10

109 17 2
                                    

Sifra Williams

Jungkook membawaku ke sebuah hotel terdekat. Karena ada hal terjadi pada fingerprints lock di flat, sehingga kami tidak bisa masuk ke dalam. That’s why we’re here now.

Kami masuk ke dalam dan segera menuju receptionist. Jungkook bertanya, “Hello, good evening. My name is Jeon Jungkook and I would like to book two rooms. Anything will do—suite, deluxe, executive.”

“Mr Jeon Jungkook, maaf sekali. Tapi hanya tersisa satu ruangan saja. And it is a basic suite room.”

“Hanya satu?”

Oh, bloody hell. Ini sudah seperti sebuah film. You know, dengan plot seorang pria dan wanita yang ingin membooking dua kamar, tapi ternyata hanya tersisa satu saja. Dan juga hanya ada satu ranjang—so we have to sleep together.

Lalu si pria dan wanita tidur di ranjang yang sama, kemudian tanpa adanya alasan, they started to make out. Kissing each other like the world’s going to end tomorrow.

Endingnya—well, of course they had sex. All night long. As if. Tidak ada orang yang bisa bertahan sepanjang itu. Even guys sometimes can only lasted two or three minutes tops.

Wait. Kenapa aku jadi berpikir seperti itu? Of course Jungkook and I are not going to have sex.

I have a boyfriend, for God’s sake!

“Ya. Semua kamar di hotel ini sudah di-booking. Jadi hanya tersisa satu kamar suite, but you don’t have to worry, Sir, karena ada dua ranjang terpisah di dalamnya.”

Thank God, ada dua ranjang terpisah.

Jungkook mengatakan, “All right. I’ll take it.”

Jungkook yang menyelesaikan check-in hingga akhirnya kami diantar menuju ruang kamar yang akan kami tempati malam ini.

Aku benar-benar lega saat masuk ke dalam ruang kamar ini dan menemukan adanya dua ranjang yang terpisah.

Stop thinking about having sex with Jeon Jungkook!

“Ini piyama untukmu.” Jungkook memberikannya padaku, “Dan kau juga bisa menggunakan kamar mandinya terlebih dahulu. Aku akan keluar sebentar.”

“Kau akan pergi ke mana?”

“Keluar. I need to smoke.”

Aku baru tahu kalau Jungkook ternyata merokok. Selama tinggal bersamanya, aku tidak pernah melihat dia merokok—never.

Karena Jungkook sudah keluar, aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan diriku. It takes about twenty minutes. Setelahnya aku memakai piyama yang disediakan hotelnya, lalu menuju ke sofa.

Aku dan Jungkook belum memastikan kami akan memilih ranjang yang mana untuk ditiduri—even tho it doesn’t really matter. Tapi aku akan menunggu Jungkook untuk kembali, agar kami bisa memilih ranjang.

Kutuliskan pesan balasan untuk Christian yang menanyakan apakah aku sudah makan malam. Well, sebenarnya belum. But I lied. Karena jika aku jujur, Christian akan bertanya kenapa aku belum makan. And then, I have to explain the whole fingerprints lock situation, yang tentunya terlalu complicated. Aku tidak ingin membuat dia khawatir.

Ketika Jungkook masuk ke dalam kamar, aku mencium aroma rokok dari tubuhnya.

“Aku tidak pernah melihatmu merokok.” Kataku saat melihat Jungkook berjalan ke arah sebuah ranjang di posisi kiri. “Aku bahkan tidak pernah menemukan bungkus rokok di flat. What happened?”

“Aku merokok. Tapi tidak sering. Once a month, maybe—tidak tentu. Aku hanya merokok kapan saja yang aku mau, tapi tidak terlalu sering.”

“Why?”

Sincerely, YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang