Hanbin's Journal, December 31, 2009
Hari-hari yang kulalui hanya bersama Zhang Hao dan Namu sudah cukup buruk. Tak pernah sekalipun terlintas di pikiranku, bahkan di imajinasiku yang paling liar, kalau akan ada kedatangan seorang Song Mino juga. Sekarang hidupku benar-benar buruk. Sudah sepuluh hari Mino menetap di apartemenku, dan ia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan pulang ke Korea. Entah apa yang mencegahnya. Firasatku mengatakan dia menantikan sesuatu dan dia takkan pergi sampai yang dinantikannya itu tiba.
Ide untuk mengusirnya selalu terlintas berkali-berkali. Tapi seperti kata Mino, percuma saja mengusirnya sekarang. Ia pasti akan menemukanku lagi, dan malah membuatku makin kesal. Jadi satu-satunya cara adalah menunggunya pulang dengan sendirinya. Seandainya saja Mino lebih terbuka dan memberitahuku apa yang dinantikannya sehingga aku bisa membantunya, untuk pulang lebih cepat tentunya.
Mungkin ia jatuh cinta dengan wanita Amerika? Haha. Aku terlalu stress sehingga bahkan pikiranku melantur.
Tapi keberadaan Mino benar-benar membuatku jengah, bahkan Zhang Hao terlihat sangat tidak nyaman. Satu-satunya yang menikmati kehadiran Mino hanya Namu, karena anjing itu akrab sekali dengannya.
Zhang Hao pernah bilang pada suatu malam sebelum kami pergi tidur (hei, jangan salahkan aku dengan adanya adegan seperti ini, Mino membuat kami harus tidur sekamar, ingat?) kalau ia bertemu Mino dalam keadaan tidak begini, tidak menjadi suamiku maksudnya, mungkin ia akan sangat menyukainya, karena sosoknya sangat dewasa. Benar-benar figur seorang kakak yang baik. Tapi aku, ia menatapku sinis ketika mengatakan ini, membuat segalanya tampak lebih buruk.
Aku hanya menggumamkan 'hn'-ku dan memejamkan mata untuk tidur.
Intinya, Mino benar-benar menguras waktu dan tenagaku. Setiap dia ada, aku harus berpura-pura mesra dengan Zhang Hao, menggenggam tangannya, mencium puncak kepalanya, merangkulnya, tidur seranjang dengannya setiap malam. Astaga, benar-benar derita batin.
Dan aku sama sekali belum menemukan judul yang tepat untuk laguku. Mino merusak inspirasi. Aku baru saja menyadari kalau aku lebih membenci Mino daripada Zhang Hao, dan itulah kesalahan yang masih kuhitung sebagai kesalahan keenam Zhang Hao. Dia bisa menjadi jauh lebih baik, jauh lebih baik daripada keluargaku.
***
Zhang Hao menguap dan meregangkan otot-otot tubuhnya. Ia memutar posisi tubuhnya di kasur sehingga tidak lagi menghadap tembok, dan langsung mengerjap kaget. Wajah tidur Hanbin hanya berada beberapa inchi dari wajahnya sendiri. Nafas Hanbin yang teratur tampak begitu tenang dan damai. Ia benar-benar tengah tertidur lelap. Zhang Hao mendudukkan dirinya dan mengernyit memandang Hanbin. Lengan kiri pemuda stoic itu menutupi matanya sementara tangan kanannya tergeletak di atas perutnya. Dadanya bergerak naik turun seirama dengan napasnya.
Zhang Hao mengangkat alis. Ia tahu Hanbin sangat jaim ketika dia sadar, tapi ia tak pernah menyangka kalau 'suami'-nya itu juga bisa terlihat keren waktu tidur, bahkan dengan gaya yang sederhana seperti itu. Kalau dirinya sih, sudah tidak usah diragukan lagi. Air liur di mana-mana dalam posisi tubuh yang tidak elit.
Zhang Hao mendengus geli dengan pemikirannya barusan dan turun dari tempat tidur sepelan mungkin agar tidak membangunkan Hanbin. Ia keluar dari kamar dan langsung melenggang ke dapur, dimana Namu biasa tidur. Tapi Mino sudah ada di sana.
"Oh, eh, hai, pagi.." sapa Zhang Hao canggung. Mino sudah lebih dari seminggu di sini tapi kehadirannya tetap membuat Zhang Hao jengah.
Mino yang sedang berjongkok di depan Namu yang sudah diberinya sarapan, mendongak dan tersenyum pada adik iparnya. "Pagi." balasnya. "Kau tidak usah repot membuat sarapan seperti biasanya. Semuanya sudah kusiapkan di meja makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Blue And Red | BinHao ♡
FanfictionSung Hanbin adalah anak dari pengusaha terkemuka di Korea yang ingin mewujudkan impiannya menjadi pianis sukses. Namun keluarganya terus mencoba menghalangi impiannya itu bahkan saat Hanbin sudah kabur dan berhasil bersekolah di Universitas musik te...