Sampai Disini

702 114 2
                                    

Seminggu belakangan ini, semua siswa kelas 11 sibuk latihan untuk mempersiapkan pentas drama yang akan diselenggarakan bulan depan atau lebih tepatnya dua minggu yang akan datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu belakangan ini, semua siswa kelas 11 sibuk latihan untuk mempersiapkan pentas drama yang akan diselenggarakan bulan depan atau lebih tepatnya dua minggu yang akan datang. Kesuksesan drama kelas ini tentu akan menentikan nilai akhir mereka. Tentu saja, siapa yang tidak tergiur dengan nilai tinggi?

Semua itu membuat Ashel stres. Tak punya pengalaman dalam bermain peran, membuatnya sedikit kewalahan untuk mengimbangi akting teman-temannya. Terlebih lagi desas-desus yang makin menjadi belakangan ini di sekolah.

Ardel dan Indira berpacaran.

Entah benar atau tidak, namun berita burung itu membuat Ashel tak tahu harus bereaksi seperti apa. Berkali-kali Marsha meyakinkan jangan terlalu termakan omongan orang, juga Zedhiaf yang menekankan kalau kedekatan Ardel dan Indira hanya untuk drama kelas mereka.

Yang membuat Ashel terganggu adalah cerita tentang Ardel yang hanya memanfaatkan Ashel untuk popularitasnya. Ashel juga tak yakin Ardel orang yang seperti itu, orang-orang lah yang senang membuat gosip.

Bahkan Ardel tak ada niatan sama sekali untuk menjelaskan. Bagaimana Ashel bisa tenang?

"Ashel, fokus dong! Dari tadi kita ngulang terus tuh gara-gara bagian lo gak bener." Jesson di depan sana berseru, membuat anak-anak kelas mengarahkan pandang kepada Ashel.

"Lo gak pernah loh begini. Gak yakin sih lo gak latihan semalam." Fawas pun ikut bersuara. Pemuda itu agak kesal melihat Ashel seperti orang linglung. Pasalnya Ashel selalu totalitas dalam tugas apapun. Apalagi ujian praktik seperti ini.

Menanggapi ucapan Fawas, Jesson tertawa sarkas. Sembari melempar kertas naskah secara kasar ke atas meja. Ia berjalan mendekat kearah Ashel, "Kenapa lo? Gara-gara dicampakkin sama wibu itu ya?"

Ashel tak pernah marah. Diolok seperti ini oleh Jesson pun ia hanya bisa terdiam sambil berkata. "Maaf, Jes. Aku bakal lebih fokus lagi lain kali."

"Lain kali? Lain kali kapan? Capek tau gak, kita harus ngulang gara-gara lo. Ini buat nilai kita semua, Cel. Mikir dong!"

Suasana kelas mendadak hening. Terkejut Jesson marah besar seperti ini kepada Ashel, apalagi sampai membentaknya.

"Si culun itu cuma manfaatin lo doang. Dia deketin lo karena pengen dilirik banyak orang."

"Harusnya lo malu pernah nolak gue cuman buat laki-laki kayak dia."

"Jesson, udah dong! Kenapa jadi merembes kemana-mana?" tukas Marsha. Tangannya menarik Ashel dan membawanya kebelakang punggung. Jesson sudah keterlaluan.

"Awas ya, kalau sampai nilai ujian praktik kelas kita jelek, berarti itu semua salah lo, Ashel."

Atmosfir kelas berubah tegang. Keheningan setelahnya membuat siapapun enggan untuk sekedar merubah posisi tubuh. Tepat setelah Jesson berbalik, Ashel bergegas keluar kelas sebelum isakannya pecah dan membuatnya tambah malu. Namun langkahnya tertahan sejenak diambang pintu. Melihat Ardel berdiri kaku di depan sana, juga Indira di belakangnya membuat suasana hati Ashel makin kacau. Tanpa menahannya, Ardel membiarkan Ashel pergi dengan mata yang basah. Membiarkan Marsha yang sengaja menubruk bahunya kasar ketika hendak menyusul Ashel.

Teras Rindu (Delshel) [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang