15

3.4K 272 109
                                    

January 11, 2011.

Hanbin turun dari panggung wisudanya setelah memberikan pidato singkat tanpa senyum dan menerima ijazah kelulusannya. Ia menghindari euforia anak-anak lain yang juga di wisuda hari itu, ia yang termuda di antara mereka tentu saja, dan mencari Zhang Hao di antara kerumunan. Hanbin memandang berkeliling dan melepas toga yang menghalangi pandangannya. Ia tak menemukan sosok yang dicari-carinya dalam ruangan.

Ia bergegas keluar sembari melepas toga yang dikenakannya karena membuatnya susah bergerak cepat, tak mempedulikan tatapan aneh orang-orang karena ia dengan percaya diri melepas toga di tengah jalan. Ia masih tak menemukan Zhang Hao di sekitar situ. Maka ia berlari ke tempat parkir dimana ia memarkir mobilnya, berharap Zhang Hao sedang menunggu di sana. Tapi ternyata tak ada siapapun di sana. Mobilnya kosong.

Hanbin berdiri di samping mobilnya, mengatur napasnya yang sedikit terengah. Dimana sebenarnya Zhang Hao?

Hanbin mengerling jok depan mobilnya dan melihat ada amplop coklat besar tergeletak di sana. Hanbin langsung mengenali amplop itu. Amplop yang berisi berkas perceraian mereka berdua. Ia membuka pintu mobilnya dengan terburu-buru, melemparkan toga, ijazah dan topinya ke jok belakang, lalu mengambil amplop itu. Hanbin membukanya dengan sangat cepat, mengecek sesuatu. Dan ia berhenti di lembar dimana Zhang Hao seharusnya membubuhkan tanda tangannya sebagai persetujuan.

Seharusnya Hanbin sudah menduganya, tapi hatinya tetap terasa mencelos ketika melihat tanda tangan Zhang Hao benar-benar tergores di sana. Ia kembali memasukkan kertas-kertas itu ke dalam amplop dan melemparkannya ke jok belakang bersama perlengkapan wisudanya. Hanbin memandang berkeliling tempat parkir.

Zhang Hao pasti belum jauh. Ia masih melihatnya sewaktu ia mengakhiri pidatonya tadi. Masa si tolol itu tega meninggalkannya bahkan tanpa mengucapkan kata perpisahan?

Hanbin mengunci mobilnya lagi dan kembali melanjutkan pencariannya. Ia benar-benar mengelilingi JSA yang sangat luas itu, memicingkan matanya ke segala arah, mencari-cari sosok Zhang Hao. Ia sudah hampir putus asa ketika dilihatnya seorang pemuda dengan rambut cokelat serta baret biru khasnya yang mencolok, sedang menjinjing tas olahraga berukuran sedang, berjalan melintasi taman depan JSA ke arah pintu gerbang. Tak salah lagi, itu Zhang Hao.

Tanpa pikir panjang, Hanbin langsung berlari ke arah sosok itu, tidak menggubris sekawanan burung dara, yang sedang mematuk-matuk rerumputan untuk mencari cacing, terbang ketakutan karena derap langkahnya. Hanbin berhasil menyusul Zhang Hao tepat pada waktunya, sebelum ia keluar dari JSA.

"Hyung.." engah Hanbin, berhenti tepat di depan Zhang Hao.

Zhang Hao yang kaget karena Hanbin tiba-tiba muncul di depannya berhenti melangkah. "Binbin? Ngapain kau di sini?" tanyanya heran. Seharusnya Hanbin tidak berada di sini. Seharusnya setelah pidato tadi, Hanbin akan langsung pulang ke apartemennya, tidak menghiraukan Zhang Hao lagi. Zhang Hao memang tidak berniat mengucapkan selamat tinggal.

"Kau tahu aku akan berangkat ke Hongkong besok pagi." kata Hanbin ketika napasnya sudah kembali normal. "Dan kau sama sekali tidak ingin mengucapkan selamat jalan atau apa?" sindirnya.

Zhang Hao tertawa kikuk, membetulkan letak tas olahraganya yang disandangnya di bahunya. Memang hanya itu barang bawaannya. Propertinya yang lain sudah berada di apartemen barunya, di tempat yang tidak Hanbin ketahui, sejak minggu lalu. "Kurasa kau tidak ada waktu untuk mendengar ucapan selamat jalan dariku. Kau kan harus packing dan lain sebagainya, Bin."

"Berhenti bicara omong kosong Hyung." sergah Hanbin kasar.

Dan Zhang Hao tak lagi menyamarkan sorot sedih di matanya dengan cengirannya yang dibuat-buat. Mereka sudah melewati tahap untuk tidak saling menyembunyikan perasaan lagi. Mereka sudah tahu isi hati satu sama lain.

[✓] Blue And Red | BinHao ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang