LAGU

780 55 15
                                    

Siang ini, hujan turun cukup deras sedari pagi tadi sehingga tidak bisa beraktivitas diluar rumah. Beruntung hari ini hari minggu.

Meski begitu, tidak biasanya rumah Boel sepi. Tidak ada keonaran yang dibuat oleh TTM. Hal itu membuat si bungsu sedikit bingung.

Solar mendapati Gempa sedang duduk di sofa ruang keluarga sembari membaca buku resep dan dipahanya terdapat Ice yang tertidur sembari memeluk boneka paus.

"Yang lain kemana, Kak?" tanya Solar sembari duduk di sofa single di samping meja.

Gempa menoleh, "entah. Kalau si Blaze belum pulang dari rumah Gopal karena hujan. Kalau Abang, Kak Ufan dan Thorn aku nggak tahu. Setelah sarapan tadi belum ngeliat mereka lagi. Para Fusion juga nanti sore baru pulang dari Kota Hilir."

Solar hanya manggut-manggut mengerti. Ia membuka buku tebal bergambar logo empat elemen alkimia pada sampulnya yang ia bawa dari kamarnya. Gempa juga kembali fokus pada buku resepnya.

"Kamu juga, tumben nggak ngandang di lab?"

"Lagi nggak ada ide mau bikin apa. Ini juga lagi mempelajari bahan yang mau kupakai untuk eksperimenku selanjutnya. Aku mau bikin sesuatu yang spesial."

"Spesial seperti apa?"

"Rahasia, dong."

Gempa hanya menghela napas dan memutar bola mata jengah.
"Terserah kamu, lah. Tapi, jangan sampai ramuanmu membuat masalah dan labmu meledak lagi. Awas aja kalau itu terjadi, kukubur hidup-hidup kau," ancam Gempa dengan aura gelap menguar dari tubuhnya.

"I. Iya, Kak. Aku pasti hati-hati," sahut Solar bergidig ngeri.

Mereka kembali membaca buku masing-masing, hingga sebuah suara mengalihkan atensi mereka.

"Ternyata disini kamu, Solar," ucap Hali dari arah tangga.

Mereka menoleh dan melihat Halilintar, Taufan dan Thorn sedang menuruni tangga bersamaan. Hali juga membawa gitar akustik hitam bercorak petir merah.

"Kenapa nyariin aku? Kangen, ya?" tanya Solar dengan nada songongnya menggoda Hali membuat sang sulung mendecih kesal dan berpaling dari tatapan Solar.

"Kok, Solar tahu kalau Bang Lili kangen sama Solar," celetuk Thorn polos.

"Serius?" tanya Solar pada Hali, tapi tidak mendapat jawaban.

"Iya. Mangkanya Bang Hali bikinin kamu lagu," sahut Taufan.

"Beneran?" tanya Solar lagi sembari menutup dan memangku bukunya.

Halilintar berdehem dan menatap Solar.
"Dengerin, ya."

Solar mengangguk penuh semangat karena tak sabar. Matanya berbinar hingga menitikkan airmata.
"Terhura aku, tuh."

Hali duduk di pegangan kanan sofa yang diduduki Solar. Sedangkan Taufan duduk di sebelah kirinya dan Thorn di belakangnya. Hali memangku gitarnya dan bersiap memetik senarnya.

Gempa? Ia mengangkat satu alis tanda tidak mengerti apa yang akan mereka lakukan. Ia mengendikkan bahu tidak peduli dan kembali fokus pada bukunya.

Hali mulai memetik gitarnya dengan lihai sembari menyanyikan lagu dengan santainya.
"Berawal dari sodaraan, lama-lama manggil sayang. Udah bosen manggil sayang, lama-lama manggil setan."

Solar terdiam, senyumnya hilang. Ia bingung dengan lirik lagu itu. Gempa juga terkejut dan menoleh. Bahkan Ice yang terganggu pun terduduk dengan linglung.

"Ada setan? Dimana?" tanya Ice pada Gempa. Gempa tidak menjawab dan hanya mengendikkan bahu.

Hali terus memetik gitarnya. Kali ini, Thorn yang bernyanyi.
"Kalau kau marah, aku bujuk. Aku bujuk dengan love you. Tapi kau malah ngamuk, akhirnya aku timpuk."

Bukannya marah, kali ini tawa Solar lepas begitu saja hingga punggungnya menabrak sandaran sofa. Moodnya kembali baik mendengar kata-kata yang dinyanyikan oleh Thorn yang menurutnya lucu.

'Nggak terlalu buruk,' pikirnya menahan tawa.

Sedangkan Gempa dan Ice hanya melongo dan saling pandang.

Terakhir, giliran Taufan yang bernyanyi.
"Awal-awal minta makan, aku pikir kelaparan. Ternyata kesurupan, kamu makan kandang ayam."

Solar yang awalnya ikut berjoget ringan mengikuti alunan gitar Hali pun kembali terdiam beberapa saat. Ia melotot pada Taufan yang tersengih menerima tatapan mautnya.

"Abang yang buat," cicit Taufan sembari menunjuk Hali.

Solar menoleh dan melotot tajam pada Hali yang juga menatapnya dan malah tersenyum jahil. Hali berdiri dan berjalan dengan cepat menuju tangga ke kamarnya karena sadar Solar akan mengamuk.

"Awas kau, Gledek!!"

Benar saja. Solar benar-benar marah dan berdiri sembari mengambil bukunya untuk melempar Hali. Namun ia sadar dan menatap buku itu.

"Jangan pakai ini, deh. Eman-eman, buku penting ini," ucap Solar sembari meletakkan bukunya di meja.

Solar mengikuti Hali ke kamar dengan langkah gusar dan makian untuk Hali. Ia langsung masuk kamar Hali yang sengaja tidak ditutup.

Di ruang keluarga, Taufan dan Thorn tertawa geli. Sedangkan Gempa dan Ice masih loading dengan kejadian dihadapannya tadi.

*****

Cuman entermezo doang.
Untuk yang lain, masih dalam proses.

SEVEN ELEMENTALS BROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang