10. Hai Riby

69.2K 6.2K 94
                                    

Riby menghentikan ceritanya, ketika mendengar suara pintu yang diketuk dari luar. Siapa yang ingin bertamu?

Mitha selaku tuan rumah, memilih bangun dari rebahannya dan langsung berjalan ke arah pintu. Dengan gerakan cepat, suara pintu yang berderit langsung terbuka, menampilkan lelaki bertubuh tinggi tegap yang membuat kedua wanita di dalam rumah sedikit terkejut dengan kehadirannya.

"Gue kira tamu gue, nggak taunya punya lo By." Ucap Mitha yang kembali membalikan badannya untuk duduk. Alih - alih menawarkan sang tamu masuk, Mitha malah meminta Riby yang menemuinya di teras.

Riby yang sudah melihat sosok Langga, memilih untuk berdiri dan menemuinya. Ia terkekeh melihat kelakuan Langga yang persis seperti anak ayam yang sedang mencari induknya. Lihat saja sekarang wajahnya, terlihat sumringah ketika melihat Riby.

"Mas ngapain!" Serunya yang tidak bisa menyembunyikan senyumnya, entahlah kenapa juga ia tersenyum.

"Ayo pulang." Ajak Langga.

Riby dengan cepat menggelengkan kepalanya, pertanda tidak mau diajak. Dia ingin tidur di kontrakan Mitha dan rencananya setelah menjemput adiknya di Bandung, ia akan mencari kontrakan di sekitaran sini yang masih dekat dengan tempatnya bekerja.

Langga berdecak ketika melihat penolakan Riby, tapi bukan Langga namanya kalau tidak punya cara lain untuk mendapatkan apa yang dia mau. "Sini bentar." Pintanya, dengan tangan yang meminta Riby mendekatinya.

Riby sendiri walaupun penasaran tetap tidak mau bergerak mendekati Langga, ia curiga pasti ada sesuatu yang sedang direncanakan Langga untuknya. Sedangkan Langga yang sudah tidak sabar, tanpa persetujuan wanita di depannya ini langsung menarik tubuh Riby agar mendekat padanya. Riby yang ditarik secara tiba - tiba hanya bisa pasrah dan terkikik geli ketika mendengar suara Langga di dekat telinganya, walaupun akhirnya ia terdiam ketika mendengar apa perkataan lelaki yang dengan sengaja memeluk erat pinggangnya itu.

Mata Riby mengerjap, mencoba menelaah perkataan Langga barusan. Terdengar menggiurkan untuk dituruti, walaupun ada imbalannya. "Mas serius?" Tanya Riby memastikan, yang di balas dengan anggukan Langga.

"Kalau kamu ikut pulang, aku pastiin hutang teman kamu bakalan lunas." Jawabnya dengan mata yang tidak lepas memperhatikan wajah Riby. Mereka seakan tidak peduli dengan orang - orang yang berada di sekitar kontrakan, bahkan Mitha yang sedang duduk sambil memperhatikan mereka saja, tidak dapat menyadarkan dua manusia yang semakin asyik dengan dunia mereka sendiri.

"Mas janji!"

"Iya."

Riby dengan segera mengangguk, tidak peduli dengan masalah apa yang akan terjadi setelah ini, ia hanya ingin menyelamatkan Mitha dari pekerjaannya.

***

Riby melepas sabuk pengaman yang terpasang di tubuhnya, mereka baru saja sampai di kota Bandung. Dengan ia yang di antar oleh lelaki yang membujuknya kemarin sore dan kembali memaksanya tadi pagi untuk ikut ke Bandung.

Pandangan Riby tertuju ke rumah pamannya yang tidak berubah dari terakhir ia ke sini. Rumah yang tidak terlalu besar tapi terlihat asri dan nyaman untuk di tempati, terkecuali gudang yang berada di belakang rumah. Teringat akan adiknya yang tidur di gudang membuat hatinya kembali sakit.

Riby diikuti Langga di belakangnya, berjalan menaiki teras rumah. Baru saja Riby ingin mengetuk pintu ketika pintu sudah lebih dulu dibuka dari dalam, memperlihatkan wajah sumringah adiknya. Riby yang memang sudah merindukan adik satu satunya ini langsung memeluk tubuh remaja yang bertambah tinggi dari terakhir kali mereka bertemu. Tanpa memperdulikan sosok Langga yang berada di dekat mereka berdua.

Merasa puas melepas rindu, Riby dan Arby melepaskan pelukan mereka. Arby yang sudah tahu kakaknya ke sini dengan siapa, tanpa ragu mendekati Langga dan langsung memeluknya tanpa canggung sama sekali.

"Aku pikir Kak Riby bohong, katanya mau ke sini sama Abang eh nggak taunya beneran." Arby melepaskan pelukannya dari lelaki bertubuh tinggi di depannya ini. Ia tidak terkejut sama sekali ketika melihat lelaki yang terakhir ia temui tujuh tahun silam, bahkan saat itu ia masih berusia sebelas tahun.

"Udah besar ternyata, dulu masih kecil dan ingusan." Ledek Langga yang hanya disambut gelak tawa Arby, sedangkan Riby hanya memperhatikan interaksi mereka berdua dengan senyum bahagia.

Mereka masuk kedalam rumah setelah acara berpelukan di teras, Riby yang berjalan lebih dulu disusul dengan Langga dan Arby yang asyik bercerita dibelakangnya. Ia berjalan menghampiri Paman dan Bibinya yang berada di ruang keluarga sedang menonton televisi, yang terlihat biasa saja dengan kedatangan Riby.

Ia hela napasnya, mencoba biasa saja dengan kelakuan Paman dan Bibinya. Padahal dulu mereka tidak seperti ini, ia disayangi seperti anak sendiri bahkan selalu dimanja kalau sedang berkunjung ke Bandung. Tapi semuanya berubah, semenjak orang tuanya bangkrut. Bahkan Riby ingat disaat Ibunya meninggal tiga bulan lalu, tidak ada satupun keluarga dari pihak Ayah ataupun Ibunya yang melayat atau membantu mengurusi pemakaman Ibunya. Menyedihkan, tapi mau bagaimana lagi.

Apakah Sebegitu hinanya orang miskin dimata orang kaya?

Riby mendekat untuk mencium punggung tangan Paman dan Bibinya, tidak lupa memberikan bingkisan yang sengaja ia bawa dari jakarta.

"Yakin mau bawa Arby ke Jakarta?" Pamannya bertanya, tapi matanya tertuju pada sosok lelaki di samping Riby yang tanpa tahu malu sudah duduk anteng di sofa, tanpa ikut berjabat tangan seperti dirinya.

"Iya, mau Riby kuliahin di sana aja Paman." Jawab Riby, yang sudah tidak menemukan sosok adiknya, cepat sekali ia pergi.

"Emang kamu punya uang? Kemarin aja Bibi kuliahin Afikah habis ratusan juta loh." Bukan Pamannya yang bersuara, tetapi sang Bibi yang kini bertanya padanya. Riby hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya ketika mendengar perkataan Bibinya, ia tidak mau membalas perkataan Bibi Halimah, karena kalau di jawab pasti akan merembet kemana mana.

"Kamu bawa siapa itu?"

Riby menoleh kesampingnya, memperhatikan laki - laki yang terlihat sibuk mengotak atik ponselnya, seakan tidak terganggu dengan keadaan disekitarnya.

"Mas!" Riby menepuk pelan paha Langga, memintanya untuk berjabat tangan dengan Paman dan Bibinya. Yang untungnya dituruti oleh mantan suaminya itu.

"Sepertinya saya pernah liat kamu, tapi di mana ya." Pamannya bertanya setelah berjabat tangan dengan Langga. Sedangkan Langga hanya tersenyum tanpa berniat menjawab pertanyaan Pamannya.

"Mirip mantan suaminya Riby, ya Kang." Bibinya ikut bersuara, dengan wajah yang terlihat penasaran.

Langga yang sudah kembali ketempat duduknya hanya tersenyum jahil menatap Riby, sedangkan Riby yang ditatap berdecak kesal karena Langga yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan orang tua di hadapan mereka.

"Tapi bukan deh Kang, mantannya Riby dulu kan tinggi kurus terus rambutnya gondrong, beda sama yang ini. Yang ini kasep pisan mirip Refal Hady atuh Kang."

"Refal Hady maneh, setiap lalaki kasep selalu di bilang mirip Refal Hady!!!"

"Ih Akang, Refal Hady teh kasep pisan, lalaki tertampan di Indonesia pokoknya titik!!"

Riby tidak bisa menahan tawanya ketika melihat tingkah dua manusia berusia lanjut didepannya ini, ia jadi teringat dengan Ayah dan Ibunya yang sering berdebat hal random seperti ini. Ia ingat, dulu kalau orang tuanya berdebat ia akan semakin mengompori salah satunya sehingga perdebatan mereka semakin memanas, setelah salah satunya akan marah maka Riby akan tertawa terbahak bahak tanpa repot - repot melerai. Yang dilakukannya malah kabur tidak mau ikut campur.

Suara tawa Riby menggema di dalam ruangan, ia sangat terhibur melihat tingkah Paman dan Bibinya. Apalagi melihat Bibinya yang kini duduk menjauh dari Pamannya karena kesal, membuat gelak tawanya semakin terdengar. Ia bahkan lupa dengan sosok lelaki yang kini berada di sampingnya, yang dari tadi tidak mengalihkan tatapannya dari Riby. Dia terpana bahkan tidak mengedipkan matanya karena terbuai dengan gelak tawa Riby.

●●●●●●●●●

Lanjutan ceritanya bisa dibaca di Karyakarsa.

Hai Riby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang