Sifra Williams
“Kau belum membayar uang sewa pekan ini.” Kata Jungkook saat dia sedang bermain FIFA 22 di ruang tamu.
Aku yang sedang scrolling Instagram segera menoleh padanya dan memberikan side-eye. “Nanti akan aku transfer.” Ujarku, “Sebenarnya kau tidak butuh uang sewa dariku. You got money already.”
“Meskipun aku memiliki uang, tapi aku tidak akan pernah menolak jika seseorang memberiku £115 setiap pekannya.”
“Dan itu yang menjadi pertanyaanku. Kau tidak bekerja. Bagaimana kau bisa memiliki banyak uang? Bahkan untuk bisa membeli flat seharga hampir £2 juta ini. How? Are you secretly a gigolo?”
Jungkook melakukan pause pada permainannya itu dan dia menatapku dengan tidak percaya. “Gigolo? Excuse me!”
“Well, lalu dari mana kau bisa mendapatkan uang sebanyak itu, Jungkook? How?”
“I’m old money, okay? Aku tidak perlu bekerja—bahkan hingga tujuh generasi berikutnya.”
“Wow. Really?”
“Yeah.”
“Oh, jadi kau sama seperti Goo Junpyo?”
“Who the fuck is that?”
Aku terkejut. “Kau tidak tahu Goo Junpyo? How could you?”
“Don’t care about him.”
“Goo Junpyo adalah salah satu karakter paling terkenal dalam Korean drama. You know, Boys Over Flowers. Lee Minho yang memerankan karakter Goo Junpyo. Young Master yang menyebalkan. Kinda like a spoiled little brat.”
“You picking up the slang already?” Jungkook bertanya, “Kurasa kau akan cocok berada di New Jersey. Ah, by the way, how’s Princeton? Apa kau sudah dapat kabar?”
Aku menggelengkan kepalaku. “Not yet. Mungkin aku tidak diterima. I don’t know. Ini sudah satu bulan, tapi belum ada informasi apa pun.”
“Hey, jangan putus asa seperti itu. Mungkin memang belum diumumkan. Kau masih memiliki kesempatan. Ingat: no news is good news.”
“Oke.”
“Tapi, well, jika dibayangkan kemungkinan terburuk dan kau tidak diterima di Princeton. Apa yang akan kau lakukan?”
Aku mengendikan bahuku. “Entah. Mungkin mendaftar di salah satu kampus di Manchester, dan kembali tinggal bersama Papa.”
“You’ll move out?”
“Ya. Alasanku pindah ke London adalah karena aku ingin coba hidup lebih mandiri tanpa Papa dan Christian—you know, mempersiapkan diriku untuk tinggal di New Jersey.”
“Apakah kau merasa lebih mandiri sekarang?”
“Kinda.”
“Good for you, then.”
“Kau tidak kuliah?”
Jungkook menjawab dengan gelengan pelan selagi matanya fokus pada layar televisi di hadapannya. “Nope. Hari ini, aku tidak ada jadwal kuliah. Why?”
“Nothing. Hanya saja, kau jarang ada di flat. Jadi aku merasa sedikit aneh saat melihatmu di sini.”
“Really? Kalau begitu, kau mau aku pergi? So you can have all the space for yourself?”
“It’s not what I meant.”
“Sebenarnya, ada suatu tempat yang ingin kudatangi. Wanna come along?”
Aku menatapnya, “Ke mana?”
“Somewhere.”
“Where?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Yours
FanfictionAku pernah merasakan bagaimana rasanya menyukai orang lain. You know, seperti jantung berdegup tiga kali lipat lebih kencang. Pipi memerah dan tidak bisa membuat kontak mata. All of those things, aku pernah merasakannya. But that was it. No sparks a...