Sifra Williams
“Semua sudah siap?”
Aku mengangguk. “Yup.”
“Kau yakin kau tidak melupakan sesuatu?”
“I don’t think so. Aku sudah packing sedari semalam, dan aku rasa, aku sudah menyiapkan semuanya.” Kataku.
“Baiklah. Off we go, then.”
Hari ini, aku akan pindah ke Chiswick. Yes, that’s right. It’s in London. Aku akan tinggal di sebuah flat di sana selama tiga bulan—the entire summer, I guess.
Kenapa aku pindah? Karena aku harus mengurus international driver’s licence milikku. Setelah itu, aku juga harus apply untuk study overseas.
Aku berencana untuk kuliah di Princeton, majoring in English Language and Literature. Itu semua sudah kurencanakan sejak dulu. Aku ingin sekali berkuliah di sana. Walau aku tahu di UK, even in England, banyak sekali university yang bagus seperti Oxford. Awalnya, aku ingin apply ke St. Anne’s college sebagai back-up. Namun, aku rasa aku harus mencoba terlebih dahulu untuk ke Princeton.
Selain karena aku tertarik dengan Princeton University, aku juga membutuhkan suasana yang baru. Dan juga, Princeton itu bagus sekali. Notable alumni nya bahkan ada Jeff Bezos, Michelle Obama, juga F. Scott Fitzgerald.
So, this is it.
Papa awalnya sempat tidak setuju karena aku adalah anak satu-satunya, dan aku juga terlalu muda untuk berada di negara lain seorang diri. Namun, dia ingin aku untuk melakukan apa yang kuinginkan.
“You ready, love?” Christian—kekasihku—mengecup bibirku.
“Yes.”
Christian mengecup bibirku lagi. “Oke.”
Aku diantar oleh Papa dan Christian. Dari Manchester, kami berangkat menuju London.
Dalam perjalanan, Christian tidak berhenti mencium tanganku sembari mengatakan, “Aku akan sering berkunjung.”
Aku tersenyum. “Oke. Tapi mungkin tidak terlalu sering.”
“Why not?”
“It takes almost four hours from Manchester to London.”
“Your point?”
“What about work?”
Christian mencium bibirku. “Jangan khawatir. I’ve got it taken care of.”
Papa berdeham. “Christian, I’m understanding that you both are in love, but let’s not get carried away.” Kata Papa. “Berhenti mencium anakku di depanku.”
Christian dan aku tertawa. Tapi, Christian segera mengatakan, “Maaf, Michael. It’s just—your daughter is so pretty, aku tidak bisa berhenti menciumnya.”
“But let’s not.”
“Okay.”
Akhirnya, Christian berhenti melakukan PDA denganku di hadapan Papa. Dan juga, setelah satu jam berlalu, Papa dan Christian bertukar tempat siapa yang mengemudi mobilnya.
Hingga akhirnya, tiga jam kemudian, here we are. In London.
Papa, aku dan Christian pun keluar dari mobil. Kami berdiri di depan flat nya dan cukup lama memperhatikan sekeliling area flat yang akan kutempati selama tiga bulan ini.
Christian bertanya, “Ini tempatnya?”
“Ya.”
“Not bad.” Lalu dia menatap ke kanan, “No. This is pretty much good, mengingat harga sewa yang kau bayarkan itu hanya £115 per week.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Yours
FanfictionAku pernah merasakan bagaimana rasanya menyukai orang lain. You know, seperti jantung berdegup tiga kali lipat lebih kencang. Pipi memerah dan tidak bisa membuat kontak mata. All of those things, aku pernah merasakannya. But that was it. No sparks a...