Bagian 26

227 26 0
                                    

Mobil yang dikendarai Edris telah pergi meninggalkan rumah sakit tersebut. Dengan perasaan kecewa yang tercermin dari wajah Edris, ia melajukan mobil dengan cepat. Sampai detik itu, semua pertanyaannya tentang Rika masih belum terjawab. Tentang apakah benar Rika anak Willy dan Liana atau bukan. Semuanya hanya dugaannya. Tidak ada pengakuan dari Willy dan Liana, hanya klaim Rika saja.

"Bu Liana dan Pak Willy itu orang penting, Dris, mereka dari keluarga terpandang. Jadi tidak sembarangan orang bisa bertemu dengan mereka." Elsa mencoba memberi Edris pemahaman agar Edris dapat mengerti dengan keadaan yang dihadapi sebenarnya.

"Aku sudah melakukan riset untuk mencari tahu siapa roh itu sebenarnya, Sa. Dari semua petunjuk yang aku dapatkan, tidak ada satupun bukti yang menunjukkan siapa dia sebenarnya, Sa."

Elsa merapikan rambutnya, matanya melihat Edris dengan serius. "Sebenarnya dari ceritamu tadi sebelum pulang, aku menduga satu hal, Dris."

Dahi Edris seketika mengernyit, ia menoleh kepada Elsa menuntut penjelasan.

"Kamu bilang bahwa roh itu tidak diberi kesempatan hidup, kemudian setelah Pak Willy dan Bu Liana menikah, ibu langsung hamil anaknya yang laki-laki kemarin. Jadi dugaanku ... " Elsa menjeda kalimatnya.

"Jadi apa, Sa?" tanya Edris mendesak, penasaran dengan pendapat Elsa akan masalah ini.

"Ibu pernah hamil sebelum menikah, dan dia melakukan aborsi terhadap kandungannya," ucap Elsa dengan sedikit ragu-ragu.

Edris terdiam sejenak, kemudian menoleh kepada Elsa. Sungguh itu tidak masuk akal bagi Edris. Bukan tidak mungkin itu benar, namun Edris tidak mau menuduh orang seperti itu.

"Itu fitnah keji, Sa," ungkap Edris yang menolak dugaan Elsa itu.

"Aku tidak memfitnah, Dris, aku hanya menarik kesimpulan dari petunjuk yang kamu dapatkan," elak Elsa pada tuduhan Edris.

Edris membuang nafas, "Aku tidak mau berdebat soal ini, Sa. Mereka bukan keluarga sembarangan, tuduhan ini bisa membahayakan kita jika kamu berucap seperti itu di depan orang lain."

Elsa membuang muka dari Edris. Ia pun juga tidak ingin berdebat untuk satu hal yang berbahaya seperti itu. Namun di hatinya ia sedikit kecewa, karena Edris tidak mendukung dugaannya itu.

***

Edris baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan kecilnya, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia harus segera naik keranjang untuk menjemput istirahat malam. Sejak di kantor polisi tadi, Edris sama sekali tidak melihat Rika. Entah kemana lagi roh itu pergi, ia benar-benar tidak tahu. Edris menutup jendela kamar, tadinya ia berharap Rika akan datang dan duduk melihat bulan dari jendela itu seperti hari-hari sebelumnya.

Namun apa yang dinanti Edris tidak kunjung datang. Laki-laki itu merapikan meja kerjanya, kemudian dengan langkah gontai naik keranjang. Menarik selimut dan menutup mata. Baru beberapa menit ia memejamkan mata, suara itu datang memanggilnya.

"Edris ... Edris ... kamu sudah tidur?" tanya suara itu.

Edris membuka mata dan segera duduk. Rika tengah berdiri di dekat jendela yang tirainya tidak ditutup Edris. Hembusan nafas berat keluar dari mulut Edris.

"Kamu dari mana saja?" tanya Edris dengan datar, ia beranjak menuju kursi kerjanya.

Rika diam sejenak, ia memperhatikan Edris dengan lekat. "Terima kasih sudah menepati janjimu, Dris," ucap Rika dengan sendu.

Edris tak menanggapi. Ia melihat Rika dengan lekat. Wajah cantik roh itu tampak berusaha tersenyum menyembunyikan rasa kecewanya. Sungguh, Edris tidak tahu apa yang dirasakan Rika.

Aku Tidak Pernah Hidup (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang