25 Januari 2015 adalah hari jadi sekolah yang ke 20-tahun. Seperti sudah menjadi acara wajib tiap tahunnya oleh semua warga sekolah untuk merayakan hari spesial ini.
Bendera hias membentang zigzag dari ujung ke ujung, stand makanan yang dijual oleh para murid berjejer di setiap pinggir lapangan. Dan bintang utama dari acara ini, yaitu panggung yang akan menjadi puncak acara hari ini jadi sekolah.
Sama seperti yang lainnya, stand makanan kelas Ashel pun kedatangan banyak pembeli. Tak sedikit pula dari mereka yang datang hanya menyapa Ashel setelah itu pergi ke stand sebelah.
"Fans Ashel alay banget hahaha! Masa tadi ada yang bilang takoyaki kita kemanisan soalnya makannya sambil liatin Ashel," ujar Jesson yang mengundang gelak tawa dari teman kelasnya. Ashel menggembungkan pipinya, kesal.
Entah kenapa ketika Jesson menyebut siswa laki-laki berbadan bongsor tadi dengan sebutan Fans Ashel, terdengar seperti ejekan untuknya.
Sadar Ashel tak nyaman, Marsha melingkarkan lengannya dipundak temannya itu.
"Udah gerah makin gerah ya gara-gara omongan Jesson," gumam Marsha, diangguki oleh Ashel. Jesson kadang menyebalkan di satu waktu.
Perwakilan tiap kelas sudah mulai tampil diatas panggung sesuai urutan yang telah ditentukan sebelumnya. Beberapa penonton juga mulai membentuk kelompok di depan panggung untuk menyaksikan lebih dekat.
Ashel sih tak terlalu minat. Sebenarnya ia kurang suka juga dengan acara seperti ini, melelahkan dan merepotkan. Beruntung hanya terjadi sekali selama tiga tahun bersekolah disini. Jadi Ashel tak perlu khawatir di tahun berikutnya karena adik tingkat yang akan melakukannya.
"Cewek-cewek gantian dong, kita capek nih daritadi bolak-balikin takoyaki mulu."
Mendengar keluhan dari salah satu temannya itu membuat Ashel menoleh malas. Dengan lunglai ia pergi mendekat ke tengah menyusul Marsha yang lebih dulu pergi.
"Marah deh sama Chris yang milih konsep ini." Ashel mulai menggerutu. "Kenapa gak yang simple aja kayak western food? Kita cuma perlu bikin sandwich atau burger."
"Tapi konsep ini ada untungnya juga," timpal Marsha.
"Apa?"
"Stand kita jadi rame! Ya walau dari tadi yang dateng ke kita rata-rata wibu."
Ashel tertawa dan mengangguk setuju. Entah rasa makanan buatan mereka enak atau tidak, tapi karena berlabelkan Japan Food para pecinta anime itu berhamburan datang kemari.
"Eh, Marsha!"
Baik itu Ashel maupun Marsha menoleh serentak ke sumber suara. Mendapati teman satu eskulnya yang tenyata datang. Marsha langsung sumringah.
"Zedhiaf! Sini-sini, beli dong jajanan kita. Murah loh, enak juga!"
Ashel memperhatikan Marsha dan pemuda bernama Zedhiaf itu tampak dekat. Walau terselip kalimat saling mengejek di pembicaraan mereka, tetap lucu karena Marsha tak pernah terlihat sebebas itu mengobrol dengan orang lain.
"Eh, itu takoyakinya..."
"Ya ampun!"
Terlalu fokus melihat Marsha dan Zedhiaf sampai Ashel lupa kalau ia tengah membakar makanan.
"Gue beli aja sayang kalau dibuang." Cegah pemuda tadi ketika Ashel hendak meraih kantung plastik sampah di bawah meja.
"Oh... iya."
Ashel tiba-tiba bingung hingga tak bisa berkata apa-apa lagi selain menurut. Setelah membenahi takoyaki yang agak gosong itu, ia memberikannya pada pemuda itu.
"Marsha, aku pergi dulu ya! Mau tampil habis ini bareng dia."
Zedhiaf kemudia pergi menggaet temannya yang jangkung itu ke belakang panggung. Sebenarnya Ashel merasa bersalah ketika menerima uang dari takoyaki buatan nya tadi. Mungkin jika bertemu lagi dengannya Ashel akan menggantinya dengan makanan yang lain.
"Mereka mau tampil apa, Sha?"
"Akustik! Zedhiaf yang nyanyi, temannya yang genjreng gitar." jawab Marsha, antusias.
"Mau nonton disana gak?" tanya Marsha yang sebenarnya sebuah ajakan. Namun gelengan kepala dari Ashel membuatnya cemberut.
"Nanti disini gak ada yang jaga. Kamu aja yang kesana."
Marsha tampak berpikir sejenak. "Ya udah deh, ntar kalo Zedhiaf tampil aku ke tengah ya?"
Ashel mengangguk santai. Pandangannya mengedar, memperhatikan sekitar. Pembeli mulai sepi di siang hari, bahkan beberapa kelas lain sudah mulai berbenah karena makanan mereka habis terjual.
Lagi-lagi terlalu fokus memperhatikan yang lain, baru Ashel sadari kalau MC di atas panggung sana tengah bersuara. Melihat adanya Zedhiaf disana membuat Ashel menoleh ketempat Marsha berada. Rupanya temannya itu sudah hilang entah kemana.
"Tanpa nunggu lama lagi, mending kita langsung tonton penampilan mereka. Teman Hidup-Zedhiaf!"
Riuh sorak sorai penonton memenuhi lapangan. Apalagi begitu Zedhiaf mulai memasuki bagian refrain, semua penonton ikut bernyanyi.
Pemuda tinggi tadi itu entah kenapa terlihat berbeda ketika berada di atas panggung sana. Sambil memangku gitar, kepalanya mengangguk-angguk mengikuti ketukan nada lagu yang terlihat keren di mata Ashel.
Diam-diam gadis itu mengulum senyum. Lucu rasanya secara tak langsung Ashel memuji pemuda itu padahal tadi ketika pemuda itu datang ke stand kelasnya, ia men-judge pemuda itu dalam hati karna outfit yang dikenakannya.
Kedua sudut bibir itu terpaksa harus turun ketika pemuda itu mengangkat wajahnya. Tak sengaja hal yang pertama ia lihat adalah sosok Ashel yang berdiri kikuk di bawah stand kelasnya sambil memalingkan wajah.
Ashel berani bertaruh kalau pipinya merona sekarang.
'Ini gara-gara...'
Ya ampun, bahkan Ashel tak tahu nama pemuda itu siapa!
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teras Rindu (Delshel) [End] ✔
Fanfiction[Completed] Tentang Ardel dan Ashel yang menuntaskan perasaan satu sama lain di teras rindu. !Disclaimer! Bxg Typo Fiksi/tidak nyata ©kapikdnzr, 2023