"Semua orang punya luka tapi Ngga semua orang bisa mengatakannya."
-Kenzo Adinata***
-Pagi ini matahari bersinar begitu terik, panasnya mampu menyengat para murid yang saat ini sedang berjejer di tengah lapangan, sambil hormat kepada sang bendera merah putih.
Sementara itu, Kenzo sebagai Ketua Osis, dengan mata elangnya mengawasi mereka semua dari kejauhan, sambil berteduh di bawah pohon rindang.
"Parah banget Lo, Zo, anak orang lo jemur di tengah lapangan tapi Lo sendiri malah ngadem di bawah pohon. Kayaknya takut amat kena sinar matahari, vampir Lo?" Gavin datang dan menepuk pundak teman satu organisasi dengannya.
Kenzo hanya mengangkat bahu dengan acuh. "Resiko karena telat."
Gavin sampai geleng-geleng kepala melihatnya, bahkan dia jamin, rata-rata murid yang di hukum pasti hanya terlambat 5 menit sebelum gerbang di tutup. Kenzo memang terkenal kejam kalau soal ketertiban.
Sementara itu Kenzo melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya.
"Bentar lagi bel masuk, Gue duluan." Giliran Pemuda itu yang menepuk pundah Gavin sebelum melangkah pergi.
"Anjir Gue di tinggal," gerutu Gavin sebelum melangkah menyusul Kenzo.
Seperti hari-hari biasanya, beberapa siswi melirik saat Kenzo melewati mereka. Sudah bukan rahasia umum jika banyak gadis yang menaruh hati pada Kenzo. Meski punya sisi kejam soal hukuman dan mulutnya yang pedas, tapi tak bisa di pungkiri jika paras Kenzo memang tampan. Di tambah sisi tegas, berwibawa dan cerdas menjadi banyak alasan bagi para gadis untuk menyukai Pemuda itu.
Kini, di lorong anak kelas XII MIPA, Kenzo secara mendadak menghentikan langkah. Gavin yang semula berjalan di sampingnya pun mau tak mau ikut berhenti.
"Kenapa berhenti, Zo?" Gavin bertanya, namun Kenzo mengabaikannyam
Pemuda itu malah berjalan mendekat ke seorang gadis yang sedang berjongkok membelakanginya.
"Fel? Ngapain?" Kenzo bertanya.
Sang gadis menoleh, Kenzo melirik ke arah yang sejak tadi menjadi fokus gadis itu. Rupanya seekor kucing malang yang tampak kelaparan.
Gadis itu adalah Felysia Azka Aquilla, sekretaris Osis yang terkenal feminim dan berhati lembut. Felysia sangat menyukai hewan, di rumahnya bahkan dia memelihara banyak kucing.
"Nemu dimana?" Kenzo mengubah pertanyaan. Dia sudah sangat paham tabiat Felysia.
"Di koridor. Tadi aku ngeliat dia lagi meringkuk di sana. Kayaknya dia kelaparan." Gadis itu menunjuk tembok di pojok lorong.
"Tunggu di sini! Kebetulan tadi gua bawa bekal. Lumayan buat makan tuh kucing," ucap Kenzo, dan setelah itu berlari kecil menuju kelas yang berjarak tak terlalu jauh. Beberapa saat setelahnya, Kenzo kembali dengan kotak nasi warna hitam, warna kesukaan Kenzo.
"Nih." Pemuda itu memberikan bekal yang ia bawa untuk Felysia.
"Terus lo gimana, Zo?" Tanya Felysia. Terlihat khawatir sekaligus tak enak hati.
"Gampang, nanti bisa beli," balas Kenzo sembari berjongkok mendekati si anak kucing.
Di elusnya anak kucing yang malang itu, Kenzo bahkan tersenyum tipis. "Kasian ya dia, pasti dia menderita banget selama ini."
Gavin dan Felysia terdiam. Seorang ketua Osis galak dan hobi menyiksa para murid bandel, kini berubah menjadi laki-laki berperasaan. Keduanya kemudian saling tatap sebelum akhirnya ikut berjongkok bersama Kenzo.
"Bro? Ini elu?" Gavin bahkan sampai bertanya dengan heran. Tangan kanannya menyentuh bahu lebar Gavin. Bisa saja kan makhluk di depannya bukan Kenzo yang ia kenal.
Kenzo mendengus lantas berdiri. Merapihkan kembali jas Osis yang sempat berantakan, Pemuda itu berucap, "Gua mau ke loteng bentar. Dan lu, ga usah ngikutin gua." Kenzo menatap wajah Gavin.
Gavin hanya bisa menurut, lagipula mana berani dia melawan Kenzo.
Lantas Kenzo melangkah sendirian menuju rooftop, tempat yang biasa dia datangi sendirian. Kenzo suka kesendirian, atau mungkin karena hidupnya di dominasi rasa sepi?
Setelah sampai di rooftop sekolah, Kenzo menatap ke seluruh penjuru sekolah yang ia lihat dari atas situ. Kenzo menghela nafasnya panjang, dan mengeluarkannya secara kasar.
"Aaaarrrrrrggghhhh....." Setidaknya hanya hal itu yang bisa ia lakukan untuk mengatasi pikirannya yang mulai kacau.
Kini Kenzo merasa sedikit lega. Embusan angin yang sedari tadi membelai rambut hitamnya kini terasa di kulitnya yang kecoklatan. Hanya di tempat ini Kenzo bisa merasakan ketenangan.
Kenzo memejamkan mata, setidaknya dia bisa mendapatkan rasa tenang disini. Setidaknya ia bisa sedikit lari dari berbagai hal yang terasa 'mencekik' lehernya.
"Mau rokok?" Mata Kenzo seketika terbuka kala mendengar suara seorang gadis menyapa.
Dia menoleh. Rupanya di sini ia tak sendiri, ada seorang gadis yang tengah menatapnya. Di tangannya ada sebungkus rokok serta sebuah korek api.
"Lo siapa?" Kenzo bertanya.
Sang gadis tak menjawab, ia mengambil sebatang rokok dan menaruhnya di bibir. Saat hendak menyalakan korek api, Kenzo menahannya.
"Ini wilayah sekolah, apalagi lo cewek. Ngga pantes buat merokok," tegurnya.
Mendengar teguran itu sang gadis tertawa. "Hukum mana yang melarang seorang wanita buat merokok?'
"Ada, dalam norma masyarakat juga perempuan dilarang buat merokok." Kenzo menjawab.
"Oh, ya? Tapi sayangnya Gue Ngga peduli," balas si gadis.
Gadis itu menyalakan korek api kemudian menyalakan rokok, asap rokoknya sengaja ia hembuskan ke wajah Kenzo.
"Salam kenal, gue Adelyn. Sesuai arti nama, gue cinta kebebasan." Sambil tersenyum miring, gadis bernama Adelyn itu memperkenalkan diri.
Kenzo menghalau asap-asap rokok menggunakan tangannya. Dengan kesal, dia merebut rokok dari genggaman Adelyn dan langsung menginjaknya hingga mati.
"Lo gila?!" bentak Kenzo.
"Mungkin Gue keliatan lumayan gila, tapi aslinya Gue masih waras, kok," balas Adelyn tanpa takut.
Kenzo memejamkan mata, niat hati ingin menenangkan pikiran tapi dia malah bertemu dengan gadis sinting seperti Adelyn.
"Karena Lo udah melanggar peraturan sekolah, Lo harus ikut Gue ke ruang BK." Kenzo menarik tangan Adelyn, berusaha membawa gadis itu pergi bersamanya, namun nyatanya Adelyn langsung menepis tangannya.
"Gue alergi ruang BK," jawab gadis itu.
Mengambil sebatang rokok lagi, Adelyn menaruhnya di saku baju Kenzo.
"Gue tau Lo butuh ini," ucapnya. Tanpa menunggu balasan Kenzo, gadis itu sudah lebih dulu melangkah pergi.
Kenzo mengambil rokok tadi lalu melemparnya ke arah pintu rooftop yang baru Adelyn tutup.
"GUE NGGA BUTUH!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KENZO ADINATA
Genç Kurgu"Semua orang punya luka tapi Ngga semua orang bisa ngungkapin lukanya." -Kenzo Adinata.