Bab 2

1.6K 279 89
                                    

Selamat Membaca













Kirim api dulu supaya lebih panass 🔥🔥🔥🔥
















Keuangan 23

Mario : Minum susu rasa semangka

Haikal : Pacarnya satu, masih mau nambah
Haikal : Izin bro @david

Mbak Olie : Si David setia kal, nggak kayal lo

Yuna : Setia ya, Mbak?
Yuna : Hahaha

Minji : Bilang aja iri mblo

Haikal : Diam lo sesama jomlo

Gimana tadi liriknya yo?

Mario : Minum susu rasa semangka

Suka dari dulu, mau nembak malu
Izin bro @haikal

Mario : Hahaha

Haikal : 😊
Haikal : Heya mana heya
Haikal : Bantuin gue ya

Heya lagi tidur

Haikal : Kok lo tau?

Haikal : Lah, si anjing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haikal : Lah, si anjing

***

“Na, nitip, ya. Anterin sampai rumah, dia nggak bawa motor.” Setelah mengusap lembut rambut Heya, David berjalan pergi keluar restoran sembari tertawa pelan melihat Yuna yang memberikan jari tengah kepadanya.

Yuna menghela napas pelan, ia memberikan Heya tatapan serius ketika hanya tersisa mereka berdua di meja ini. Hari ini weekend, mereka bertiga memilih bertemu di salah satu restoran, sebelum David pergi lebih dulu, karena Jelita telah tiba di rumahnya.

“Sampai kapan, Ya?” tanyanya yang membuat Heya menatapnya. “Gue diam, bukan berarti membiarkan. Gue cuman mau lo berhenti di hubungan yang nggak sehat ini.”

Heya diam, memilih menunduk, mengaduk minumannya dengan gerakan lambat.

“Jadi orang ketiga nggak akan membuat lo bahagia. Akhiri semuanya sama David, cari lelaki lain. Lo bisa, Ya. Lo bisa dapat lelaki seperti David, atau bahkan lebih dari dia. Percaya sama gue,” ujar Yuna lagi, berusaha meyakinkan sahabatnya untuk mengakhiri hubungan ‘sakit’ yang sudah berjalan selama enam bulan ini.

Dan, lagi-lagi percakapan mereka berakhir dengan diamnya Heya. Berulang kali Yuna mengingatkan, berulang kali gadis itu menyuruh Heya berhenti. Namun, Heya selalu diam. Tidak mengiyakan, atau tidak juga menolak. Yuna mengembuskan napas kasar, entah harus dengan apa menyadarkan temannya itu.

REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang