03

2.1K 246 10
                                    

Hanbin hadir di auditorium utama hari itu bersama mahasiswa tahun pertama lainnya untuk mengikuti audisi. Ia sama sekali tidak menghiraukan mereka, walaupun beberapa gadis yang ada di dekatnya tak pernah berhenti mencuri pandang ke arahnya disertai dengan senyuman-senyuman menggoda yang menurutnya sangat menganggu. Baik di Korea maupun di New York ternyata sama saja.

Mata hitamnya menatap lurus ke panggung auditorium, mengamati seorang pemuda berambut coklat alami yang sedang memainkan lagu Canon menggunakan biolanya dengan penuh penghayatan.

Mata hitamnya menatap lurus ke panggung auditorium, mengamati seorang pemuda berambut coklat alami yang sedang memainkan lagu Canon menggunakan biolanya dengan penuh penghayatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanbin mengakui permainan orang itu sangat bagus. Hanbin belum pernah melihatnya di JSA sebelumnya, tapi dilihat dari kumpulan gadis di depannya yang terusmemandangnya dengan tatapan memuja, Hanbin rasa ia cukup populer.

Pemuda itu mengakhiri permainannya dan membungkuk ke arah para dosen yang bertindak sebagai juri, dan turun dari panggung. Matthew yang ternyata ada di dekat panggung langsung menyapanya dengan senyuman ramahnya. Hanbin mengangkat alis, tidak menyangka Matthew mengenalnya.

"Sung Hanbin!"

Namanya dipanggil. Hanbin bangkit dari duduknya dan langsung naik ke panggung, mendudukkan diri di hadapan grand piano yang ada di sana. Ia sama sekali tidak merasa gugup.

"Hm, Hanbin ya..." kata Mr. Chan, dosennya di kelas piano. "Murid tahun pertama, bergabung dengan JSA empat bulan lalu. Sangat handal di bidangnya. Termasuk dalam kelas jenius," ia membacakan profil Hanbin yang dipegangnya.

"Ayo kita lihat apa yang kau punya."

Sebelumnya Hanbin berniat memainkan Fur Elise untuk audisinya, tapi entah kenapa, setelah melihat permainan biola pemuda coklat tadi, keinginan untuk memainkan Canon juga terbersit di benaknya. Hanbin menarik napas pelan dan langsung menekan tuts-tuts piano itu, memainkan Canon-nya. Ia tidak begitu ingat lagunya, tapi Hanbin memainkan pianonya sambil memejamkan mata, mengingat setiap nada yang keluar dari biola pemuda tadi, dan menggubahnya dengan pianonya. Itu sangat berhasil. Ia sama sekali tidak kehilangan detail-detail kecilnya.

Hanbin mengakhiri permainannya dengan sangat sempurna. Ia membuka mata, menoleh ke arah Mr. Chan dan kolega-koleganya dan mengangguk singkat.

Mr. Chan mengangkat alis. "Itu tidak seperti Canon yang kuingat." komentarnya.

Hanbin tidak membalas komentar itu. Ia sangat tahu Canon-nya tadi benar-benar berbeda.

"Hm," Mr. Chan meneruskan. "Canon-mu yang tadi itu membuatku merasa kau seolah-olah mengiringi permainan biola peserta sebelum ini."

'Memang begitulah yang terjadi,' pikir Hanbin, sedikit geli.

"Tapi kau membawakannya dengan sangat luar biasa! Selamat, Hanbin. Kau ikut ke Swedia." kata Mr. Chan, tersenyum lebar.

[✓] Blue And Red | BinHao ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang