[enam] - coffee in the rain

471 52 11
                                    

Sore yang harusnya nyaman justru malah hujan dengan amat lebat bagaikan tahu isi hati seorang wanita yang kini sudah hilang harapan setelah apa yang dilakukannya seharian penuh ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore yang harusnya nyaman justru malah hujan dengan amat lebat bagaikan tahu isi hati seorang wanita yang kini sudah hilang harapan setelah apa yang dilakukannya seharian penuh ini.

Ia sudah kesana kemari, antar perusahaan satu ke perusahaan lain, mengurus berkas-berkas yang harus diajukan untuk kerja namun lamarannya tetap ditolak. Setelah semua yang terjadi setidaknya wanita berperawakan kurus itu berharap ada angkutan umum lewat disekitar jalan ini dan bisa mengantarnya pulang dengan selamat.

Berbagai macam rencana telah ia atur ketika sampai rumah, seperti mandi guna menghilangkan gerah dan rebahan sambil memakan satu camilan ditemani satu film romantis, namun sayang takdir memang tidak berjalan sesuai yang ia kehendaki. Hujan turun dengan sangat derasnya.

Bukannya tidak adil, tapi kenyataan bahwa semua manusia pasti memiliki satu hari penuh dengan kesialan itu memang nyata adanya.

Karena ia tak terpikirkan untuk membawa satupun pelindung diri dari hujan yang tak ada hentinya, akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke salah satu cafe yang dilihatnya menyediakan berbagai macam kopi, mungkin satu gelas kopi hangat bisa sedikit menenangkan pikirannya.

Ia membuka pintu kaca yang terdapat gantungan bertuliskan ‘Open’

Tempat ini tidak terlalu ramai, tapi terhitung lumayan banyak kursi yang ditempati pasangan muda atau orang-orang yang tampaknya lelah usai pulang bekerja namun harus disambut hari yang muram.

Wanita itu melangkah kakinya maju, melihat menu lantas memesan spanish latte.

Tepat saat ia menarik kursi mundur ada pemuda dengan kemeja abu-abu juga menarik kursi yang berhadapan dengan kursinya. Ia terkejut pastinya, mungkinkah kebetulan atau memang ini skenario yang tertulis layaknya sebuah drama yang dimainkan.

Keduanya membeku sambil bertukar tatap tanpa kata, menyelami manik mata satu sama lain.

Ditengah derainya air mata yang diturunkan awan diluar, dua insan ini bingung harus mengucapkan apa.

"Eh, maaf. Kalau emang kamu yang duluan, aku bisa cari tempat lain," pungkas pemuda itu dengan senyum canggung menghiasi bibirnya.

"Gausah! Gapapa, biar aku aja yang cari tempat lain."

Saat ia melangkah berniat menjauh begitu terkejutnya gadis itu saat melihat cafe ini tiba-tiba saja dipenuhi orang lebih dari sebelumnya, entah sejak kapan datangnya yang pasti keberuntungan sedang tidak berpihak padanya untuk menyendiri.

"Rame. Kalau gitu duduk disini aja nggak apa," tawar si pemuda.

Sepertinya Tuhan sedang tidak mengijinkannya untuk terus mengeluh, berpikiran negatif dan semacamnya maka mungkin pria dihadapannya itu dikirim Tuhan untuk menemaninya.

Masuk akal.

Ini juga bukan suatu hal yang terlalu buruk untuk dilakukan.

Gadis itu kembali menarik kursi yang sebelumnya tak jadi di dudukinya.

Cafe: Oneshoot StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang