Sifra Williams
Aku sudah tinggal di flat ini selama dua pekan. Itu merupakan waktu terlama untukku berada jauh dari rumah. Yup, rumah as in Manchester.
By the way, aku sudah mendapatkan IDP milikku. Aku hanya perlu menunggu hasil dari Princeton University nanti. Selanjutnya mengenai penerbangan dan tempat tinggal selama di sana, itu semua sudah diurus oleh Christian.
Walau seharusnya aku tidak perlu pindah ke London untuk melakukan semua itu, namun aku harus beradaptasi untuk tinggal tanpa Papa atau Christian.
Karena hanya mereka berdua yang dekat denganku sedari aku kecil. I lost my mother when I was three years old. Jadi, aku begitu dekat dengan Papa.
I have to move out jika ingin hidup mandiri tanpa Papa. Saat di Princeton nanti, aku harus terbiasa untuk hidup dengan suasana baru. Orang baru, lingkungan baru, hal-hal baru.
Mengenai Jungkook, aku dan dia hanya berbincang mengenai flat saja. Beberapa kali kami makan malam bersama ketika dia pulang lebih awal dari kampus.
Malam ini, aku tidak tahu dia akan pulang jam berapa. Karena Jungkook itu terkadang pulang awal, tapi juga bisa tidak pulang. Entah apa yang dilakukannya—again, not my business.
Aku memesan pizza. Sedang malas untuk memasak makan malam. Dan aku menonton Korean drama Twenty-Five Twenty-One di Netflix.
Pintu flat terbuka. Jungkook muncul di sana. Oh, dia pulang lebih awal hari ini.
“Hi.” Ujar Jungkook.
“Hi.”
“Kau sedang makan malam.” Katanya. “Is that pizza?”
“I think so,”
“Oke. Kalau begitu, aku akan ke kamarku.”
Namun, aku menahannya. “Wait, Jungkook. You care to join me?”
“Eating pizza with you?”
“Ya.”
Jungkook mengangguk. “I could use some pizza. But wait, aku akan menaruh tasku terlebih dahulu. I’ll be right back.”
Selagi menunggu Jungkook, aku mengecek ponselku. Tidak ada pesan dari Christian. Mungkin dia sedang sibuk sekarang. I’ll call him later.
Jungkook keluar dari kamarnya dengan sudah berganti pakaian dan dia terlihat lebih santai sekarang.
Dia duduk di sebelahku, kemudian dia mengambil potongan pizza nya. Lalu dia bertanya, “Kau menonton Korean drama?”
“Yeah. Why?”
“Nothing.”
“Kau tidak suka Korean drama?”
“Bukan tidak suka. Tapi tidak pernah menonton Korean drama.”
“Really? Not even once?”
“Sepertinya iya. Atau mungkin aku lupa, I don’t know.” Katanya. “Selain Korean drama, apa lagi yang kau tonton?”
Aku menjawab, “Apa saja series yang sedang trending. Seperti Stranger Things, Love Island, The Kardashians.”
“Seriously? Kau menonton itu semua?”
“Yeah.”
“Oh.”
“Why? Are you judging me?”
Jungkook memutar bola matanya. “No one’s judging you. Aku hanya bertanya saja. Is that so wrong?”
“No.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Yours
FanfictionAku pernah merasakan bagaimana rasanya menyukai orang lain. You know, seperti jantung berdegup tiga kali lipat lebih kencang. Pipi memerah dan tidak bisa membuat kontak mata. All of those things, aku pernah merasakannya. But that was it. No sparks a...