Chapter 8

2.9K 365 5
                                    

Fajar datang dengan cepat, Lu Liyang bangun lebih awal sesuai kebiasaan ketika hamil, dia akan berlari ke kamar mandi. Gejala morning sickness ini jujur membuatnya kewalahan, harus memuntahkan isi perutnya di pagi hari tatkala menyebabkan tubuhnya mudah lelah.

Ji Xiankai tak sengaja mendengar suara gemericik air dari kamar mandi dan suara seseorang membuka kedua mata indahnya dengan cepat, "Lu Liyang..??" Dia berlari cepat ke sumber suara.

Pria itu tampak kelelahan bersandar di pinggiran wastafel memuntahkan cairan bening berkepanjangan. Dia khawatir, mungkinkah Lu Liyang masuk angin setiap hari, membuatnya harus berlari ke kamar mandi tiap pagi. Dia memijat tengkuknya dengan lembut sembari mengusap perut yang sedikit bergelombang. Anehnya bagian ini lebih berisi dari yang lain.

Sepuluh menit kemudian keduanya selesai berjibaku di kamar mandi dan keluar dengan uap hangat menyelimuti tubuh. Lu Liyang akan turun lebih awal membuat sarapan sementara Ji Xiankai bersiap dengan setelan kerja.

Dia telah usai menyajikan sarapan di meja menunggu sosok lain turun dengan sabar, tak lama kemudian terdengar langkah kaki santai dari belakangnya diikuti sebuah lengan yang melingkar di pinggangnya lalu kecupan lembut di dahinya, menggelitik.

"Alangkah baiknya bila kau bisa menjadi istriku." Candanya setengah berharap, apapun akan bagus bila omega ini bersamanya.

Lu Liyang kegelian dengan sikap tiba-tiba itu mendorong dada kokoh Ji Xiankai menjauh, ada setengah perlawanan dalam tenaganya, namun tak cukup kuat menggesernya. "Tuan Ji, ini sudah siang. Lebih baik untuk cepat sarapan dan pergi." Dia menarik kursi dan buru-buru duduk, menghindari kelanjutan sikap Ji Xiankai.

"Baik. Baik." Ia mengendihkan bahunya dengan lemas, dan tetap mengikuti perintah Lu Liyang untuk duduk. Sarapan itu sama seperti biasanya, harum dan lezat.

Dalam perjalanan ke kantor, Ji Xiankai membicarakan masalah ulang tahun adiknya padanya. "Lusa adalah ulang tahun Xiaoli, dia mengundang mu datang, maukah kau ikut bersamaku?"

"En. Tentu saja." Dia menjawabnya tanpa pikir panjang, tidak ada alasan menolak karena keluarga Ji Xiankai sangat baik padanya, terutama paman Shen.

Sekarang tersisa satu masalah yang harus di selesaikan yakni hadiah untuk Ji Xiaoli, Lu Liyang belum mendapatkan kartunya kembali karena tertinggal di vila Xia Jia.

"Jangan khawatir dengan hadiahnya, aku sudah menyiapkan itu." Lu Liyang terlihat agak enggan sebelum akhirnya Ji Xiankai melanjutkan untuk tidak mempermasalahkan harga maupun kualitasnya.

"Sebuah hadiah tidak bisa di ukur dengan nilainya tapi ketulusan mereka yang memberikan. Xiaoli pasti akan setuju denganku." Dia melirik Lu Liyang menganggukkan kepala kesekian kalinya.

-
"Lu Liyang, dimana kau?" Ji Xiankai setengah berteriak dari dalam walk in closet, dia mengeluarkan dua kotak kaca dengan piercing permata di dalamnya.

Dua detik kemudian Lu Liyang melangkah, mendekat ke arahnya dengan tampilan rapi, rambutnya di sisir kebelakang, pakaiannya berubah setelan tiap hari, lapisan pelembab di bibirnya berkilau di bawah lampu terang, seperti bintang. "Kemarilah, aku akan melakukan sesuatu."

Dia menarik pinggang Lu Liyang, menuntunnya duduk lalu mengambil sebuah piercing kuning cerah untuk di pasang di telinganya. "Katakan bila ini sakit, oke?" Omega itu mengangguk dengan patuh.

"Sshh.."  Dia sedikit menggertakkan giginya menahan sensasi gatal di daun telinganya. Ada sejumlah kecil beban di sana, ini adalah sesuatu yang baru untuknya.

Dia melirik permata Citrine berkilau, menyadari sesuatu, "Tuan Ji.. Ini seharusnya.."

"Tidak apa. Aku memberikannya padamu, jangan menilai harganya. Ingat aku memberikannya dengan sepenuh hati. Jangan menolaknya, mulai sekarang kau tidak diizinkan melepasnya. Lihat, aku juga punya satu disini." Dia memamerkan telinga kanannya yang terdapat piercing yang sama dengan batu Amethyst yang indah.

Lu Liyang terpikat dengan kilauan itu mengangkat tangan untuk menyentuhnya secara langsung. Suhu udara yang semula rendah, naik beberapa derajat membuat wajah keduanya memerah. Tangan halus dan ramping yang telah terulur di tarik dengan kecepatan konstan.

"Ma-maaf.."

"E-en.. Tidak masalah." Keduanya membuang muka berlawanan, membuat jarak yang pasti dengan masing-masing telinga berbingkai merah.

[END] Get The Another Alpha To Be A HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang