Aida baru saja turun dari lantai lima gedung perkantoran tersebut. Ia adalah teman Edris yang bekerja di lantai tujuh gedung tinggi itu. Mereka bekerja di perusahaan berbeda, pertama kali berkenalan saat jam makan siang. Ketika itu, semua meja di restoran gedung tersebut sudah penuh. Hanya ada satu kursi kosong di depan seorang laki-laki yang sama sekali tidak dikenal oleh Aida.
Perut yang amat lapar saat itu membuat Aida memilih untuk makan semeja dengan laki-laki itu. Namun ternyata itulah awal dari kedekatan mereka. Obrolan mereka ternyata menyambung, mereka berada di frekuensi yang sama. Apapun yang dibahas bisa menjadi obrolan panjang. Mulai dari pekerjaan, kemacetan, politik, hukum hingga masalah sosial. Kemarin siang, laki-laki itu mengajaknya makan malam, Aida menerima dengan syarat dialah yang menentukan tempat makan mereka. Jadilah Edris makan makanan pedas yang selama ini selalu ia hindari.
Namun Aida tidak tahu, ayam pedas kesukaannya malah membuat laki-laki itu diare tadi pagi. Berkali-kali ke toilet, bahkan hampir ketinggalan bis menuju kantor. Gadis tinggi semampai itu sekarang sudah keluar dari lift, ia menuju bagian belakang lantai satu tempat restoran berada. Berkali-kali Aida merapikan rambut panjang sebahunya, memastikan rambut itu rapi dan tidak mengurangi kecantikannya. Kulitnya kuning langsat, hidungnya sedikit pesek dan matanya juga sipit, ah dia memang tidak seperti perempuan cantik kebanyakan, tapi ia bersyukur dengan apa yang ia miliki.
Saat memasuki restoran, sorot mata Aida sudah tertuju ke meja tempat dimana ia dan Edris biasa makan berdua. Benar saja dugaan Aida, Edris sudah duduk disana menikmati makan siang. Tapi ada yang berbeda dari laki-laki itu, sorot mata Edris seperti tengah melihat seseorang di depannya. Namun lihatlah, kursi di depan Edris itu kosong, tidak ada orang sama sekali.
Merasa ada yang janggal, Aida bersegera menghampiri Edris, mengipaskan tangan tepat di depan wajah laki-laki yang tengah melotot tak jelas itu.
"Hai, Dris? matamu kenapa?" tanya Aida dengan kebingungan.
Edris menoleh, ia tampak kaget melihat Aida yang sudah berdiri di sampingnya.
"E, eh, hai Aida, kok terlambat datangnya?" tanya Edris dengan gugup.
"Iya nih, ada laporan yang bermasalah tadi," jawab Aida, "kamu nggak lagi sakit, kan? kenapa aneh gitu?"
"Ha? eh, enggaklah," jawab Edris yang masih gugup dengan keadaan, ah sial, Rika di depan Edris menatap tajam kepadanya sekarang. Membuat laki-laki itu kelabakan dihadapkan pada dua perempuan cantik. Ah, mungkin bagi kebanyakan orang Aida biasa saja, tapi bagi Edris perempuan itu secantik bidadari. "Ambil nasi dulu gih, aku tunggu," elak Edris dari Aida.
Gadis itu hanya manggut-manggut, dengan sikap polos ia meninggalkan Edris menuju meja prasmanan untuk mengambil makanan. Sekarang Edris menyorot tajam kepada Rika yang masih tersenyum ramah kepadanya.
"Dia temanmu semalamkan, Edris?" tanya Rika memastikan lagi kalau ia tidak salah mengenali nama manusia di depannya sekarang, setelah mendengarkan nama itu berkali-kali dari rama di ruang kerja Edris.
"Aku mau makan sama dia, kamu bisa pergi sekarang, kan?" tanya Edris dengan seminimal mungkin menggerakkan bibirnya.
"Kenapa? bukannya dia tidak bisa melihatku? jadi anggap saja aku tidak ada, aku tidak akan mengganggu makan siang kalian."
Edris mengembuskan nafas berat, menahan rasa marah yang membumbung ke ubun-ubunnya. Ia harus tenang, agar tidak dikira orang gila disana.
"Aku mau makan berdua dengannya, kami ini bukan teman biasa, jadi tolong pergi dari sini sekarang."
"Aku tidak akan mengganggu kalian, jadi nikmati saja makan siang dan obrolan kalian," tolak Rika pada permintaan Edris. Laki-laki itu hanya bisa mengeram menahan marah.
![](https://img.wattpad.com/cover/336422387-288-k304021.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tidak Pernah Hidup (TAMAT)
Horror( TAMAT) Edris tiba-tiba saja bertemu sosok perempuan yang mengikuti kemana pun ia pergi. Sungguh, itu adalah pengalaman baru bagi Edris. Sosok perempuan itu datang kepadanya dan meminta tolong untuk satu hal. Edris menolak karena tidak mau berhubun...