Lima

474 111 19
                                    

"Mbak Siera nggak memasukan sesuatu kan, ke dalam makanan yang aku masak?"

Siera yang sedang santai duduk di depan televisi menelengkan wajahnya ke arah Diana.

"Maksud kamu apa, ya?"

"Mas Hanan sakit perut, dia bolak-balik ke kamar mandi. Kata dia gara-gara memakan hasil masakan yang aku kasih."

"Mene ketehe." Siera menggedikan bahunya.

"Kok dia bisa sakit perut ya, padahal aku yang makan juga nggak apa-apa."

Siera tidak menanggapi. Matanya kembali fokus ke layar televisi, nonton si kembar Upin-Upin yang lucu dan terkadang mengundang tawa. Meskipun ditonton berulang-ulamg, tapi Siera nggak bosen. Kartun si gundul yang lucu ini, adalah tonton wajib Siera di waktu luang. Tetapi, dalam hatinya, Siera bersyukur kalau rencananya masukan obat pencahar ke dalam makanan berjalan lancar.

"Gimana dong, Mbak Siera, aku kan jadi nggak enak."

"Kurang higenis kali masakan kamu."

"Bahan-bahannya aku cuci pake pencuci sayuran, takut masih nempel pestisidanya. Kalau dia sakit perut, harusnya aku sakit perut juga karena memakan makanan yang sama."

"Kebanyakan dosa kali dia, makanya dikasih Allah sakit," celetuk Siera sekenanya.

"Kok, Mbak Siera gitu ngomongnya."

"Dah, ah, males Mbak ngomongin dia. Bukti ucapan kamu juga 'omdo' katanya nggak bakal peduli sama dia, tapi mana buktinya."

"Tetapi dia sedang sakit, Mbak?"

"Kita bukan keluarganya, Di. Dia masih punya orang yang bisa dihubungi, kita bukan siapa-siapa mereka. Dan ingat, kamu ini perempuan, mau masuk ke rumah duda malam-malam, dan di grebek er-te. Kita memang tetangga dekatnya, tapi nggak seleluasa itu untuk masuk ke dalam rumah pria asing. Jadi, hentikan segala kekhawatiranmu yang konyol itu!" geram Siera.

Wajah Diana langsung muram. Kemanusiaannya meronta, tapi dia nggak ingin melihat Siera marah. Nanti dia tinggal di mana, kalau diusir, sedangkan untuk tinggal nge-kost ia nggak diijinkan orang tuanya dengan alasan tidak ada yang mengawasi. Mungkin orang tua Diana takut karena anaknya yang mudah jatuh cinta itu akan dimanfaatkan pria tidak bermoral. Jadi, tinggal bareng Siera lebih aman.

"Mbak pinjem hape kamu."

"Bu-buat apa, Mbak?"

"Minjem aja, pelit banget sih!"

Dengan ragu-ragu Diana menyerahkan ponselnya.

"Sandinya."

Dengan berat hati Diana menyebutkan nomer sandi hapeya. Tumben-tumbenan Mbak Siera meminjam ponselnya. Diana curiga.

Siera membuka pesan watsap milik Diana, bodo amat dikatakan tidak sopan juga. Tetapi, Diana menurutnya sudah keterlaluan. Ada kontak yang dinamai 'Mas Ganteng' Siera membukanya.

[Din, gimana, kamu bisa datang ke rumah Mas nggak? Sekalian beliin obat mencret, ya.]

'Tetangga baru tapi sudah ngeribetin. Gimana dengan nanti. Kalau Siera ada di posisi si mantan, akan berpikir ribuan kali untuk meminta tolong pada tetangga, yang di mana si tetangga nggak ada mahromnya. Satu gadis, satu janda. Apa nggak bakal jadi omongan nantinya?

Siera langsung saja menelpon nomer tersebut-- langsung diangkat pada panggilan pertama.

"Din, tolong bantu Mas, ya. Please, Mas nggak tahu harus minta tolong sama siapa lagi di sini jika bukan sama kamu." Suara Hanan terdengar lemah.

"Nggak ada minta-minta bantuan sama Diana. Dia adikku, aku nggak ingin dia dirusak oleh manusi seperti kamu. Bisa kan, jangan ganggu keluarga kami? Kamu bisa minta bantuan sama yang lain, tapi tidak dengan keluarga kami!" Lalu, klik, telepon ditutup dengan kasar oleh Siera.

"Mbak Siera, kok kejam banget sih!"

"Lebih kejam mana dengan dia yang meninggalkan aku sehari setelah pernikahan, lalu orang-orang membuliku. Katakan, kejaman mana, Diana?" Mata Siera berkaca-kaca.

Diana mematung.

"Kamu tertarik sama dia juga kan? Mikir, Diana, dia sudah mencampakanku, lalu rumah tangga dia juga gagal. Sekarang, apakah kamu yakin, jika penceraian mereka salah istrinya semua? Jangan hanya karena dia ganteng, kamu luluh sama dia. Karena bisa saja dia sedang membuat jebakan baru buat menjadikan kamu menjadi mangsa berikutnya."

"Ma-af, Mbak."

"Sekali lagi kamu meladeni dia, keluar dari rumah ini!" ancam Siera.

Siera menyerahkan ponsel milik Diana. "Blokir nomernya sekarang juga," perintahnya galak.

Diana menuruti permintaan Siera.
.....

Perasaan Hanan berubah jadi sedih. Mendengar suara Siera di telepon barusan membuatnya sadar, bahwa luka yang ditancapkan di hati Siera begitu dalam. Bahkan untuk hal yang sifatnya profesional, dia menolak tawaran Hanan yang ingin menggunakan jasa arsiteknya.

Hanan memang tidak pernah menduga kalau di tempat barunya akan bertetangga dengan Siera. Namun, setelah bertemu di pagi itu, dia mencari tahu tentang Siera lewat googling. Di Linkedln, Hanan menemukan profile Siera yang bekerja di sebuah biro arsitek. Dari pencariannya itu, ia menemukan sebuah website yang menyuguhkan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan sebuah hunian rumah, dari mulai gaya sederhana sampai modern. Dan Hanan tertarik untuk menyewa jasa Siera untuk menangani rumahnya, tapi sambutan Siera kurang menyenangkan.

Mungkin ia terlalu percaya diri, mengingat Siera dulu sangat mencintainya. Sehingga Siera akan luluh, demi melihatnya kembali. Lalu, mereka bisa kembali dekat, dan mengurai benang kusut yang sudah terjadi diantara mereka. Hanan lupa, kalau manusia bisa berubah, seiring dengan perubahan usia, pola pikir pun akan berubah. Orang yang sudah dipatahkan hatinya, dia akan sadar, bahwa dirinya tidak akan berharga jika hidup dengan orang yang tidak tepat. Setelah menangisi luka-lukanya, dia akan bangkit untuk membuat kekuatan baru. Semua orang pernah salah, bahkan ada yang pernah bodoh dalam menyikapi kehidupan. Tetapi kebanyakan dari mereka tidak ingin bodoh untuk kedua kalinya. Terutama dalam hal yang berkaitan dengan hal remeh-remeh seperti cinta. []














Dendam SieraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang