Bab 20

1.1K 215 41
                                    

Selamat Membaca













“Mama cerita tadi, kamu ketemu sama Bundanya David?” tanya Sastra yang malam ini tengah berada di apartemen bersama Heya. Heya tinggal di apartemen miliknya, karena lelaki itu yang meminta.

Heya mengangguk pelan, gadis itu membuka mulutnya ketika Sastra menyuapinya dengan ayam bakar dan nasi. Ini sudah malam, gadis itu enggan makan karena malas tangannya kotor.

Namun, Sastra yang baru pulang dari Malang, mengunjungi apartemennya dengan membawa banyak makanan. Memaksa Heya makan dengan menyuapinya.

“Aku perlu datang dan bicara sama Bundanya David?” tanya lelaki itu yang membuat Heya menatapnya dan menggeleng pelan.

“Jangan.”

“Kenapa? Takut melukai perasaan David kalau Bundanya aku apa-apain?” tanya Sastra yang membuat Heya menepuk pelan punggungnya.

“Nggak gitu, tapi kamu nggak perlu ikutan. Biar aku aja yang jelek di matanya, kamu jangan. Kalau dengar kamu dikata-katain juga, aku bakal marah banget.”

Sastra tertawa pelan, mengusap bibir Heya yang terkena sambal, sebelum kembali menyuapi gadis itu dari piringnya. “Memang sekarang kamu nggak marah diperlakukan kayak gini?”

“Marah, tapi ini kan memang salahku,” jawab Heya pelan. Gadis itu tersenyum menatap Sastra yang menatapnya lurus. “Lagipula sekarang aku punya kamu. Aku punya alasan besar kenapa harus tetap waras menghadapi hal-hal itu.”

Sastra tertawa pelan, ia mendekat dan memberikan kecupan lembut di pelipis kekasihnya. “Jangan dipendam sendiri, ya. Kalau memang merasa udah nggak bisa, udah nggak kuat, kamu punya aku. Hmm?”

Heya tersenyum dan mengangguk mendengarnya.
Di saat keduanya masih asyik tertawa dan mengobrol sembari makan sepiring berdua, panggilan suara di apartemen menyala, Sastra bangkit untuk mengangkatnya.

“Iya, Pak?”

“Maaf menganggu, Pak. Ini ada orang mabuk, dan sopir taksi online menurunkan di sini. Katanya, orang mabuk ini menyebutkan alamat di apartemen ini, dan unit punya Bapak Sastra.”

Sastra sempat mengerutkan kening, sebelum menjawab, “Yaudah saya turun sekarang, tunggu di situ ya, Pak.”

“Baik, Pak.”

Sastra mendekat ke arah Heya. “Ada orang mabuk di bawah, katanya dia nyebut alamat apartemen dan unit ini. Aku harus turun dan meriksa siapa dia.”

“Aku ikut,” kata Heya sembari mengikuti Sastra ke arah wastafel, ikut mencuci tangan di samping lelaki itu.

Sastra dan Heya bergandengan tangan turun ke lobi apartemen, dan berjalan ke arah pos sekuriti. Keduanya terdiam begitu melihat David yang tampak berantakan di sana.

“Pak Sastra kenal sama orang ini?” tanya sekuriti yang memang sudah mengenal Sastra.

Sastra mengangguk pelan, ia melepas tangan Heya, dan berjalan mendekati David yang kehilangan kesadaran itu. “Vid, bangun,” katanya sembari mencoba menggoyangkan tubuh lelaki itu, namun yang ia dapat malah racauan tidak jelas David.

“Tem ...pat Heya.”

Sastra mengembuskan napas pelan. “Ini teman saya,” ujarnya kepada sekuriti yang membuat mereka mengangguk. “Tolong bantu naikin dia di punggung saya ya, Pak. Biar saya yang bawa ke atas.”

“Baik, Pak.”

“Kamu ... marah?” tanya Heya ketika mereka bertiga tengah berada di dalam lift.

Sastra melirik ke arah Heya yang tampak gugup sebelum menggeleng pelan. “Dia pernah mengunjungi kamu di sini?” tanyanya yang membuat Heya mengangguk.

REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang