Bagi Zavier, Naresh adalah poros hidupnya. Terdengar berlebihan, namun begitulah adanya yang Zavier rasakan. Ia mengaku menyesali segala ketidakacuhannya dulu terhadap keberadaan Naresh. Ia diam meski mendengar kabar jika Naresh mengalami perundungan, ia diam meski melihat sikap dingin keluarganya kepada Naresh, dan ia diam meski tahu jika Naresh begitu menderita dan kesepian seorang diri. Zavier menyesal, sangat.Saat mendengar kabar jika Naresh mengalami perundungan hingga harus dilarikan ke rumah sakit, sempat koma, dan dinyatakan amnesia, pikiran Zavier kosong, perasaanya kacau. Zavier merasa sakit, dan sesak. Penyesalan yang teramat besar menghantam relung hatinya, membuatnya hilang kendali dan sempat menangis hebat.
Zavier sedang melaksanakan studi pertukaran pelajar di Singapura saat itu. Ia dengan kalang kabut dan frustasi berkendara menuju bandara untuk segera pulang ke Indonesia dan melihat keadaan Naresh. Zavier tak peduli ketika orang-orang yang berlalu lalang di bandara menatapnya dengan aneh karena berlari dengan tergopoh-gopoh dan berpenampilan kacau. Hanya ada Naresh dalam pikirannya.
Pertemuannya dengan Naresh di rumah sakit saat itu, menghantarkan perasaan lega pada hatinya. Naresh baik-baik saja meski kehilangan ingatannya, Zavier sangat bersyukur masih bisa melihat sosok itu menatapnya. Tidak masalah jika sorot yang dulunya sayu dan hangat itu kini menatapnya dengan asing, bingung, dan canggung. Zavier akan selalu menyukainya.
Sikap Zavier ketika memperkenalkan diri kembali memang ketus, namun itu karena ia berusaha menutupi kegugupannya. Apalagi Naresh menatapnya dengan lekat tanpa berkedip, membuat Zavier bertanya-tanya, apakah ada yang salah dengan wajahku?
Tak pernah terbayang dalam pikiran Zavier jika akan datang saat di mana ia kembali merasakan perasaan kacau itu untuk kesekian kalinya, dan bahkan lebih parah. Ia tidak tahu bagaimana keadaan adik bungsunya itu sekarang. Apakah tubuhnya baik-baik saja? Bagaimana keadaan jantungnya? Apakah Naresh menangis? Bagaimana jika adikya itu tidak dapat bertahan?
Keadaan mansion Ganendra saat ini begitu kacau dan berantakan. Suasana suram menyelimuti tiap anggotanya.
"Tenanglah, Zavi--"
"Bagaimana aku bisa tenang di saat aku tidak tahu keberadaan dan keadaan adikku sendiri?!"
Zavier mengerang frustasi, peluh dingin dan air mata membanjiri sebagian wajah juga lehernya. Wajahnya memerah menahan emosi. Di saat seperti ini, Zavier merasa menjadi manusia paling tidak berguna.
"Kakak tahu, Kakak mengerti. Kami semua juga sama khawatirnya, Ky. Mengamuk dan emosional seperti ini tidak membuat keadaan menjadi lebih baik, tenangkan dirimu." Asher yang sama kacaunya itu menarik Zavier ke dalam pelukannya.
"Sshhh... Tenang, oke? Bernapas pelan-pelan..."
"Lahar Everest sialan!" Zen meninju dinding dengan kuat. Emosinya meluap tak terkendali sekarang.
Para Ganendra kembali dibuat mengamuk ketika mendapat kabar jika Naresh menghilang bersama Lahar saat pemuda itu mengajaknya jalan-jalan di taman rumah sakit.
Para bodyguard yang berjaga saat itu kini terkapar lemah karena menjadi sasaran amarah para Ganendra. Mereka dinilai lalai meski sudah menjelaskan kenapa mereka membiarkan Lahar membawa Naresh pergi.
Ali menjadi salah satu bodyguard yang melarang keras Lahar saat itu dan tidak percaya meski Lahar telah menunjukkan isi pesannya dengan Zayn pada mereka sebagai bukti. Mendengar cerita dari Ali, Zayn membantah keras dan mengatakan bahwa ia tidak pernah mengirimkan pesan seperti itu pada Lahar.
Di sisi lain, para Ganendra menyesali keterlambatan mereka mengetahui informasi tidak terduga tentang latar belakang seorang Lahar Everest, yang ternyata berhubungan dengan salah satu dari 3 anak pembully yang mereka lenyapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXTRA REVENGE; Naresh Al.El Ganendra
Fiksi Remaja• Brothership series 1 [Not BL] • Transmigrasi series 1 • Slice of Life ──────── Tentang Naresh Al Nagendra, yang jiwanya nyasar ke raga tokoh figuran malang dalam novel yang pernah ia baca, setelah mengalami kecelakaan mengenaskan ketika balapan li...