Kondisi di Lombok sangat berbeda dibandingkan dengan Jakarta. Udara yang segar dan pemandangan yang menakjubkan membuat Siera merasakan semangat baru. Namun, dia tahu bahwa di balik keindahan itu, ada tantangan yang menantinya. Proyek desain resort ini adalah peluang besar, dan dia tidak ingin menyia-nyiakannya.
Setelah tiba di resort yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama proyek berlangsung, Siera dan tim lokal segera mengatur agenda kerja. Dalam hati, Siera bertekad untuk memberikan yang terbaik. Namun, dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang terasa setiap kali Bratama Antasena, kliennya, berada di dekatnya.
Siera mengadakan pertemuan dengan tim lokal untuk mempresentasikan konsep desain yang telah mereka siapkan. Dengan sketsa dan bahan referensi di tangan, Siera menjelaskan visinya tentang resort yang akan menggabungkan elemen modern dengan budaya lokal.
“Tujuan kita adalah untuk menciptakan ruang yang tidak hanya indah tetapi juga berkelanjutan,” jelasnya dengan percaya diri. “Kita perlu menghormati lingkungan dan budaya di sini.”
“Dan kita juga harus memperhitungkan budget yang telah ditetapkan oleh Pak Bratama,” interupsi salah satu anggota tim.
Siera mengangguk. “Tentu, kita akan memastikan semua pilihan material sesuai dengan anggaran. Dan jika ada pilihan yang lebih baik, kita bisa mendiskusikannya.”
Setelah presentasi, Siera merasa lega. Tim lokal tampak antusias dan siap bekerja. Namun, saat beralih ke Bratama, dia melihat tatapan skeptis di wajahnya.
“Bagaimana pendapatmu, Pak?” tanya Siera, berusaha untuk tidak memperlihatkan keraguannya.
“Sangat bagus, tetapi kita harus memastikan bahwa semua orang di sini memahami visi kita. Komunikasi sangat penting,” jawab Bratama, masih dengan nada serius.
Siera mengangguk, tetapi hatinya sedikit terbakar dengan nada sarkastis itu. “Tentu, kita harus memastikan semua orang ‘memahami’.”
Mereka mulai melakukan pengukuran lahan dan merencanakan struktur bangunan. Namun, di balik itu, ketegangan antara Siera dan Bratama semakin meningkat. Setiap kali mereka bekerja sama, Siera merasa bahwa Bratama selalu ingin mengontrol setiap keputusan.
Setelah seharian bekerja keras, mereka berkumpul untuk membahas progres proyek. Di bawah cahaya remang-remang lampu luar ruangan, suasana terlihat santai meskipun ketegangan tetap ada.
“Siera, ada satu hal yang perlu kita bahas,” kata Bratama, tiba-tiba.
“Ya?” Siera mengangkat alis, bersiap untuk mendengarkan.
“Kita perlu memutuskan elemen apa yang ingin kita tampilkan di area resepsi. Apakah kita akan menggunakan kayu lokal atau material modern?” tanya Bratama, matanya penuh determinasi.
“Kayu lokal bisa menjadi pilihan yang lebih baik, tetapi kita harus mempertimbangkan pemeliharaannya. Material modern lebih mudah dalam hal perawatan,” balas Siera, berusaha objektif.
“Pilihannya adalah tentang apa yang akan lebih menarik bagi pengunjung. Kita harus berpikir tentang citra yang ingin kita bangun,” jawab Bratama.
“Dan kita juga tidak ingin merusak lingkungan di sini,” Siera menekankan.
Ketegangan di antara mereka terasa semakin nyata. “Kita perlu menemukan jalan tengah, Siera. Jangan selalu merasa bahwa kamu yang paling benar,” Bratama mengatakan dengan suara dingin.
Siera merasa marah mendengar kalimat itu. “Ini bukan tentang siapa yang benar atau salah, Pak Bratama. Ini tentang menciptakan sesuatu yang bisa kita banggakan,” jawabnya tegas.
Bratama menatap Siera dengan tatapan tajam. “Baiklah, kita diskusikan ini lebih lanjut besok. Kita perlu fokus pada progres yang bisa kita capai.”
Di malam itu, Siera merasa kesal. Dia tahu bahwa Bratama tidak sepenuhnya memahami apa yang ingin dia capai. Dengan penuh tekad, Siera mengambil kertas dan mulai menggambar desain untuk area resepsi. Dia ingin menciptakan sesuatu yang bukan hanya menarik tetapi juga berkelanjutan.
***
Keesokan harinya, saat semua orang berkumpul untuk diskusi, Siera merasa lebih siap. Dia ingin menunjukkan kepada Bratama dan tim lokal bahwa visi dan nilai keberlanjutan yang dia bawa sangat penting.
“Saya ingin menunjukkan konsep desain untuk area resepsi,” kata Siera dengan percaya diri. Dia mempresentasikan ide-ide dan menjelaskan pentingnya menggunakan material lokal serta mengedepankan elemen budaya.
Bratama terdiam, tetapi Siera bisa melihat keraguan di wajahnya.
“Jika kita dapat menunjukkan nilai jangka panjang dari penggunaan material lokal dan desain yang berkelanjutan, saya yakin kita bisa mendapatkan dukungan lebih,” jawab Siera, berusaha meyakinkan semua orang.
Setelah diskusi panjang, tim lokal akhirnya setuju untuk mendukung ide Siera. Bratama terlihat tidak sepenuhnya puas, tetapi dia tidak bisa menolak keputusan tim.
“Baiklah, kita akan coba pendekatan ini. Tapi kita harus memantau biaya dengan ketat,” ujarnya, terlihat agak terpaksa.
Siera merasa sedikit lega, tetapi dia tahu bahwa pertempuran untuk mendapatkan kepercayaannya dari Bratama masih jauh dari selesai. Dia harus terus membuktikan bahwa visinya untuk proyek ini bukan hanya sekadar mimpi.
Sehari demi hari, Siera semakin terlibat dalam detail proyek. Dia mengunjungi lokasi konstruksi setiap hari, memantau perkembangan dan memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai rencana. Namun, tidak semua berjalan mulus. Suatu ketika, saat di lokasi, Siera menemukan masalah yang serius.
“Bu Siera, ada masalah dengan pengiriman material yang seharusnya datang minggu ini,” kata salah satu anggota tim lokal. “Mereka mengatakan bahwa ada keterlambatan karena cuaca buruk.”
“Apakah kita memiliki alternatif?” tanya Siera, berusaha tetap tenang.
“Kita bisa menggunakan material lokal sebagai pengganti sementara, tetapi itu berarti kita harus merombak beberapa rencana desain,” jawab anggota tim tersebut.
“Tidak! Kita tidak bisa mengubah rencana kita sekarang,” Siera menegaskan, merasakan stres yang mulai menggerogoti. “Kita harus mencari solusi lain. Cobalah hubungi pemasok dan cari tahu kapan mereka bisa mengirimnya.”
Bratama yang melihat perdebatan itu mendekati mereka. “Apa yang terjadi?” tanyanya dengan nada tenang.
“Material kita tertunda,” jawab Siera, “kita harus mencari alternatif.”
“Kalau begitu, mungkin kita perlu mempertimbangkan opsi lain, Siera. Kita tidak bisa terjebak dalam satu rencana,” Bratama menjawab dengan santai.
Siera mengerutkan kening. “Kita tidak boleh terburu-buru mengambil keputusan yang bisa merusak keseluruhan desain. Ini adalah proyek besar, dan kita tidak bisa sembarangan.”
Bratama tampak tersinggung. “Tapi kita juga tidak bisa membiarkan proyek terhenti karena satu masalah.”
“Kalau begitu, mari kita diskusikan ini dengan tim dan cari solusi terbaik. Kita bisa mencari material yang sejalan dengan visi kita,” Siera menjawab, merasakan ketegangan di antara mereka semakin meningkat.
“Baiklah, mari kita bicarakan ini lebih lanjut dengan semua orang,” Bratama berkata, terlihat sabar namun jelas ada ketidakpuasan di wajahnya.
Siera merasakan ketidakpastian mengendap di perutnya. Dia tahu bahwa proyek ini adalah kesempatan besar, tetapi konflik yang terus berlanjut dengan Bratama membuatnya merasa tertekan. Namun, dia bertekad untuk membuktikan bahwa desainnya bisa berjalan, dan bahwa dia mampu mengatasi semua tantangan ini.
Setelah pertemuan itu, Siera kembali ke tempat tinggalnya. Dia merasa lelah, tetapi juga bersemangat untuk mencari solusi. Dia mulai membuat daftar alternatif material yang bisa digunakan dan meneliti bagaimana cara mengimplementasikannya tanpa mengorbankan desain.
“Jika aku bisa mengkombinasikan beberapa material lokal, mungkin kita bisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan visi kita,” gumamnya pada diri sendiri. Dengan semangat baru, dia mulai menyusun rencana dan catatan untuk diskusi besok.
Siera tahu bahwa dia harus menghadapi Bratama dengan bukti konkret dan ide-ide yang bisa menyatukan mereka, bukan memecah belah. Dan di balik semua tekanan ini, dia merasakan bahwa proyek ini bisa menjadi langkah awal untuk kariernya yang lebih besar, asalkan dia bisa menyatukan visi dan keberanian untuk berjuang meski dalam ketegangan. ()
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Siera
FanfictionSiera sudah berhasil move on dari masa lalunya yang menyakitkan. Di mana sehari setelah pernikahannya, dia ditalak melalui pesan watsap. Namun, tiga tahun kemudian, Siera harus kembali bertemu lagi dengan mantan suaminya, menjadi tetangga baru sebel...