07. Hai Riby

67.9K 7K 284
                                    

Warning!!!

Ada beberapa percakapan dan deskripsi yang bisa aja bikin kalian mual atau takut di chapter ini.

Riby menatap dengan nanar nasi dan telur ceplok di piringnya yang masih tersisa setengah. Nafsu makannya sudah hilang, tergantikan dengan rasa sakit dan khawatir akan nasib adiknya di sana.

Ia biarkan saja air mata yang tiba - tiba saja keluar dengan sendirinya, dan tanpa tahu malu terisak melampiaskan rasa sakitnya. Biarkan saja, toh tidak akan ada yang memperhatikannya.

Riby menelungkupkan wajahnya di kedua tangan yang bertumpu di lutut yang ia tekuk. Tergugu hebat melampiaskan rasa sakitnya, ia sangat lelah sekarang. Terlebih hatinya sakit karena perbuatan Tante dan juga Pamannya.

Kenapa ia selalu di sakiti oleh orang - orang terdekatnya, apakah ini karma karena dulu ia pernah menyakiti hati seseorang?

Merasa sudah lelah dengan posisinya, Riby memilih mengangkat kepalanya. Tangannya yang ingin menghapus sisa air mata terhenti, ketika melihat lelaki yang kini sedang bersandar di kusen pintu sambil bersedekap dada, dengan mata yang lurus menatapnya.

Riby tersentak kaget melihat mantan suaminya itu, untuk apa ia datang ke sini. Apa ada barang yang tertinggal? Tapi seingat Riby, tidak ada.

"Mas ngapain ke sini?" Tanyanya dengan jemari yang sibuk menghapus sisa air matanya.

Langga mengedikan bahunya, malas untuk menjawab. Matanya tertuju pada piring yang berada di samping tubuh Riby. Termenung cukup lama entah apa yang ia pikirkan.

Riby yang tahu arah pandang Langga memilih berdiri dan membawa piring nasinya ke belakang. Tidak nyaman dengan tatapan lelaki itu dan sedikit malu dengan apa yang dilihat mantan suaminya itu.

"Aku mau ngajakin kamu makan."

Riby menghentikan langkahnya, ia mendengar dengan jelas perkataan Langga, tetapi kenapa terasa aneh untuk di dengar. Ia gelengkan kepalanya, sambil memperlihatkan piring nasinya.

"Aku udah makan Mas."

Langga menggeleng pelan. "Aku tunggu lima menit, kita makan di luar."

Riby ingin menolak, tetapi rasanya tidak sopan. Karena tadi ia sudah membayar hutangnya dengan uang dari lelaki ini. Lelaki yang malam ini menggunakan outfit serba hitam, persis seperti orang yang sedang berduka.

Setelah mengunci pintu rumah dan berdebat kecil, akhirnya ia mengalah untuk mengikuti mau lelaki yang kini sedang menunggunya itu. Walaupun belum begitu malam, tapi ia sudah mulai mengantuk, terlebih matanya yang sedikit sembab karena menangis.

Ia melirik sekilas rumah Clara, sunyi tidak ada suara sama sekali. Bahkan motor suaminya pun tidak terlihat. Sepertinya mereka sudah ke Klinik, Syukurlah kalau begitu. Riby merasa lega dan juga tidak sabar menanti bayi mungil yang nanti akan di bawa Clara ke kontrakan.

"Mas, baru datang kan tadi?" Tanyanya memastikan, sambil melirik lelaki di sampingnya ini. Mereka berjalan dengan langkah pelan, sambil menikmati udara yang mulai terasa dingin.

Langga hanya diam, tidak ingin menjawab kalau sebenarnya ia mendengar percakapan Kakak beradik itu. Riby yang merasa di acuhkan, berdecak kesal. Tapi kemudian memilih diam seperti Langga.

Riby menunjuk warung makan sate ayam yang berada di seberang jalan, yang tidak begitu jauh dari kontrakannya. ia sering melihat tempat itu selalu ramai dan berharap rasanya tidak akan mengecewakan.

Setelah memesan, mereka memilih duduk di meja paling ujung. Tatapan Riby tertuju pada banyaknya orang di sekitar mereka, ternyata semakin malam, semakin banyak orang yang berlalu lalang. Ia saja yang memang tidak tahu, karena sangat jarang keluar di malam hari.

Hai Riby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang