Pulang

665 117 6
                                    

Walau tiap lembar kertasnya telah menguning, ujung kertas yang terlipat, serta coretan disetiap baris kalimat yang berkesan, novel bersampul sederhana itu tetap menjadi buku yang Ashel bawa dan ia baca di waktu luangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Walau tiap lembar kertasnya telah menguning, ujung kertas yang terlipat, serta coretan disetiap baris kalimat yang berkesan, novel bersampul sederhana itu tetap menjadi buku yang Ashel bawa dan ia baca di waktu luangnya.

Hari ini-entah yang ke-sekian kali nya wanita itu membaca buku yang sebenarnya sudah ia hapal di luar kepala beberapa isinya. Yang pasti, Ashel kini tengah merindu yang luar biasa untuk yang ke-sekian kalinya juga.

Jika separuh dari diriku pergi, lantas bagimana aku menjalani hidup?

Bacaannya berhenti disana. Pada sebaris kalimat yang sengaja ia beri highlighter. Entah bagaimana bisa kalimat tersebut sama dengan sebaris sama dengan dialog drama dia tujuh tahun yang lalu.

Ashel benci dirinya yang terlalu melankolis. Benci ketika berpikir bahwa hanya dirinya yang merasa sesak karena masa lalu. Benarkah hanya dirinya? Bagaimana dengan Ardel?

Yah, bisa dibilang selama tujuh tahun ini, Ashel terjebak dengan masa lalu. Memiliki kepercayaan akan suatu hubungan setelah dikecewakan oleh lelaki untuk pertama kalinya saat itu membuat Ashel enggan membuka hatinya untuk siapapun. Berakhir menyiksa diri dengan terus merindu.

Tatapannya kembali jatuh pada kalimat tadi. Tanpa sadar genggamannya pada buku itu menguat, seiring dengan mata yang berembun basah.

Haruskah aku menyelesaikan perasaan yang tak aku ketahui berujung kapan ini? Haruskah aku pulang? Mungkin dengan pulang dan menemuinya bisa menuntaskan rasa sesak berkepanjangan ini.

Tangannya meraih pulpen lalu menuliskan sebuah catatan di sebelah kalimat tadi.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi diantara kita. Satu-satunya hal yang aku tahu adalah, aku benci mencintaimu."

"Alright. Let's go home, Ashel!"

•••

"Cepet, Cel! Giliran kelas kita yang difoto."

Marsha menarik tangan Ashel untuk segera memasuki salah satu ruang kelas yang dijadikan tempat foto. Sepasang kaki yang beralaskan sepatu ber-hak tinggi itu membuatnya agak kesulitan menyusul Marsha yang berjalan dua meter di depannya.

Hari ini, sekolah mengadakan acara kelulusan untuk siswa-siswi kelas 12. Lapangan sekolah penuh oleh kursi yang menghadap ke depan panggung. Di sudut sana penuh dengan foto seluruh siswa yang dicetak polaroid. Juga musik yang sengaja diputar untuk memeriahkan acara hari ini.

Semua bergaya di depan kamera dengan senyum terbaik mereka. Merangkul pundak satu sama lain diselingi tawa kecil menatap lensa kamera.

Ashel sejenak menatap teman-temannya yang tampak bahagia. Menghabiskan satu tahun terakhir bersama mereka tidak buruk juga. Semuanya berjalan baik dengan semestinya, walau Ashel sempat tidak menduga apakah dirinya masih bisa tertawa lepas setelah hari itu.

Teras Rindu (Delshel) [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang