Bagian 24

220 25 0
                                    

Edris masuk ke dalam ruangannya dengan bergegas. Ia dikirimi pesan oleh Jenok untuk segera menyelesaikan beberapa laporan departemen mereka. Setelah istirahat siang di rumah, Edris langsung menuju kantornya dengan bis seperti biasa. Sehingga saat sampai di kantor ia sedikit berkeringat karena suhu kota yang panas.

Sesampainya di ruangan, Edris langsung menuju kursi kerjanya. Menyalakan komputer dan merapikan beberapa dokumen, hingga sore, ia benar-benar akan sibuk dengan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Jenok mendekat kepada Edris, sementara yang lain melihat Edris dengan seksama, penasaran apa yang diurus laki-laki itu di kantor polisi.

"Jadi gimana nongkrong di kantor polisinya, enak?" tanya Jenok merangkul bahu Edris.

"Lumayan asyik, Bang," jawab Edris dengan asal.

"Polisi negara kita baik-baik, kan? makanya asyik," sahut Bent pada jawab Edris.

"Kalau jalan-jalan berdua dengan Elsa kemarin sore gimana? asyik juga nggak?" tanya Rama menyela. Ia melirik Elsa yang tampak memerah mendengar pertanyaan itu.

Seketika Edris menoleh pada Elsa. Ia tidak ingin masalah ini jadi bahan ejekan ketiga laki-laki konyol itu. Elsa pasti akan merasa tidak nyaman kerja di ruangan itu jika diejek oleh yang lain.

"Elsa hanya membantuku sebentar," jawab Edris dengan singkat, ia memilih fokus dengan dokumen yang harus ia selesaikan. Laki-laki itu tidak tahu harus bagaimana mengelak dari tingkah usil ketiga teman-temannya.

"Oh, masa sih!" sahut Rama mengejek. "Kalau membantu lebih lama juga nggak apa-apa kok, seumur hidup kalau bisa."

"Apaan sih, Ram?" sergah Elsa pada ejekan Rama.

Edris mengabaikan itu semua. Keadaannya sedang tidak bagus untuk diajak bercanda. Ia masih penasaran dengan Rika dan keluarga Willy. Sementara kerjaan kantor juga mendesak. Jika diajak bercanda, emosinya bisa meluap tak jelas.

"Kalau udah ngajak anak orang nginap di tempatmu, konsekuensinya harus kamu nikahi, Bro," ujar Jenok mengusap pundak Edris lagi.

Seketika tangan Edris berhenti bekerja. Ia menoleh kepada Jenok dengan kesal. Ia tidak suka sama sekali jika seorang perempuan diperlakukan seperti itu. Jika tidak terpaksa, maka ia juga tidak ingin mengizinkan Elsa menginap.

"Nah betul itu, Dris, kamu berani berbuat, harus berani tanggung jawab." Bent mengompori.

"Apaan sih kalian?" teriak Elsa yang merasa terpojok disana. "Udah! kerja aja yang benar, semua target kita sudah dekat. Jangan main-main lagi!" ucap Elsa dengan tegas.

Edris melihat kepada Elsa. Gadis itu tengah melihat layar komputernya, tapi Edris tahu, Elsa tidak nyaman dengan keadaan mereka. Edris menoleh kepada Rama, Bent dan Jenok yang sekarang kembali mengerjakan tugas mereka. Kata menginap yang disebutkan Jenok terkesan negatif untuk seorang perempuan di rumah laki-laki.

"Ngomong-ngomong, gimana orang yang kamu bantu semalam?" Jenok mengalihkan pembicaraan, tidak mau membuat Elsa emosi jika diteruskan lagi pembahasan tersebut.

"Udah baikkan, Bang," jawab Edris, laki-laki itu berdiri, "Aku mau ngambil minuman dingin dulu, ada yang nitip?" tanya Edris kepada teman-temannya.

"Bawa aja lima, nggak usah banyak tanya," jawab Bent dengan santai.

Segera Edris keluar dari ruangan itu. Menenangkan pikirannya sebentar. Gurauan temannya tadi membuat kepalanya sedikit memanas. Setelah Edris keluar mencari minuman, Jenok memukul meja kerjanya dengan keras. Kesal melihat Edris.

"Itu laki-laki nggak peka sama sekali ya pada perempuan?" rutunya.

"Udahlah, Sa. Kalau kamu mau, jujur saja sama Edris, kalau nggak biar kami maju buat bicara." Bent memutar kursi kerjanya, melihat ke arah Elsa yang tampak lesu.

Aku Tidak Pernah Hidup (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang