Bangun-tidur-mandi-membereskan rumah-sarapan-menonton tv. Sudah menjadi rutinitas pagi Ashel di Jepang selama setengah tahun ini.
Tak ada kegiatan diluar kecuali jika ingin dan urgent. Kalau kata Febra, 'Ashel udah kaya wibu, nolep.'
"Ashel! Tolong dong sarapanku dibekalin aja, ntar dimakan di kampus."
Suara sama Febra dari dalam kamarnya membuat Ashel menoleh. Terdengar langkah kaki yang mendekat dari arah tangga, itu Febra.
"Bukannya hari selasa masuk agak siang?" heran Ashel. Tinggal selama setengah tahun bersama Febra membuatnya hapal kapan dan jam berapa pria itu pergi kampus.
"Dosen yang minta dimajuin kelasnya."
Ashel mengangguk paham. Tanpa bertanya lagi ia memasukkan sarapan Febra ke kotak bekal. Tak lupa memasukkan sumpit dan sendok, serta botol air ke dalam tasnya.
"Udah?" tanya Febra di depan sana, tengah mengenakan sepatu.
"Udah."
"Tolong disiniin tasnya dong."
Ashel bersungut sebal sambil memberikan tas ransel berwarna hitam itu kepada pemiliknya, "Bawa sendiri dong!"
"Kan udah pake sepatu, nanti lo marah lagi kalo lantai nya kotor."
Begitu sepupunya itu pamit pergi, barulah Ashel menutupi pintu rumah dan pergi ke kamar. Mood paginya sedikit rusak gara-gara Febra untuk sekedar melanjutkan menonton siaran tv. Ashel juga tak mengerti kenapa dirinya sekesal itu. Padahal Febra sudah biasa merepotkan dirinya tiap pagi.
"Mungkin lagi pms," monolognya sambil menarik selimut sebatas kakinya.
Lagi-lagi pikiran itu datang, apa tujuannya datang ke Jepang selama ini? Enam bulan terakhir sebelum memesan tiket untuk tinggal bersama Febra, Ashel membulatkan tekad untuk melanjutkan S2 nya disini. Namun saat Zedhiaf mengiriminya surat undangan acara reuni minggu lalu, entah kenapa Ashel mulai goyah.
Kalau Ashel datang kesana, kalau benar Ardel juga akan hadir, kalau perasaannya kembali meledak ketika bertemu pria jangkung itu.
"Kalau aja terus, kalau," geram Ashel, frustasi.
Tak mungkin juga seorang Ashel Kanaya meninggalkan mimpinya hanya untuk pria. Tapi mungkin saja jika pria itu Ardel.
Lagi-lagi nama itu.
Sebenarnya ada satu yang menjadi pusat dari semua kegelisahannya ini. Kalau ternyata Ardel juga masih sama seperti dulu, bagaimana?
Ting!
Tangan lentiknya meraih ponsel yang berada diatas bantal ketika suara notifikasi pesan menarik atensinya.
Jantungnya serasa merosot ke perut saat itu juga, pesan itu dari Ardel!+62 849-8513-4950
|Ashel?
Ya?|
KAMU SEDANG MEMBACA
Teras Rindu (Delshel) [End] ✔
Fanfiction[Completed] Tentang Ardel dan Ashel yang menuntaskan perasaan satu sama lain di teras rindu. !Disclaimer! Bxg Typo Fiksi/tidak nyata ©kapikdnzr, 2023