Riby kembali menatap rumah yang beberapa waktu lalu ia kunjungi, seperti dugaannya ia akan menumpang tidur di sini malam ini. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia sedikit merutuki kebodohannya tadi, kenapa juga ia mengiyakan ajakan Langga untuk pergi dari kontrakannya. Toh tidak ada yang ia takuti, kecuali lelaki sialan itu tidak punya rasa takut untuk kembali ke situ. Lagian banyak warga yang berjaga di depan kontrakan, jadi alasan apa lagi yang membuatnya harus takut.
Ia ikut keluar dari mobil dengan membawa tas jinjingnya, sedangkan Langga membawa toples yang tidak habis pikir kenapa bisa di bawa olehnya. Padahal tadi Riby sudah menawarkan agar kerupuk itu di berikan saja pada para warga yang masih berada di sana, tetapi seperti tidak memiliki telinga Langga lebih memilih berlalu dengan tampang cuek tanpa peduli perkataannya.
Mengherankan sekali. Memberinya uang dengan jumlah besar ia berani, tetapi memberi kerupuk yang tidak seberapa harganya itu kepada orang lain, ia luar biasa pelit.
Riby berdiri di tengah rumah, tidak berani duduk karena sang pemilik rumah kini sedang berjalan ke arah dapur. Rasanya sangat tidak sopan kalau ia berlaku semena mena di rumah milik Langga, sekalipun ia ditawarkan untuk tidur di sini.
"Di sini ada empat kamar, terserah kamu mau pilih yang mana." Langga keluar dari dapur dengan membawa dua botol minuman dingin dan memberikan salah satunya kepada Riby.
"Mas aja yang pilihin." Riby berujar dengan tangan yang terulur menerima minuman dari tangan Langga. Matanya menatap dua pintu yang tertutup yang ia yakini adalah kamar. Sepertinya dua kamar lagi berada di lantai atas.
Langga meneguk minumannya, keningnya berkerut seperti memikirkan sesuatu. "Kalau di lantai atas mau nggak?" Tawar Langga.
Riby melihat lantai atas yang di maksud Langga, tidak masalah sebenarnya, apalagi ia hanya sebentar di sini. Tapi seingatnya lantai atas biasanya sering dihuni pemilik rumah, Riby kemudian menatap Langga curiga. Sepertinya ada yang tidak beres.
Langga terkekeh melihat wajah Riby yang curiga padanya, ia menggeleng pelan tahu ke mana arah pikiran mantan perawan di depannya ini. "Kalau kamu tidur di sebelah kamarku lebih aman." Jelasnya dengan sorot jahil.
Riby dengan cepat menggeleng, ia lebih baik tidur di sofa ruang tamu ini daripada tidur bersebelahan dengan Langga meskipun terhalang tembok. Ia takut kembali mengulang kesalahan di masa lalu kalau berdekatan dengan lelaki ini, walaupun sekarang mereka sudah sama - sama dewasa dan bisa berpikir jernih.
"Aku di sini aja deh Mas." Riby menunjuk sofa yang tidak begitu jauh darinya. Ia sudah ingin melangkah ketika mendengar suara Langga yang kembali terkekeh. "Aku bercanda, kamu tidur di situ aja." Langga menunjuk dengan dagunya sebuah kamar yang tidak begitu jauh dari pandangan mereka.
Riby yang sudah lelah tidak ingin berdebat, ia memilih melangkahkan kakinya ke arah kamar yang dimaksud Langga. Ia membuka secara perlahan pintu kamar, memperlihatkan sebuah kamar yang terlihat rapi, bahkan Riby berani bertaruh kalau kamar ini jarang ditempati.
Hatinya terasa sakit mengingat kamar yang dulunya ia tempati juga sama bagusnya seperti ini. Andai saja bisa memutar waktu, ia ingin merasakan hidup bahagia seperti dulu lagi.
"Kenapa, nggak suka sama kamarnya." Riby menolehkan kepalanya ketika mendengar suara Langga yang kini berada di dekatnya.
"Suka, kamarnya bagus."
"Tapi bagusan kamar kamu yang dulu."
Bahu Riby terasa lemas mendengar perkataan Langga, kenapa harus dipertegas perkataannya. Mentang - mentang ia sempat teringat akan kamarnya yang dulu.
"Nggak usah diingetin, aku nggak suka mengenang masa lalu." Jawab Riby yang kini memilih masuk ke dalam kamar, sedangkan Langga hanya berdiri diambang pintu, bukannya tidak berani masuk tapi ia tahu Riby perlu istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Riby (END)
RomanceRiby Arnatha, pernah menikah di saat usianya masih 18 tahun. Dan memilih bercerai di usia pernikahan yang baru berjalan empat bulan. Tujuh tahun berlalu, ia kembali bertemu dengan mantan suaminya, dengan status yang tidak terduga. Cover by Pinterest...