saja Papa masih mampu. Atau kalau kau mau, bumi dan seisinya juga Papa bisa beli," sombong Algar.

Cia memutarkan bola matanya malas. Kata-kata Papa-nya itu terlalu lebay. Mana bisa dia membeli bumi dan seisinya. Yang ada Algar langsung ditembaki oleh seluruh manusia di muka bumi.

"Papa lebay banget. Mana bisa bumi dibeli, siapa yang jual lagian," decak Cia jengah. Perihal ingin dibelikan ponsel saja sangat bertele-tele.

"Kau meragukan Papa, heh?" Alisnya terangkat seolah Algar menantang. "Han, beritahu petinggi-petinggi di muka bumi ini untuk berkumpul."

Han yang sedari tadi berdiri di samping Algar pun menoleh bingung pada Tuannya itu.

"Untuk apa Tuan?"

"Ingin membuktikan pada bocah kecil ini kalau aku bisa membeli bumi ini."

Mata Cia membola, "PAPA JANGAN BERCANDA, DEH!"

"Papa tidak bercanda. Segera hubungi, Han," titahnya lagi karena sedari tadi Han hanya terdiam dengan wajah bingung.

"B-baik, Tuan," pria yang umurnya lebih muda 3 tahun dari Algar itu mengangguk sopan.

"Om Han kalo beneran nurutin ucapan Papa, Cia bakal ngambek setahun," ancam Cia kepada Han. Bocah itu turun dari pangkuan Algar kemudian menatap tajam Han yang saat itu hendak menelfon seseorang. Kemudian Cia berbalik, juga menatap tajam Algar yang masih dengan menampilkan wajah sombong. "Papa juga. Ngambek setahun pokoknya!"

"Ah, bocah itu," gumam Jhadra pelan. Sedari tadi ia hanya fokus pada laptop didepannya. Namun telinganya tentu saja mendengar apa yang Cia ucapkan. Tadinya ia bekerja di ruangannya, namun ketika mendengar Cia berkunjung ke kantor dan pergi menemui Papa-nya, langsung saja Jhadra membuntuti gadis boncel itu. Tak lupa membawa laptop dan berkas lainnya untuk ia kerjakan di ruangan Algar.

"Jadi bagaimana?"

"Bagaimana apanya?!" sentak Cia kesal. Papa-nya ini membuatnya frustasi. Sudah pula ia merengek ingin dibelikan ponsel tidak di dengarkan, ingin membuktikan bahwa dia bisa membeli bumi dan seisinya membuat Cia ingin menukar nyawa, lalu sekarang bertanya bagaimana?

"Buminya jadi dibeli tidak?"

"ARGHHHH ANJENG!"

***

TRANSMIGRASI; Possessive BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang