Naresh menangis, perasaannya menjadi sangat kacau selepas makan malam. Ingatannya selalu memutar kenangan yang sama, ingatan Naresh El tentang sang Bunda yang telah tiada.
"Ng ..."
Tangan kecilnya mengobrak abrik isi lemari yang ada di kamarnya, tubuh Naresh El tak bisa Naresh Al kendalikan, seolah bergerak sendiri mencari sesuatu di dalam sana.
"Naresh El, please berhenti, perasaan gue sakit," gumam Naresh sesenggukan. Namun tubuh itu terus bergerak tanpa bisa ia hentikan. Dan semakin banyak sekelebat ingatan Naresh El tentang Bundanya.
"Sayang, nak? Maaf Bunda tidak bisa menemanimu lebih lama, ya?"
"Lihat? Kamu sangat kecil. Maaf karena kamu terlahir prematur gara-gara penyakit yang Bunda derita."
"El tidak akan melupakan Bunda, kan?"
"Tumbuhlah menjadi orang yang baik, menurut pada ayah dan keempat kakak mu, El."
"Maafkan Bunda ..."
"El, Bunda menyayangimu ... selalu."
"Please berhenti ..."
Sebelah tangan nya meremas rambut, ingatan yang bermunculan itu memporak-porandakan perasaanya, kepalanya sakit, dadanya sesak.
Isi lemari itu sudah berantakan, hingga ada beberapa barang yang tergeletak di lantai.
"Naresh El, please ..."
Naresh tersentak kala tubuh yang ia tempati berhenti membuat gerakan. Tangan kecilnya memegang sebuah figura yang tampak usang.
Naresh Al mengambilnya dengan ragu, memperhatikan dengan seksama figura usang itu. Membaliknya hingga menampakkan foto seorang wanita cantik yang sedang menggendong seorang bayi.
Perasaan Naresh Al menghangat. Jemari lentiknya mengusap pelan foto itu. Hingga jemarinya berhenti pada sebuah tulisan.
Naresh El Ganendra, my son, my love.
Matanya kembali berkaca-kaca, isak tangisnya kembali terdengar.
Ternyata, kehidupan gue dulu lebih baik dari kehidupan lo, El.
Di kehidupannya dulu, Naresh masih dapat merasakan kasih sayang seorang ibu hingga usianya 13 tahun
•
•
•"Bangun ..."
Naresh menggeliat merasakan embusan napas hangat itu di telinganya. Matanya mengerjap, kemudian menoleh ke asal suara.
Matanya membola mendapati sepupu yang ia takuti sedang menatapnya sambil bertopang dagu.
Zen, lelaki itu mengulas senyum tipis. Jemari panjangnya bergerak mengusap dahi Naresh yang mengerut dalam.
"Morning ..."
Sapa Zen hangat.
Naresh mencoba mendudukkan diri, nyawanya belum terkumpul sempurna tapi sudah dikejutkan dengan keberadaan Zen di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXTRA REVENGE; Naresh Al.El Ganendra
Teen Fiction• Brothership series 1 [Not BL] • Transmigrasi series 1 • Slice of Life ──────── Tentang Naresh Al Nagendra, yang jiwanya nyasar ke raga tokoh figuran malang dalam novel yang pernah ia baca, setelah mengalami kecelakaan mengenaskan ketika balapan li...