Matthew sering termenung akhir-akhir ini. Bahkan terlalu sering. Out Class resmi berakhir seminggu yang lalu, tetapi Matthew tidak mendapati seorang gadis datang padanya mengenai masalah malam itu. Matthew cukup terganggu, dia sudah termasuk melakukan tindak pemerkosaan
Putaran pemikiran buruk mengenai konsekuensi yang akan di alami si gadis, membuat Matthew seolah di terror rasa bersalah. Sesuatu telah terlanjur terjadi, Matthew di paksa untuk menerima kemungkinan terbesar ke depannya.
"Matt!" panggil Nicholas.
Matthew tidak menggubris panggilan Luke saking terlarut dalam lamunannya.
"Matthew oy!"
Matthew menoleh pada Luke, sore ini mereka bertiga sedang bersantai di gazebo halaman rumah. Nicholas menikmati kopinya, Luke yang memainkan gitarnya memetik instrumen asal, dan Matthew terdiam berbaring di kursi santai menarik perhatian kedua saudaranya.
"Bro, lo kenapa ngelamun mulu?" tanya Nicholas.
Matthew membenahi posisi duduknya, "engga gue gak ngelamun,"
"Jangan lupa kalau kita gak cuman 18 tahun bareng, tapi kita juga satu perut. Gue bisa ngerasain kegelisahan salah satu dari kalian kalau lagi ketimpa masalah," Luke berujar tanpa mengalihkan fokusnya dari petikan guitar.
"Lo terus-terusan bengong semenjak kita balik Out Class, Matt," Nicholas meneguk sisa kopi terakhir di gelasnya, "gue yakin terjadi sesuatu sama lo."
Matthew bangun dan memakai sandal selip-nya bersiap pergi, "gak semuanya harus kalian tahu,"
Melihat kepergian Matthew, Nicholas menggeleng. Adiknya yang satu itu paling tertutup dan hobi menyembunyikan perasaan.
"Mau sampai kapan tuh anak gitu mulu," protes Nicholas.
"Iya, adik lo tuh, Nic," Nicholas melempar bantal kursi ke arah Luke namun tidak tepat mengenai sasaran.
"Sodara lo juga, anjir."
Matthew hendak membuka pintu kamar sebelum mendapati asisten kepercayaan ayahnya menutup pintu ruang kerja utama. Pria hampir berkepala tiga berjas dengan setumpuk berkas di tangannya.
"Bang Rafa!" Pria itu mengalihkan matanya dari berkas dan tersenyum mendapati Matthew.
"Apa kabar, Tuan Muda?" sapa Rafa.
"Biasa aja, Ayah belum ada niat pulang?"
Rafa mengangguk sekilas, "Pak Arthur masih di Singapore, dua hari lagi beliau juga harus ke Amsterdam."
Matthew tersenyum miring, "Ternyata dia udah lupa kalau punya keluarga."
"Abang gak lihat Katya, dimana si cantik itu?" tanya Rafa basa-basi.
"Staycation ke Puncak bareng teman-temannya," berbicara mengenai adik perempuannya, Matthew teringat sesuatu, "Bang, gue bisa minta tolong sesuatu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
June
Teen Fiction[17+] June-si pecinta kedamaian tak pernah menyangka kehidupan nya akan merumit setelah tragedi di kamar hotel saat out class. Tragedi itu terjadi secara kebetulan menodong June sebagai korban. Di sisi lain-Matthew berusaha mengingat dengan yakin d...